Mataram (ANTARA) - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat menuntaskan penanganan kasus rudapaksa seorang perempuan berstatus karyawan magang di sebuah perusahaan di Kabupaten Lombok Timur.
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda NTB Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ni Made Pujewati di Mataram, Kamis, menjelaskan bahwa penyidik menuntaskan penanganan kasus tersebut usai melaksanakan tahap dua atau pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
"Karena penyidik sudah menyelesaikan tahap dua dari kasus ini siang tadi di Kejari Lombok Timur, penanganan lebih lanjut sekarang ada pada jaksa penuntut umum. Dengan demikian, kasus TPKS (tindak pidana kekerasan seksual) satu ini sudah tuntas pada kami," kata Pujewati.
Tersangka yang dilimpahkan penyidik ke jaksa penuntut umum tersebut berinisial SN (29), pria asal Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur. Dia merupakan ketua tim karyawan yang bertugas di perusahaan tempat korban menjalani magang.
Pujewati mengatakan bahwa penyidik melimpahkan kasus tersebut ke Kejari Lombok Timur karena lokus dari perbuatan tersangka terhadap korban berada di wilayah tersebut.
Sesuai dengan laporan korban, kata dia, aksi rudapaksa terjadi pada tanggal 18 Juli 2022 ketika tersangka SN mengantar korban pulang ke rumah keluarganya di Lombok Timur.
Saat itu, rumah tersebut dalam keadaan sepi. Tersangka pun mengambil kesempatan untuk melancarkan aksi rudapaksa terhadap korban.
Dengan adanya kejadian tersebut, korban merasa keberatan, kemudian melaporkan perbuatan tersangka ke Polda NTB.
"Jadi, korban ini membuat laporan 2 hari selang kejadian di Lombok Timur," ucapnya.
Pujewati pun mengatakan bahwa hal tersebut yang kemudian memudahkan penyidik mengumpulkan alat bukti, salah satunya dari catatan medis hasil visum et repertum.
"Ada juga alat bukti yang menguatkan perbuatan tersangka melakukan TPKS. Itu didapatkan dari keterangan ahli gender Universitas Gajah Mada," katanya.
Oleh karena itu, penyidik menetapkan SN sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 6 huruf c Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan atau Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP tentang perbuatan cabul.
"Sesuai dengan sangkaan yang kami terapkan, tersangka terancam penjara paling lama 7 tahun," ucap Pujewati.
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda NTB Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ni Made Pujewati di Mataram, Kamis, menjelaskan bahwa penyidik menuntaskan penanganan kasus tersebut usai melaksanakan tahap dua atau pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
"Karena penyidik sudah menyelesaikan tahap dua dari kasus ini siang tadi di Kejari Lombok Timur, penanganan lebih lanjut sekarang ada pada jaksa penuntut umum. Dengan demikian, kasus TPKS (tindak pidana kekerasan seksual) satu ini sudah tuntas pada kami," kata Pujewati.
Tersangka yang dilimpahkan penyidik ke jaksa penuntut umum tersebut berinisial SN (29), pria asal Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur. Dia merupakan ketua tim karyawan yang bertugas di perusahaan tempat korban menjalani magang.
Pujewati mengatakan bahwa penyidik melimpahkan kasus tersebut ke Kejari Lombok Timur karena lokus dari perbuatan tersangka terhadap korban berada di wilayah tersebut.
Sesuai dengan laporan korban, kata dia, aksi rudapaksa terjadi pada tanggal 18 Juli 2022 ketika tersangka SN mengantar korban pulang ke rumah keluarganya di Lombok Timur.
Saat itu, rumah tersebut dalam keadaan sepi. Tersangka pun mengambil kesempatan untuk melancarkan aksi rudapaksa terhadap korban.
Dengan adanya kejadian tersebut, korban merasa keberatan, kemudian melaporkan perbuatan tersangka ke Polda NTB.
"Jadi, korban ini membuat laporan 2 hari selang kejadian di Lombok Timur," ucapnya.
Pujewati pun mengatakan bahwa hal tersebut yang kemudian memudahkan penyidik mengumpulkan alat bukti, salah satunya dari catatan medis hasil visum et repertum.
"Ada juga alat bukti yang menguatkan perbuatan tersangka melakukan TPKS. Itu didapatkan dari keterangan ahli gender Universitas Gajah Mada," katanya.
Oleh karena itu, penyidik menetapkan SN sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 6 huruf c Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan atau Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP tentang perbuatan cabul.
"Sesuai dengan sangkaan yang kami terapkan, tersangka terancam penjara paling lama 7 tahun," ucap Pujewati.