Mataram,  (Antara) - Dewan Pengurus Cabang Partai Gerakan Indonesia Raya Kabupaten Dompu tetap menginginkan Pemilihan Umum Kepala Daerah dilakukan melalui DPRD, karena jika dilakukan secara langsung, akan merugikan daerah dari sisi sosial dan ekonomi masyarakat.

"Sisi mudharat Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) langsung lebih besar dibandingkan tidak langsung atau melalui DPRD," kata Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPRD Kabupaten Dompu Didi Wahyudin di Mataram, Minggu.

Menurut dia, berbagai sisi negatif yang ditimbulkan Pilkada secara langsung adalah penataan birokrasi yang sangat politis atau tergantung dari pada jasa, dan bukan pada profesionalimse para birokrasi.

"Siapa yang dianggap paling berjasa oleh bupati terpilih, dia bisa saja diangkat dari eselon kecil menjadi eselon tinggi," ujarnya.

Dampak negatif lainnya adalah dari sisi sosial masyarakat. Menurut dia, Pilkada secara langsung memberikan pembelajaran yang semakin buruk kepada masyarakat karena adanya permainan politik uang yang tinggi, sehingga tidak ada pekerjaan lain bagi masyarakat.

Selain itu, dari sisi ketegasan bupati terpilih terhadap masyarakat cenderung elastis.

Kenapa demikian, lanjut Ketua Sementara DPRD Kabupaten Dompu, ini karena bupati terpilih takut tidak terpilih kembali jika mengeluarkan kebijakan yang tegas.

Didi mencontohkan dalam mengamankan hutan lindung. Kawasan hutan lindung bisa saja dibabat oleh masyarakat demi kepentingan politik. Kepala daerah terkadang enggan melakukan peneguran karena dikhawatirkan tidak akan dipilih lagi untuk periode berikutnya.

Dampak lainnya adalah keuangan negara lebih besar terserap. Di Kabupaten Dompu saja bisa mencapai Rp20 miliar dana APBD yang dicadangkan untuk menggelar Pilkada langsung, sedangkan jika Pilkada tidak langsung bisa ditekan hingga Rp2 miliar.

"Kalau uang Rp20 miliar untuk Pilkada langsung itu dialihkan untuk kepentingan rakyat, seperti membangun infrastruktur dan program ekonomi kerakyatan. Itu kan sangat besar manfaatnya karena menyentuh langsung ke masyarakat," ucapnya.

Bupati yang lahir dari Pilkada langsung, menurut dia, juga lebih banyak bersikap otoriter, meskipun tidak semuanya. Mereka tidak mau mendengarkan DPRD karena menganggap diri raja kecil yang tidak bertanggung jawab terhadap DRPD, melainkan ke publik.

Oleh sebab itu, kata Didi, dengan tidak mengeyampingkan kepentingan kelompok-kelompok kecil masyarakat, pihaknya menginginkan agar Peraturan Perundang-Undangan (Perppu) Undang-Undang Pilkada yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ditolak oleh DPR.

"Kami di daerah meminta kepada Koalisi Merah Putih (KMP) untuk konsiten mempertahakan UU Pilkada tidak Langsung yang sudah mereka sahkan. KMP di Kabupaten Dompu yang memiliki 20 kursi di DPRD juga solid dan kami juga tetap menunggu instruksi dari pusat," katanya.

Pewarta : Awaludin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024