Mataram (ANTARA) - Akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat dr. Hamsu Kadriyan mengatakan pendistribusian dokter spesialis harus tersebar merata di seluruh daerah.
"Kalau menurut saya, selain mungkin kita bisa menaikkan jumlah (kuantitas) dokter spesialis, kita juga harus melakukan pemerataan," kata Hamsu di Mataram, Rabu.
Dokter spesialis otolaringologi yang kini mengemban tugas sebagai dosen sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Unram itu menyampaikan hal demikian melihat data sebaran dokter spesialis, baik dalam skala nasional maupun di wilayah NTB.
"Kalau kita melihat dalam skala nasional, seperti di Jakarta, jika kita bandingkan dengan jumlah penduduknya, itu banyak juga dokter spesialis menumpuk di sana," ujarnya.
Begitu juga dengan kondisi di NTB. Menurut dia, dokter spesialis lebih memilih bertahan membuka praktik di Kota Mataram. Sesuai dengan data, jumlahnya sudah mencapai 250 orang. Apabila dibandingkan dengan ketersediaan di kabupaten lain, akan terlihat ketimpangan.
"Jadi, distribusi dokter itu harus sampai ke daerah-daerah agar pelayanan kesehatan bisa merata. Akses pelayanan pun jadi bisa lebih dekat lagi dengan masyarakat," ucap dia.
Namun, apabila pendistribusian dilakukan secara merata, pemerintah juga harus berani menjamin kesejahteraan para dokter spesialis yang mendapat tugas mengabdi di daerah atau di luar kota besar.
"Karena nanti kalau jumlah dokter sudah banyak, kemudian kesejahteraan tidak ada, terus siapa yang mau sekolah kedokteran. Sudah investasi tinggi, banyak biaya, kemudian tidak ada penghasilan. Jadi, harus ada semacam insentif," kata Hamsu.
Menurut dia, insentif untuk dokter spesialis yang bertugas di daerah tidak perlu setara dengan negara-negara maju. Standar insentif dapat menyesuaikan dengan kemampuan pemerintah.
"Tentu ini insentif istilahnya tidak asal keluar, kita juga harus membandingkan dengan negara lain, bukan seperti Singapura atau Malaysia, coba kita bandingkan dengan Thailand atau Filipina yang masih setara dengan kita," ujarnya.
Dengan melakukan hal tersebut, Hamsu pun mendorong agar pemerintah bisa membuat sebuah regulasi baru.
"Istilahnya memaksa supaya dokter-dokter spesialis ini mau datang ke daerah, entah 2 sampai 3 tahun. Tetapi harus ada insentif bagi mereka. Jangan cuma memaksa, terus orang dibiarkan melarat. Kalau seperti itu, pasti program hanya akan berjalan 1 sampai 2 tahun, habis itu, kabur mereka," kata Hamsu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi: pendistribusian dokter spesialis harus merata di daerah
"Kalau menurut saya, selain mungkin kita bisa menaikkan jumlah (kuantitas) dokter spesialis, kita juga harus melakukan pemerataan," kata Hamsu di Mataram, Rabu.
Dokter spesialis otolaringologi yang kini mengemban tugas sebagai dosen sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Unram itu menyampaikan hal demikian melihat data sebaran dokter spesialis, baik dalam skala nasional maupun di wilayah NTB.
"Kalau kita melihat dalam skala nasional, seperti di Jakarta, jika kita bandingkan dengan jumlah penduduknya, itu banyak juga dokter spesialis menumpuk di sana," ujarnya.
Begitu juga dengan kondisi di NTB. Menurut dia, dokter spesialis lebih memilih bertahan membuka praktik di Kota Mataram. Sesuai dengan data, jumlahnya sudah mencapai 250 orang. Apabila dibandingkan dengan ketersediaan di kabupaten lain, akan terlihat ketimpangan.
"Jadi, distribusi dokter itu harus sampai ke daerah-daerah agar pelayanan kesehatan bisa merata. Akses pelayanan pun jadi bisa lebih dekat lagi dengan masyarakat," ucap dia.
Namun, apabila pendistribusian dilakukan secara merata, pemerintah juga harus berani menjamin kesejahteraan para dokter spesialis yang mendapat tugas mengabdi di daerah atau di luar kota besar.
"Karena nanti kalau jumlah dokter sudah banyak, kemudian kesejahteraan tidak ada, terus siapa yang mau sekolah kedokteran. Sudah investasi tinggi, banyak biaya, kemudian tidak ada penghasilan. Jadi, harus ada semacam insentif," kata Hamsu.
Menurut dia, insentif untuk dokter spesialis yang bertugas di daerah tidak perlu setara dengan negara-negara maju. Standar insentif dapat menyesuaikan dengan kemampuan pemerintah.
"Tentu ini insentif istilahnya tidak asal keluar, kita juga harus membandingkan dengan negara lain, bukan seperti Singapura atau Malaysia, coba kita bandingkan dengan Thailand atau Filipina yang masih setara dengan kita," ujarnya.
Dengan melakukan hal tersebut, Hamsu pun mendorong agar pemerintah bisa membuat sebuah regulasi baru.
"Istilahnya memaksa supaya dokter-dokter spesialis ini mau datang ke daerah, entah 2 sampai 3 tahun. Tetapi harus ada insentif bagi mereka. Jangan cuma memaksa, terus orang dibiarkan melarat. Kalau seperti itu, pasti program hanya akan berjalan 1 sampai 2 tahun, habis itu, kabur mereka," kata Hamsu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi: pendistribusian dokter spesialis harus merata di daerah