Mataram (Antara Mataram) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) H Muh Amin menemui pejabat terkait di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna menanyakan solusi terkait larangan ekspor konsentrat perusahaan tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), terhitung 12 Januari 2014.
"Saya diperintahkan Pak Gubernur untuk menemui pejabat terkait di Kementerian ESDM, dan sore ini digelar pertemuan dengan Dirjen Minerba di Jakarta," kata Amin ketika dihubungi dari Mataram, Rabu.
Amin bersama pimpinan DPRD NTB tengah menyambangi Kantor Kementerian ESDM guna menanyakan solusi terbaik terkait keharusan perusahaan tambang di Indonesia melakukan permurnian konsentrat di dalam negeri yang berdampak langsung pada larangan ekspor konsentrat.
Aksi menyambangi Kantor Kementerian ESDM itu merupakan tindak lanjut dari surat resmi Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, yang ditujukan kepada Kementerian ESDM dan kementerian terkait, pada 17 Desember 2013.
Ia mengatakan, pasal 70 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, menegaskan bahwa semua pemegang Kontrak Karya (KK) yang sudah produksi harus sudah melakukan permunnian konsentrat.
Penegasan itu diperkuat oleh pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2010 sebagai aturan pelaksana dari Undang Undang Pertambangan Minerba itu.
"Dari sisi lain, Newmont belum mampu melaksanakan amanat undang undang itu, karena smelter di dalam negeri belum memadai, dan itu akan berdampak pada lonjakan angka pengangguran, sehingga diperlukan solusi terbaik," ujarnya.
Menurut Amin, tentunya pemerintah pusat yang berkewenangan menyikapi permasalahan tersebut dan pemerintah daerah di NTB hanya bisa menanyakan solusinya.
Solusi yang mungkin dicapai yakni perubahan aturan atas larangan ekspor konsentrat perusahaan tambang emas dan tembaga PT PTNNT, yang harus diterbitkan pemerintah pusat sebelum 12 Januari 2014.
Sebelumnya, Pemprov NTB mendapat informasi bahwa sedang digodok perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2010 sebagai aturan pelaksana dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
PP Nomor 7 itu tengah diubah/direvisi, yang antara lain memperjelas pengertian bahan mentah hasil tambang yang dilarang untuk diekspor, namun bahan mentah itu tidak termasuk konsentrat yang sudah melalui proses pengolahan, meskipun belum sampai tahap pemurnian.
Perubahan PP itu dianggap paling mungkin, mengingat penerbitan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang undang) relatif rumit dan membutuhkan waktu yang cukup.
Terkait larangan ekspor konsentrat sesuai amanat Undang Undang Minerba yang dipertegas dalam PP Nomor 7 itu sempat menimbulkan kecemasan di kalangan karyawan PTNNT, hingga mencuat aksi unjuk rasa dan upaya mendatangi Pemprov NTB.
PTNNT adalah perusahaan tambang tembaga dan emas yang beroperasi berdasarkan Kontrak Karya generasi IV yang ditandatangani pada 2 Desember 1986.
Sejak beroperasi penuh di Indonesia pada tahun 2000, total kontribusi ekonomi PTNNT mencapai sekitar Rp90 triliun yang meliputi pembayaran pajak dan non-pajak, royalti, gaji karyawan, pembelian barang dan jasa dalam negeri, serta dividen bagi pemegang saham nasional.
Selain itu, PTNNT juga telah melaksanakan program-program tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang dengan dana rata-rata Rp50 miliar per tahun. Saat ini PTNNT mempekerjakan lebih dari 4.000 karyawan dan 5.000-an kontraktor. (*)
"Saya diperintahkan Pak Gubernur untuk menemui pejabat terkait di Kementerian ESDM, dan sore ini digelar pertemuan dengan Dirjen Minerba di Jakarta," kata Amin ketika dihubungi dari Mataram, Rabu.
Amin bersama pimpinan DPRD NTB tengah menyambangi Kantor Kementerian ESDM guna menanyakan solusi terbaik terkait keharusan perusahaan tambang di Indonesia melakukan permurnian konsentrat di dalam negeri yang berdampak langsung pada larangan ekspor konsentrat.
Aksi menyambangi Kantor Kementerian ESDM itu merupakan tindak lanjut dari surat resmi Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, yang ditujukan kepada Kementerian ESDM dan kementerian terkait, pada 17 Desember 2013.
Ia mengatakan, pasal 70 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, menegaskan bahwa semua pemegang Kontrak Karya (KK) yang sudah produksi harus sudah melakukan permunnian konsentrat.
Penegasan itu diperkuat oleh pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2010 sebagai aturan pelaksana dari Undang Undang Pertambangan Minerba itu.
"Dari sisi lain, Newmont belum mampu melaksanakan amanat undang undang itu, karena smelter di dalam negeri belum memadai, dan itu akan berdampak pada lonjakan angka pengangguran, sehingga diperlukan solusi terbaik," ujarnya.
Menurut Amin, tentunya pemerintah pusat yang berkewenangan menyikapi permasalahan tersebut dan pemerintah daerah di NTB hanya bisa menanyakan solusinya.
Solusi yang mungkin dicapai yakni perubahan aturan atas larangan ekspor konsentrat perusahaan tambang emas dan tembaga PT PTNNT, yang harus diterbitkan pemerintah pusat sebelum 12 Januari 2014.
Sebelumnya, Pemprov NTB mendapat informasi bahwa sedang digodok perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2010 sebagai aturan pelaksana dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
PP Nomor 7 itu tengah diubah/direvisi, yang antara lain memperjelas pengertian bahan mentah hasil tambang yang dilarang untuk diekspor, namun bahan mentah itu tidak termasuk konsentrat yang sudah melalui proses pengolahan, meskipun belum sampai tahap pemurnian.
Perubahan PP itu dianggap paling mungkin, mengingat penerbitan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang undang) relatif rumit dan membutuhkan waktu yang cukup.
Terkait larangan ekspor konsentrat sesuai amanat Undang Undang Minerba yang dipertegas dalam PP Nomor 7 itu sempat menimbulkan kecemasan di kalangan karyawan PTNNT, hingga mencuat aksi unjuk rasa dan upaya mendatangi Pemprov NTB.
PTNNT adalah perusahaan tambang tembaga dan emas yang beroperasi berdasarkan Kontrak Karya generasi IV yang ditandatangani pada 2 Desember 1986.
Sejak beroperasi penuh di Indonesia pada tahun 2000, total kontribusi ekonomi PTNNT mencapai sekitar Rp90 triliun yang meliputi pembayaran pajak dan non-pajak, royalti, gaji karyawan, pembelian barang dan jasa dalam negeri, serta dividen bagi pemegang saham nasional.
Selain itu, PTNNT juga telah melaksanakan program-program tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang dengan dana rata-rata Rp50 miliar per tahun. Saat ini PTNNT mempekerjakan lebih dari 4.000 karyawan dan 5.000-an kontraktor. (*)