Jakarta (ANTARA) -
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr. Utojo Lubiantori Sp.JP mengatakan penggunaan teknologi IntraVascular UltraSound (IVUS) dan Optical Cohorence Tomography (OCT) penting dilakukan untuk ketepatan dan akurasi dalam pemasangan stent pada sumbatan pembuluh darah penyebab penyakit jantung.
"Bagian dalam pembuluh arteri hanya dapat dilihat dengan dua alat, IntraVascular UltraSound (IVUS) dan Optical Cohorence Tomography (OCT), di situ bisa diketahui berapa ukuran yang dibutuhkan untuk memasang stent agar jalur pembuluh darah bisa melebar," ucapnya dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Selasa.
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini menjelaskan teknologi IVUS sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an. Teknologi ini menerapkan sistem Ultrasonografi (USG) atau gelombang suara intravaskuler untuk melihat bagian dalam pembuluh darah.
Pencitraan yang dihasilkan bisa mendeteksi kedalaman dinding pembuluh darah dan berapa ukuran yang dibutuhkan untuk memasang stent. Sedangkan OCT merupakan teknologi yang sudah ada sejak tahun 2000an, yang memberikan citra lebih berwarna dengan inframerah. Dari pengamatan ini akan terlihat sumbatan dalam lubang pembuluh darah lebih detail.
IVUS ataupun OCT dipakai pada saat tindakan kateterisasi atau balonisasi yang disebut Percutaneous Coronary Intervention (PCI) yang merupakan tindakan nonmedis. "IVUS dan OCT adalah tindakan PCI bukan bypass, tindakan nonmedis untuk melebarkan pembuluh darah. Tindakan PCI risikonya jauh lebih kecil dan pengerjaannya satu sampai dua hari dibandingkan bypass yang berbulan-bulan," kata Utojo.
Utojo menjelaskan perlunya pemasangan stent pada jantung dengan menggunakan IVUS dan OCT karena kateterisasi hanya dapat mendeteksi pemasangan stent di tempat yang tersumbat saja, namun tidak bisa diketahui jika ada pembekuan darah di dalam dinding pembuluh darah. Sehingga tidak bisa diketahui komplikasi yang akan terjadi pada saat tindakan atau pasca tindakan.
Pemasangan yang stent tidak sesuai dengan ukuran pada pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah yang dapat berakibat fatal hingga meninggal.
"Ekpansi stent harus sempurna supaya obatnya bisa bekerja dan tidak restenosis (penyumbatan) ataupun pembekuan darah. Stent yang tidak pas lebih mudah tersumbat kembali dan bisa fatal, terjadi bekuan darah, serangan jantung sampai kematian," jelas dokter yang praktek di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading ini.
Stent merupakan alat yang digunakan untuk membuka sumbatan pada pembuluh darah penyebab serangan jantung. Alat ini berbahan dasar Cobalt Chromium (CoCr) atau platinum. Bahan ini dinilai lebih baik dari stent berbahan stainless steel karena lebih tipis namun kuat dan visibilitas lebih bagus dan jelas pada pengamatan x-ray.
Baca juga: Kemenkes mendorong pertumbuhan dokter spesialis lewat beasiswa
Baca juga: RI kekurangan dokter dan alat pemeriksaan untuk penyakit jantung
Baca juga: Kemenkes mendorong pertumbuhan dokter spesialis lewat beasiswa
Baca juga: RI kekurangan dokter dan alat pemeriksaan untuk penyakit jantung
Pemasangan stent tidak menimbulkan efek samping ataupun alergi, namun ada risiko kecil yang akan banyak dijumpai seperti pembekuan darah dalam stent yang disebut stent trombosis dan restenosis.
"Paling banyak dijumpai dan bisa berbahaya adalah terbentuk pembekuan darah dalam stent yang disebut stent trombosis. Makanya harus makan obat pengencer darah seumur hidup," ujar dokter yang juga subspesialis kateterisasi jantung dari universitas di Belanda ini. Dengan teknologi IVUS dan OCT pemasangan stent bisa lebih sempurna dan meminimalisasi penyempitan pada pembuluh darah penyebab penyakit jantung.