Mataram (Antara Mataram) - Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) mengutus tim dari Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) untuk mengobservasi calon lokasi ibukota Provinsi Pulau Sumbawa (PPS).
"Tim Kemdagri itu tengah berada di lapangan, sejak hari ini hingga tiga hari ke depan," kata Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Setda NTB Muhammad Mahdi, di Mataram, Selasa.
Tim itu dikoordinir Kepala Sub Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemdagri Budi S Sudarmadi, dan beranggotakan dua orang.
DPOD dibentuk oleh Presiden dan bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah.
Mahdi mengatakan, selain melihat langsung calon lokasi ibukota PPS, utusan DPOD itu juga mengajak para bupati/wali kota di Pulau Sumbawa untuk berdiskusi terkait upaya pembentukan daerah otonom baru di tingkat provinsi itu.
Kabupaten/kota yang akan menjadi bagian dari PPS yakni Kabupaten Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.
Letak ibukota PPS direncanakan di Kota Samawa Rea, bagian dari wilayah Kabupaten Sumbawa, namun hingga kini upaya pembentukan Kota Samawa Rea pun belum rampung.
"Sesuai ketentuan perundang-undangan calon ibukota provinsi harus di wilayah perkotaan atau bagian dari kota di suatu wilayah provinsi, sehingga kalau hendak di Samawa Rea, maka harus ada pembentukan wilayah kota," ujarnya.
Setelah observasi pada 11-13 Maret 2014, tim Kemdagri itu akan membawa hasilnya ke meja rapat DPOD, yang dijadwalkan pada 15 Maret.
Direncanakan, proses akhir pembentukan PPS itu pada sidang paripurna DPR yang diagendakan Mei 2014.
Secara bertahap, DPR akan menggelar sidang penetapan terhadap sebanyak 65 daerah otonom baru yang sudah disetujui Presiden, termasuk yang ada di NTB yakni provinsi baru PPS dan Kabupaten Lombok Selatan.
Upaya pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa itu diprakarsai KP3S yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang diundangkan tanggal 10 Desember 2007.
PP 78/2007 itu menyempurnakan proses pembentukan otonomi daerah dan menempatkan proses pemekaran daerah pada jalur yang benar sesuai koridor Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (*)
"Tim Kemdagri itu tengah berada di lapangan, sejak hari ini hingga tiga hari ke depan," kata Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Setda NTB Muhammad Mahdi, di Mataram, Selasa.
Tim itu dikoordinir Kepala Sub Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemdagri Budi S Sudarmadi, dan beranggotakan dua orang.
DPOD dibentuk oleh Presiden dan bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah.
Mahdi mengatakan, selain melihat langsung calon lokasi ibukota PPS, utusan DPOD itu juga mengajak para bupati/wali kota di Pulau Sumbawa untuk berdiskusi terkait upaya pembentukan daerah otonom baru di tingkat provinsi itu.
Kabupaten/kota yang akan menjadi bagian dari PPS yakni Kabupaten Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.
Letak ibukota PPS direncanakan di Kota Samawa Rea, bagian dari wilayah Kabupaten Sumbawa, namun hingga kini upaya pembentukan Kota Samawa Rea pun belum rampung.
"Sesuai ketentuan perundang-undangan calon ibukota provinsi harus di wilayah perkotaan atau bagian dari kota di suatu wilayah provinsi, sehingga kalau hendak di Samawa Rea, maka harus ada pembentukan wilayah kota," ujarnya.
Setelah observasi pada 11-13 Maret 2014, tim Kemdagri itu akan membawa hasilnya ke meja rapat DPOD, yang dijadwalkan pada 15 Maret.
Direncanakan, proses akhir pembentukan PPS itu pada sidang paripurna DPR yang diagendakan Mei 2014.
Secara bertahap, DPR akan menggelar sidang penetapan terhadap sebanyak 65 daerah otonom baru yang sudah disetujui Presiden, termasuk yang ada di NTB yakni provinsi baru PPS dan Kabupaten Lombok Selatan.
Upaya pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa itu diprakarsai KP3S yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang diundangkan tanggal 10 Desember 2007.
PP 78/2007 itu menyempurnakan proses pembentukan otonomi daerah dan menempatkan proses pemekaran daerah pada jalur yang benar sesuai koridor Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (*)