Kasus Coass Unsri! Berfikirlah sebelum bertindak dan berfikirlah saat tenang

id coassunsri,coass,unsri,IDI,kasusviral,berfikir tenang,dokter,Universitas Sriwijaya,kekerasan di Universitas Sriwijaya Oleh dr. H. Emirald Isfihan., MARS.,MH.,CMC.,FISQua *)

Kasus Coass Unsri! Berfikirlah sebelum bertindak dan berfikirlah saat tenang

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Mataram/ Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr. H. Emirald Isfihan., MARS.,MH.,CMC.,FISQua (ANTARA/HO- Emirald Isfihan)

Mataram (ANTARA) - Pentingnya etika, profesionalisme, dan resolusi konflik dalam pendidikan kedokteran: Refleksi dari kasus kekerasan di Universitas Sriwijaya

Dengan rasa yang mendalam, saya menyampaikan keprihatinan sekaligus mengutuk keras terjadinya tindakan kekerasan terhadap seorang Co-Ass di Universitas Sriwijaya. Insiden ini mencoreng nama baik pendidikan kedokteran dan melukai esensi luhur profesi dokter yang menjunjung tinggi etika, nilai kemanusiaan, dan penghormatan terhadap sejawat. Tindakan kekerasan seperti ini tidak dapat dibenarkan dengan dalih apa pun dan sangat bertentangan dengan prinsip profesionalisme dan moralitas yang menjadi pilar utama dalam profesi kedokteran.

Insiden semacam ini menunjukkan ketidaksiapan dalam menerima perbedaan pendapat, yang seharusnya dapat diselesaikan melalui komunikasi dan pengelolaan konflik yang baik. Kekerasan, baik fisik maupun verbal, tidak memiliki tempat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kedokteran, di mana setiap mahasiswa diajarkan untuk memelihara martabat, menghormati sesama, dan mengutamakan nilai kemanusiaan.

Pendidikan kedokteran merupakan perjalanan panjang yang dirancang tidak hanya untuk membangun kompetensi klinis, tetapi juga membentuk karakter dan etika profesional seorang dokter. Setiap langkah dalam proses ini bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi dokter yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki integritas dan hubungan interpersonal yang baik. Insiden pemukulan ini menggambarkan adanya tantangan serius dalam internalisasi nilai-nilai tersebut.  

Sebagai individu yang bertanggung jawab atas pengelolaan jadwal, Ketua Co-Ass memiliki tugas penting dalam memastikan pembagian tanggung jawab klinis berlangsung adil dan efisien. Sayangnya, ketidakpuasan ini tidak disampaikan melalui jalur komunikasi yang profesional, melainkan berujung pada kekerasan fisik, yang melibatkan pihak luar, yakni sopir pribadi mahasiswa tersebut.  

Mahasiswa coass berada pada fase kritis pembentukan profesionalisme. Beberapa poin penting untuk dipahami dalam konteks ini:  

1. Pendidikan Kedokteran sebagai Proses Holistik
    Pendidikan kedokteran tidak hanya berfokus pada penguasaan ilmu dan keterampilan klinis, tetapi juga membangun soft skills seperti empati, pengelolaan konflik, kerjasama tim, serta sikap profesional. Penjadwalan piket dan pembagian tugas merupakan bagian dari latihan menghadapi tekanan dunia kerja dan tanggung jawab kolektif.
Setiap tahap pendidikan, termasuk penjadwalan piket dan tugas, merupakan bagian penting dari persiapan menghadapi kompleksitas dunia kerja kedokteran. Ketidakpuasan atau perbedaan pandangan harus diungkapkan secara santun dan konstruktif, tanpa melibatkan pihak luar yang tidak berwenang.

2. Kerjasama Tim sebagai Pilar dalam Pelayanan Kesehatan  
   Dokter, termasuk mahasiswa dalam masa pendidikan klinis, bekerja dalam tim lintas profesi untuk memberikan layanan terbaik kepada pasien. Mereka bekerja dalam ekosistem multidisiplin yang memerlukan koordinasi, empati, dan rasa saling menghormati antar rekan kerja. Peran Ketua Co-Ass adalah memastikan kerjasama tim berjalan dengan baik, dan fungsi ini harus didukung oleh seluruh mahasiswa tanpa kecuali. Insiden ini menunjukkan adanya kegagalan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat, yang berpotensi membawa dampak buruk di kemudian hari jika tidak diperbaiki. 

3. Internalisasi Etika Profesi  
   Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), salah satu prinsip dasar adalah menjaga keharmonisan hubungan dengan sejawat, yang harus dipatuhi sejak masa pendidikan. Melibatkan pihak luar seperti sopir pribadi dalam konflik internal adalah pelanggaran serius terhadap prinsip profesionalisme ini.  

Etika dan Nilai Dasar yang Harus Dijunjung
​​​​​​​

1. Menghormati Sejawat 
   Dokter muda harus menghormati peran dan tanggung jawab sejawat, termasuk Ketua Co-Ass, yang menjalankan tugas sebagai koordinator. Perbedaan pendapat harus diselesaikan melalui diskusi yang sehat.  

2. Menjaga Nama Baik Profesi
   Kekerasan fisik merusak citra profesi kedokteran yang seharusnya menjadi pelopor dalam menjunjung nilai-nilai humanisme dan keadilan.  

3. Membangun Kebiasaan Baik 
   Pendidikan klinis bertujuan membentuk kebiasaan positif, termasuk kemampuan untuk bekerja dalam tim, menghadapi kritik, dan mengelola tekanan kerja.  

Sebagai Refleksi dan Rekomendasi,  saya menyerukan langkah-langkah berikut:  

1. Edukasi Etika dan Konflik Resolusi
   Universitas harus mengintegrasikan pendidikan etika, manajemen konflik, dan komunikasi dalam kurikulum. Simulasi kasus seperti ini perlu diterapkan agar mahasiswa dapat belajar menyelesaikan konflik secara profesional.  

2. Penguatan Peraturan Internal
   Rumah sakit pendidikan harus memiliki prosedur dan sistem pelaporan yang tegas untuk menangani insiden seperti ini. Larangan melibatkan pihak luar dalam konflik harus ditegakkan.  

3. Dukungan Orang Tua dan Keluarga Mahasiswa
    Dalam perjalanan pendidikan klinis, mahasiswa tidak hanya belajar mengelola pasien, tetapi juga membangun kebiasaan baik dalam menghadapi konflik, menjalin hubungan kerja yang harmonis, serta menghargai kolega. Pembentukan karakter inilah yang menjadi landasan kuat untuk menghadapi berbagai situasi di dunia nyata. Hal ini harus disadari oleh orang tua atau keluarga mahasiswa, hal ini penting agar orang tua dan keluarga mahasiswa dapat memberikan dukungan kepada anaknya secara baik dan proporsional.

4. Pendekatan Restorative Justice
​​​    Dalam menyelesaikan masalah ini, pendekatan restoratif yang melibatkan kedua belah pihak untuk saling berdamai dapat dipertimbangkan, sambil tetap memastikan adanya pembelajaran dan hukuman bagi pelaku sesuai kesalahan mereka.  

Kasus ini harus menjadi peringatan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pendidikan kedokteran bahwa integrasi etika, komunikasi, dan sikap profesional adalah fondasi penting dalam membentuk dokter masa depan. Pendidikan kedokteran tidak hanya bertujuan mencetak dokter yang kompeten, tetapi juga individu yang memiliki integritas tinggi dan kemampuan bekerja sama secara harmonis.  
Sebuah pelajaran penting juga bagi para orang tua dan keluarga mahasiswa, bahwa pendidikan itu adalah pembentukan karakter, jiwa profesionalisme dan penanaman rasa tanggung jawab untuk calon dokter yang akan menjadi harapan masyarakat, maka dukunglah anak-anak kita dengan cara yang baik mengikuti aturan dan kaidah pendidikan kedokteran.

Hormat saya,

*) Penulis Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Mataram/ Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram