Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat akan menelusuri peran tersangka tambahan dari penanganan kasus dugaan korupsi Rp3,81 miliar dalam program penyaluran bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) tahun 2018 di persidangan.
"Jadi, pengembangan ke tersangka lain dari kasus ini tetap akan kami telusuri dengan melihat fakta di persidangan," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur Isa Ansyori yang ditemui di Mataram, Kamis.
Apabila ada bukti yang mengungkap peran orang lain turut terlibat dan menikmati kerugian negara, Isa meyakinkan pihaknya akan membuka lembaran penanganan baru dari kasus tersebut.
"Kalau ada bukti terungkap peran orang lain di persidangan. Kami akan lanjutkan penganan dengan berkas terpisah," ucapnya.
Lebih lanjut, Isa mengatakan bahwa dalam penanganan kasus yang kini telah menetapkan tiga tersangka masih dalam proses penelitian berkas.
"Kalau sudah dinyatakan lengkap, akan segera kami laksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum," ujarnya.
Isa pun menargetkan perkara milik tiga tersangka akan masuk ke meja persidangan pada awal Maret 2023.
"Semoga bisa disegerakan," kata dia.
Tiga tersangka dalam kasus ini berinisial AM yang berperan sebagai eksekutor pembentuk usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) di dua kecamatan wilayah Lombok Timur, mantan anggota DPRD Lombok Timur berinisial S, dan mantan Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z.
Dalam kelengkapan berkas perkara, Isa meyakinkan bahwa penyidik telah mencantumkan alat bukti yang menguatkan indikasi ketiga tersangka melakukan perbuatan melawan hukum.
Salah satu alat bukti yang menguatkan ketiganya melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adanya kerugian negara Rp3,81 miliar sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Menurut hasil audit, kerugian muncul dari penyaluran alsintan yang tidak sesuai dengan prosedur. Ada dugaan alat pertanian tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Dugaan lain, ada sejumlah barang yang dijual dan dibagikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak tercantum sebagai penerima bantuan sesuai data calon petani calon lahan (CPCL).
Dengan adanya alat bukti demikian, penyidik dalam berkas ketiga tersangka menguraikan sangkaan pidana Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam penanganan perkara ini pun, penyidik menitip penahanan terhadap ketiga tersangka di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Selong, Kabupaten Lombok Timur, terhitung sejak 8 Desember 2022.
"Jadi, menunggu hasil penelitian jaksa ini kami masih harus melakukan perpanjangan penahanan ketiga tersangka lagi melalui izin ketua pengadilan. Sedang kami ajukan," ucapnya.
Perihal penelusuran peran orang lain di kasus ini, Isa mengatakan pihaknya belum menemukan dari rangkaian penyidikan yang sudah berjalan.
"Makanya, kami tunggu di persidangan. Kalau pun ada fakta yang mengungkap peran orang lain, pastinya kami akan melakukan pengembangan," ujar dia.
Masing-masing tersangka dalam kasus ini terungkap memiliki peran berbeda. Dalam satu rangkaian, tersangka S diduga berperan sebagai orang yang menyuruh tersangka AM membentuk UPJA sebagai dasar penerbitan CPCL oleh Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z.
Data CPCL yang diterbitkan Z tidak melalui mekanisme verifikasi. Sehingga UPJA yang dibuat oleh AM atas suruhan S hanya dalam bentuk formalitas.
Proyek penyaluran bantuan alsintan melalui Dinas Pertanian Lombok Timur ini bersumber dari Bantuan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun Anggaran 2018.
Dalam pengadaan, pemerintah menyalurkan bantuan dalam bentuk alsintan untuk petani yang terdaftar dalam dua UPJA di wilayah Lombok Timur.
Bantuan alsintan itu berupa traktor roda 4 sebanyak 5 unit, Traktor roda dua sebanyak 60 unit, pompa air berdiameter 3 inci sebanyak 121 unit, pompa air irigasi sebanyak 29 unit, dan "handsprayer" sebanyak 250 unit.
"Jadi, pengembangan ke tersangka lain dari kasus ini tetap akan kami telusuri dengan melihat fakta di persidangan," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur Isa Ansyori yang ditemui di Mataram, Kamis.
Apabila ada bukti yang mengungkap peran orang lain turut terlibat dan menikmati kerugian negara, Isa meyakinkan pihaknya akan membuka lembaran penanganan baru dari kasus tersebut.
"Kalau ada bukti terungkap peran orang lain di persidangan. Kami akan lanjutkan penganan dengan berkas terpisah," ucapnya.
Lebih lanjut, Isa mengatakan bahwa dalam penanganan kasus yang kini telah menetapkan tiga tersangka masih dalam proses penelitian berkas.
"Kalau sudah dinyatakan lengkap, akan segera kami laksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum," ujarnya.
Isa pun menargetkan perkara milik tiga tersangka akan masuk ke meja persidangan pada awal Maret 2023.
"Semoga bisa disegerakan," kata dia.
Tiga tersangka dalam kasus ini berinisial AM yang berperan sebagai eksekutor pembentuk usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) di dua kecamatan wilayah Lombok Timur, mantan anggota DPRD Lombok Timur berinisial S, dan mantan Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z.
Dalam kelengkapan berkas perkara, Isa meyakinkan bahwa penyidik telah mencantumkan alat bukti yang menguatkan indikasi ketiga tersangka melakukan perbuatan melawan hukum.
Salah satu alat bukti yang menguatkan ketiganya melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adanya kerugian negara Rp3,81 miliar sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Menurut hasil audit, kerugian muncul dari penyaluran alsintan yang tidak sesuai dengan prosedur. Ada dugaan alat pertanian tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Dugaan lain, ada sejumlah barang yang dijual dan dibagikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak tercantum sebagai penerima bantuan sesuai data calon petani calon lahan (CPCL).
Dengan adanya alat bukti demikian, penyidik dalam berkas ketiga tersangka menguraikan sangkaan pidana Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam penanganan perkara ini pun, penyidik menitip penahanan terhadap ketiga tersangka di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Selong, Kabupaten Lombok Timur, terhitung sejak 8 Desember 2022.
"Jadi, menunggu hasil penelitian jaksa ini kami masih harus melakukan perpanjangan penahanan ketiga tersangka lagi melalui izin ketua pengadilan. Sedang kami ajukan," ucapnya.
Perihal penelusuran peran orang lain di kasus ini, Isa mengatakan pihaknya belum menemukan dari rangkaian penyidikan yang sudah berjalan.
"Makanya, kami tunggu di persidangan. Kalau pun ada fakta yang mengungkap peran orang lain, pastinya kami akan melakukan pengembangan," ujar dia.
Masing-masing tersangka dalam kasus ini terungkap memiliki peran berbeda. Dalam satu rangkaian, tersangka S diduga berperan sebagai orang yang menyuruh tersangka AM membentuk UPJA sebagai dasar penerbitan CPCL oleh Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z.
Data CPCL yang diterbitkan Z tidak melalui mekanisme verifikasi. Sehingga UPJA yang dibuat oleh AM atas suruhan S hanya dalam bentuk formalitas.
Proyek penyaluran bantuan alsintan melalui Dinas Pertanian Lombok Timur ini bersumber dari Bantuan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun Anggaran 2018.
Dalam pengadaan, pemerintah menyalurkan bantuan dalam bentuk alsintan untuk petani yang terdaftar dalam dua UPJA di wilayah Lombok Timur.
Bantuan alsintan itu berupa traktor roda 4 sebanyak 5 unit, Traktor roda dua sebanyak 60 unit, pompa air berdiameter 3 inci sebanyak 121 unit, pompa air irigasi sebanyak 29 unit, dan "handsprayer" sebanyak 250 unit.