Purwokerto (ANTARA) - Pakar pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Totok Agung Dwi Haryanto mengingatkan dampak fenomena El Nino terhadap sektor pertanian khususnya tanaman pangan harus diantisipasi sejak dini.

"El Nino dan La Nina merupakan dua fenomena iklim yang biasa terjadi secara periodik, sehingga mestinya pihak-pihak yang berkepentingan sudah bisa melakukan antisipasi dan prediksi serta bisa mengambil langkah-langkah yang harus dilakukan," kata Totok di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu sore.

Dalam hal ini, kata dia, fenomena El Nino adalah kondisi musim kemarau menjadi lebih panjang dan sebaliknya, La Nina mengakibatkan musim hujan seakan menjadi lebih lama karena hujan tetap turun meskipun sedang kemarau.

Terkait dengan langkah yang harus dilakukan dalam menghadapi ancaman El Nino yang diprediksi terjadi pada musim kemarau tahun 2023, dia mengatakan hal itu di antaranya mempersiapkan sumur-sumur pantek di wilayah-wilayah yang akan mengalami dampak pemanjangan musim kering. "Kemudian yang kedua untuk jangka panjang mestinya membangun embung untuk menampung air hujan mumpung masih musim hujan," jelasnya.

Selain itu, kata dia, menyiapkan jenis-jenis tanaman pangan yang lebih adaptif terhadap kekeringan, yakni mengganti jenis-jenis varietas tanaman yang biasa ditanam dengan varietas-varietas yang tahan terhadap kondisi kering.

Menurut dia, kegiatan perawatan saluran irigasi yang biasa dilakukan setiap musim kemarau juga perlu dilaksanakan sedini mungkin agar ketika debit airnya sudah mulai menyusut masih bisa mengalir dengan baik ke saluran sekunder maupun tersier hingga area persawahan.

"Saluran irigasi memang harus dirawat. Namun dalam menghadapi ancaman kemarau panjang ini, perawatannya harus dilakukan lebih awal agar ketika debit airnya mulai menyusut masih bisa mengalir dengan baik, tidak hilang di tengah jalan karena saluran irigasi rusak," tegas Guru Besar Fakultas Pertanian Unsoed itu. Totok mengatakan para pemangku kepentingan juga perlu mencoba teknologi hujan buatan yang lebih tepat sasaran, sehingga diharapkan bisa turun di wilayah-wilayah yang diprediksi akan terjadi kekeringan.

Sementara bagi petani yang sudah selesai panen padi untuk musim tanam Oktober-Maret, kata dia, diimbau untuk mempercepat masa tanam musim berikutnya agar terhindar dari kekeringan.

Menurut dia, percepatan masa tanam itu dilakukan melalui penyiapan pembibitan pada waktu yang berhimpitan dengan masa panen. Dengan demikian ketika masa panen selesai, lanjut dia, lahan sawahnya langsung diolah dan bisa segera ditanami kembali.

"Atau kemudian menggunakan teknologi 'Superbodi' yang sudah saya perkenalkan untuk budi daya tanaman kacang-kacangan di wilayah-wilayah yang rawan kekeringan dan tidak bisa mendapatkan pasokan air. 'Superbodi' merupakan akronim dari masukkan benih ke pertengahan bonggol padi," katanya.

Ia mengatakan teknologi "Superbodi" dapat digunakan untuk menanam kacang hijau, kedelai, dan sebagainya di lahan sawah dengan membuat lubang tanam di tengah bonggol tanaman padi yang telah dipanen.

Baca juga: Indonesia berpotensi terkena dampak el nino pada 2024
Baca juga: Petani di NTT diminta perbanyak tanam holtikultura

Menurut dia, tinggi bonggol tanaman padi yang digunakan untuk menanam tanaman kacang-kacangan itu sekitar 1,5 centimeter. "Walaupun kemarau panjang, kelembaban yang ada di sekitar bonggol padi termasuk sisa tanaman padi beserta akarnya masih mampu menyuplai kelembapan dan ketersediaan air bagi tanaman kacang-kacangan sampai saatnya panen," jelasnya.

Ia mengatakan hal itu disebabkan usia tanaman kacang hijau pendek atau sekitar 2 bulan serta kedelai dan kacang tanah usianya hampir 3 bulan, sehingga bisa dipanen sebelum kekeringan. Akan tetapi jika kacang-kacangan tersebut ditanam di tanah, kata dia, tanahnya akan retak ketika kekeringan yang mengakibatkan akar tanamannya patah, sehingga tanaman menjadi layu "Jika kacang-kacangan ditanam di bonggol padi sisa panen, tanaman itu akan mampu tumbuh dan berkembang hingga masa panen walaupun kemarau," tegas Totok.

Khusus untuk tanaman kedelai, kata dia, petani bisa memilih varietas lokal yang bagus karena banyak pilihannya atau menanam kedelai yang berumur pendek. Dengan menanam kedelai, lanjut dia, petani turut menjaga ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan ketersediaan komoditas tersebut. 


 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024