Mataram (Antara Mataram) - Kantor Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Nusa Tenggara Barat masih mempelajari permasalahan asuransi tenaga kerja Indonesia yang terus terulur sebelum lembaga pengawas keuangan itu terbentuk.

"Saya belum pahami permasalahannya, mungkin secara bertahap ya, beberapa waktu ke depan kami sikapi," kata kata Kepala Kantar OJK Provinsi NTB Yusri, di Mataram, Selasa.

K-OJK Provinsi NTB merupakan bagian dari 29 kantor OJK yang terbentuk di Indonesia, dan K-OJK NTB menginduk ke Kantor Regional OJK Surabaya Jawa Timur.

Lima kantor regional OJK lainnya yang semua menginduk ke kantor pusat di Jakarta, berlokasi di Semarang (Jawa Tengah), Jakarta, Makasar (Selawesi Selatan), Bandung (Jawa Barat), dan Medan (Sumatera Utara).

Yusri meyakini ia dan rekannya-rekannya di K-OJK NTB akan mampu menyelesaikan permasalahan asuransi TKI itu, karena mereka sebelumnya merupakan pengawas perbankan.

Sebelumnya, Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB ikut memperjuangkan klaim asuransi sebanyak 29 orang TKI yang diabaikan Konsorsium Proteksi TKI setelah konsorsium itu dibekukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

"Kami akan memperjuangkannya, saya minta Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berkoordinasi dengan pihak terkait (terumasuk OJK) kemudian mengambil langkah-langkah nyata," ujar Amin.

Ia mengatakan, apa yang menjadi hak masyarakat harus diperjuangkan oleh pemerintah, namun harus tetap mengedepankan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Sedangkan Kepala PT Paladin International Cabang NTB HM Muazzim Akbar mengatakan, Konsorsium Proteksi TKI telah mengabaikan klaim asuransi dari ahli waris sebanyak 29 orang TKI asal NTB yang meninggal dunia.

"Konsorsium Proteksi TKI tidak mau membayar klaim asuransi 29 TKI NTB itu, sehingga kami terpaksa menyurati OJK untuk meminta bantuan difasilitasi menyelesaikan masalah ini," ujarnya.

PT Paladin International merupakan bagian dari Konsorsium Proteksi TKI, sehingga PT Paladin Internasional Cabang NTB terlibat langsung dalam penerimaan premi asuransi TKI kemudian menyetor ke Konsorsium Protek TKI.

Pada Juli 2013, Kemenakertrans memcabut dua surat keputusan atas dua konsorsium asuransi TKI, yakni Konsorsium Proteksi TKI yang diketuai PT Asuransi Central Asia Raya dan Pialang Asuransi TKI.

Pencabutan surat keputusan atau pembekuan dua konsorsium TKI itu didasarkan pada temuan OJK yakni dugaan ketidakpantasan pengelolaan dana asuransi, ketika OJK memeriksa laporan pialang perusahaan asuransi yang tergabung pada Konsorsium Proteksi TKI.

OJK kemudian membubarkan dan menghentikan operasi konsorsium asuransi TKI itu, karena menilai para TKI membayar premi terlalu besar namun pengelolaannya tidak lazim.

Bersamaan dengan itu, Kemenakertrans menetapkan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru, menggantikan Konsorsium Proteksi TKI dan Pialang Asuransi TKI yang sebelumnya dibekukan.

Tiga konsorsium asuransi yang dibentuk ini yakni Konsorsium Jasindo dengan ketua PT Jasindo, Konsorsium Astindo dengan ketua PT Asuransi Adira Dinamika, dan Konsorsium Mitra TKI dengan ketua PT Asuransi Sinar Mas.

Tiga keputusan menteri yang menjadi landasan hukum pembentukan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru itu, secara resmi ditandatangani Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar pada 30 Juli 2013.

Meskipun Konsorsium Proteksi TKI telah resmi dibekukan, PT Asuransi Central Asia Raya tetap beroperasi di bidang asuransi TKI yang tergabung pada salah satu dari tiga konsorsium TKI yang baru itu.

Namun, PT Asuransi Central Asia Raya yang dulunya mengkoordinir Konsorsium Proteksi TKI, enggan membayar klaim asuransi 29 orang TKI asal NTB, yang meninggal dunia di 2012 dan 2013.

Muazzim mengatakan, alasan tidak dibayarnya klaim asuransi yang total nilainya mencapai Rp2 miliar lebih itu, yakni kematian para TKI tersebut dianggap sebagai kematian akibat penyakit bawaan.

Nilai klaim asuransi TKI yang meninggal dunia itu yakni sebesar Rp55 juta/orang jika meninggal di 2012 dan sebesar Rp80 juta/orang jika meninggal di 2013, karena ada perubahan regulasi nilai santunan kematian TKI.

"Ini yang janggal karena dulu semua TKI yang meninggal dunia dibayar klaim asuransinya, sekarang karena Konsorsium Proteksi TKI sudah dibekukan, lalu mereka enggan membayar. Makanya, kami surati OJK," ujarnya.

Muazzim mengakui, dalam tiga tahun terakhir sebelum Konsorsium Proteksi TKI dibekukan, pihaknya (PT Paladin Internasional Cabang NTB) menyetor dana premi asuransi TKI NTB sebesar Rp39,5 miliar lebih, dan pembayaran klaim asuransi sepanjang itu hanya Rp3,5 miliar lebih, sehingga masih terdapat kelebihan sebesar Rp36 miliar lebih.

Karena itu, ia sangat menyayangkan sikap PT Asuransi Central Asia Raya selaku ketua Konsorsium Proteksi TKI, yang mengabaikan klaim asuransi 29 orang TKI asal NTB itu.

Muazzim pun berharap, OJK ikut membantu menyelesaikan masalah tersebut, demi kenyamanan dan ketenangan hidup para ahli waris dari 29 orang TKI yang telah meninggal dunia itu.

"Kalau PT Asuransi Central Asia Raya tidak juga membayar klaim asuransi itu dalam tahun ini, maka kami minta OJK bekukan perusahaan asuransi itu yang kini masih beroperasi untuk asuransi TKI namun tergabung dalam konsorsium yang baru," ujarnya. (*)

Pewarta : Oleh Anwar Maga
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024