Mataram (Antara Mataram) - DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok menjadi perda, dalam sidang paripurna, yang digelar di Mataram, Rabu.
Sidang paripurna itu dipimpin oleh Ketua DPRD NTB H Lalu Sujirman, yang dihadiri Wakil Gubernur NTB H Badrul Munir, dan sejumlah pimpinan instansi vertikal maupun horizontal di wilayah NTB.
Penetapan raperda menjadi perda itu, dilakukan setelah mendapat persetujuan dari peserta sidang, yang telah mendengar paparan dari Panitia Khusus (Pansus) Raperda Kawasan Tanpa Rokok, yang disampaikan juru bicaranya H Marinah Hardy.
"Dengan ini, kami menyampaikan persetujuan penetapan raperda menjadi perda kawasan tanpa rokok," kata Sujirman sembari mengetuk palu tanda setuju setelah mendapat persetujuan dari peserta sidang.
Sebelum ditetapkan, Marinah memaparkan bahwa naskah raperda itu dinyatakan rampung dan dibawa ke sidang paripurna DPRD NTB setelah ditempuh upaya sistematis dan konstruktif, melalui berbagai langkah strategis, seperti melakukan kajian akademik, kajian empirik, study lapangan dan study komparatif.
Acuan hukum pembahasan regulasi itu antara lain Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, yang masih berlaku.
Dalam undang-undang kesehatan, pasal 115 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
"Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dengan berbagai saran positif dan konstruktif terhadap raperda kawasan tanpa rokok ini, akhirnya kami berpendapat bahwa raperda ini dapat ditetapkan menjadi perda," ujar Marinah.
Raperda kawasan tanpa rokok itu sudah disiapkan sejak 2010, berdasarkan instruksi Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi yakni segera menyiapkan regulasi yang mengatur tentang larangan merokok di tempat umum.
Gubernur menginginkan kebiasaan merokok di sembarang tempat dihentikan, sehingga dibutuhkan perda untuk mempedomani kebijakan tersebut.
Bahkan, Gubernur NTB itu telah menerbitkan produk hukum tentang larangan merokok di tempat umum, yang berbentuk Surat Edaran (SE), yang kemudian ditindaklanjuti dengan penggodokan raperda kawasan tanpa asap rokok.
Penjabaran tempat umum dalam larangan merokok itu yakni rumah sakit, sekolah dan tempat umum lainnya seperti ruang umum di Kantor Gubernur NTB, dan di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemprov NTB.
Sebagai penyeimbangnya, Pemerintah Provinsi NTB akan membangun ruang khusus merokok seperti yang ada di bandara dan sejumlah lokasi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, jika regulasi itu mulai diberlakukan.
Dengan demikian, Pemprov NTB telah memiliki regulasi kawasan tanpa rokok, meskipun merupakan daerah penghasil bahan baku rokok terbesar untuk stok nasional, yakni tembakau virginia.
Produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48 ribu ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.
Potensi areal tanam tembakau virginia di wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok, mencapai 58.516 hektare (ha). Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur.
Masa produksi selama lima bulan dengan pelibatan pelaku usaha tani sebanyak 23 ribu orang dan 18 unit perusahaan pengelola tembakau sebagai mitra petani dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 154 ribu orang.
Namun, sejauh ini tembakau virginia produk NTB yang dikirim ke luar daerah berbentuk krosok dalam kemasan khusus (peti kemas yang memiliki pengaturan suhu) sebagai bahan baku industri karena belum ada pabrik rokok.
Harga bahan baku tembakau virginia produk NTB yang diantarpulaukan lebih dari 20 perusahaan mitra petani tembakau itu berbentuk krosok berkisar antara Rp16 ribu hingga Rp25 ribu/kilogram. (*)
Sidang paripurna itu dipimpin oleh Ketua DPRD NTB H Lalu Sujirman, yang dihadiri Wakil Gubernur NTB H Badrul Munir, dan sejumlah pimpinan instansi vertikal maupun horizontal di wilayah NTB.
Penetapan raperda menjadi perda itu, dilakukan setelah mendapat persetujuan dari peserta sidang, yang telah mendengar paparan dari Panitia Khusus (Pansus) Raperda Kawasan Tanpa Rokok, yang disampaikan juru bicaranya H Marinah Hardy.
"Dengan ini, kami menyampaikan persetujuan penetapan raperda menjadi perda kawasan tanpa rokok," kata Sujirman sembari mengetuk palu tanda setuju setelah mendapat persetujuan dari peserta sidang.
Sebelum ditetapkan, Marinah memaparkan bahwa naskah raperda itu dinyatakan rampung dan dibawa ke sidang paripurna DPRD NTB setelah ditempuh upaya sistematis dan konstruktif, melalui berbagai langkah strategis, seperti melakukan kajian akademik, kajian empirik, study lapangan dan study komparatif.
Acuan hukum pembahasan regulasi itu antara lain Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, yang masih berlaku.
Dalam undang-undang kesehatan, pasal 115 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
"Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dengan berbagai saran positif dan konstruktif terhadap raperda kawasan tanpa rokok ini, akhirnya kami berpendapat bahwa raperda ini dapat ditetapkan menjadi perda," ujar Marinah.
Raperda kawasan tanpa rokok itu sudah disiapkan sejak 2010, berdasarkan instruksi Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi yakni segera menyiapkan regulasi yang mengatur tentang larangan merokok di tempat umum.
Gubernur menginginkan kebiasaan merokok di sembarang tempat dihentikan, sehingga dibutuhkan perda untuk mempedomani kebijakan tersebut.
Bahkan, Gubernur NTB itu telah menerbitkan produk hukum tentang larangan merokok di tempat umum, yang berbentuk Surat Edaran (SE), yang kemudian ditindaklanjuti dengan penggodokan raperda kawasan tanpa asap rokok.
Penjabaran tempat umum dalam larangan merokok itu yakni rumah sakit, sekolah dan tempat umum lainnya seperti ruang umum di Kantor Gubernur NTB, dan di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemprov NTB.
Sebagai penyeimbangnya, Pemerintah Provinsi NTB akan membangun ruang khusus merokok seperti yang ada di bandara dan sejumlah lokasi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, jika regulasi itu mulai diberlakukan.
Dengan demikian, Pemprov NTB telah memiliki regulasi kawasan tanpa rokok, meskipun merupakan daerah penghasil bahan baku rokok terbesar untuk stok nasional, yakni tembakau virginia.
Produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48 ribu ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.
Potensi areal tanam tembakau virginia di wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok, mencapai 58.516 hektare (ha). Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur.
Masa produksi selama lima bulan dengan pelibatan pelaku usaha tani sebanyak 23 ribu orang dan 18 unit perusahaan pengelola tembakau sebagai mitra petani dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 154 ribu orang.
Namun, sejauh ini tembakau virginia produk NTB yang dikirim ke luar daerah berbentuk krosok dalam kemasan khusus (peti kemas yang memiliki pengaturan suhu) sebagai bahan baku industri karena belum ada pabrik rokok.
Harga bahan baku tembakau virginia produk NTB yang diantarpulaukan lebih dari 20 perusahaan mitra petani tembakau itu berbentuk krosok berkisar antara Rp16 ribu hingga Rp25 ribu/kilogram. (*)