Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memperjelas isi rancangan peraturan daerah (raperda) yang mengatur tentang kawasan tanpa rokok, dalam sidang paripurna DPRD dengan agenda jawaban gubernur atas pemandangan umum fraksi-fraksi, yang digelar di Mataram, Rabu.
Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin, mewakili Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, guna menjawab semua pertanyaan fraksi-fraksi di DPRD NTB terkait raperda kawasan tanpa rokok itu.
Terhadap pertanyaan Fraksi Partai Golkar mengenai pengendalian rokok ditempat-tempat tertentu, di dalam ruangan atau di luar ruangan, seperti upacara adat, pesta perkawinan, kegiatan-kegiatan keagamaan, karnaval dan sebagainya, dijelaskan bahwa dalam raperda itu telah dijelaskan mengenai batasan pengertiannya.
Amin mengatakan, kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Sementara tempat khusus merokok adalah ruang atau area yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok, yang berada di dalam kawasan tanpa rokok.
Sedangkan kawasan yang 100 persen bebas rokok, meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum.
"Untuk tempat kerja dan tempat umum, pimpinan dan/atau penanggung jawab, wajib menyediakan tempat khusus merokok," ujarnya.
Terhadap pertanyaan mengenai peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penyidikan pelanggaran kawasan tanpa rokok, dijelaskan bahwa PPNS berperan sepanjang ada pelanggaran terhadap peraturan daerah kawasan tanpa rokok.
Namun, diatur zonasinya terkait pembinaan dan pengawasan, serta penegakan hukum oleh satuan tugas.
Mengenai pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), tentang peran aktif lembaga keagamaan dan organisasi masyarakat dalam implementasi perda kawasan tanpa rokok, Amin menjelaskan bahwa peran serta masyarakat termasuk lembaga keagamaan, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga lainnya.
Mengenai pengaturan iklan rokok, dijelaskan bahwa kawasan tanpa rokok yang selanjutnya disingkat KTR merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Terhadap pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI) Perjuangan, mengenai efektifitas pemberlakuan raperda tersebut, Amin menjelaskan bahwa raperda itu mengatur tentang kawasan/tempat orang merokok, namun bukan berarti melarang sepenuhnya orang merokok atau menanam tembakau.
Terhadap saran Faksi Kebangkitan Nurani Rakyat, agar perda kawasan tanpa rokok diberlakukan secara bertahap, dijelaskan bahwa tahapan implementasi peraturan daerah kawasan tanpa rokok, yakni tahapan sosialisasi, tahapan penyiapan sarana dan prasarana tempat khusus merokok, dan tahapan penerapan sanksi.
Pembahasan raperda kawasan tanpa rokok itu, mulai digelar pada 9 Januari 2014, yang diawali dengan sidang paripurna dengan agenda pengajuan dan penjelasan latar belakang raperda tersebut oleh Gubernur NTB.
Raperda tentang kawasan tanpa rokok itu merupakan salah satu upaya dalam pembangunan bidang kesehatan yang dapat ditempuh melalui peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pola perilaku hidup bersih dan sehat.
Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup yang sehat, serta terus berkembangnya kewaspadaan dini terhadap bahan berbahaya dan dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan.
Raperda kawasan tanpa asap rokok itu sudah disiapkan Pemprov NTB sejak 2010, berdasarkan instruksi Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi yakni segera menyiapkan regulasi yang mengatur tentang larangan merokok di tempat umum.
Acuan hukum penggodokan raperda itu yakni Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Namun, baru bisa dirampungkan berbagai kajiannya untuk penyempurnaan naskah raperda, kemudian diajukan ke DPRD NTB awal 2014. (*)
Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin, mewakili Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, guna menjawab semua pertanyaan fraksi-fraksi di DPRD NTB terkait raperda kawasan tanpa rokok itu.
Terhadap pertanyaan Fraksi Partai Golkar mengenai pengendalian rokok ditempat-tempat tertentu, di dalam ruangan atau di luar ruangan, seperti upacara adat, pesta perkawinan, kegiatan-kegiatan keagamaan, karnaval dan sebagainya, dijelaskan bahwa dalam raperda itu telah dijelaskan mengenai batasan pengertiannya.
Amin mengatakan, kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Sementara tempat khusus merokok adalah ruang atau area yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok, yang berada di dalam kawasan tanpa rokok.
Sedangkan kawasan yang 100 persen bebas rokok, meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum.
"Untuk tempat kerja dan tempat umum, pimpinan dan/atau penanggung jawab, wajib menyediakan tempat khusus merokok," ujarnya.
Terhadap pertanyaan mengenai peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penyidikan pelanggaran kawasan tanpa rokok, dijelaskan bahwa PPNS berperan sepanjang ada pelanggaran terhadap peraturan daerah kawasan tanpa rokok.
Namun, diatur zonasinya terkait pembinaan dan pengawasan, serta penegakan hukum oleh satuan tugas.
Mengenai pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), tentang peran aktif lembaga keagamaan dan organisasi masyarakat dalam implementasi perda kawasan tanpa rokok, Amin menjelaskan bahwa peran serta masyarakat termasuk lembaga keagamaan, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga lainnya.
Mengenai pengaturan iklan rokok, dijelaskan bahwa kawasan tanpa rokok yang selanjutnya disingkat KTR merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Terhadap pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI) Perjuangan, mengenai efektifitas pemberlakuan raperda tersebut, Amin menjelaskan bahwa raperda itu mengatur tentang kawasan/tempat orang merokok, namun bukan berarti melarang sepenuhnya orang merokok atau menanam tembakau.
Terhadap saran Faksi Kebangkitan Nurani Rakyat, agar perda kawasan tanpa rokok diberlakukan secara bertahap, dijelaskan bahwa tahapan implementasi peraturan daerah kawasan tanpa rokok, yakni tahapan sosialisasi, tahapan penyiapan sarana dan prasarana tempat khusus merokok, dan tahapan penerapan sanksi.
Pembahasan raperda kawasan tanpa rokok itu, mulai digelar pada 9 Januari 2014, yang diawali dengan sidang paripurna dengan agenda pengajuan dan penjelasan latar belakang raperda tersebut oleh Gubernur NTB.
Raperda tentang kawasan tanpa rokok itu merupakan salah satu upaya dalam pembangunan bidang kesehatan yang dapat ditempuh melalui peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pola perilaku hidup bersih dan sehat.
Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup yang sehat, serta terus berkembangnya kewaspadaan dini terhadap bahan berbahaya dan dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan.
Raperda kawasan tanpa asap rokok itu sudah disiapkan Pemprov NTB sejak 2010, berdasarkan instruksi Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi yakni segera menyiapkan regulasi yang mengatur tentang larangan merokok di tempat umum.
Acuan hukum penggodokan raperda itu yakni Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Namun, baru bisa dirampungkan berbagai kajiannya untuk penyempurnaan naskah raperda, kemudian diajukan ke DPRD NTB awal 2014. (*)