Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial (KY) memasifkan sosialisasi dan pelibatan berbagai pemangku kepentingan untuk menjaring calon hakim agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN) Khusus Pajak dan calon hakim ad hoc HAM pada Mahkamah Agung.

KY menilai calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak dan calon hakim ad hoc HAM terbilang minim. Karena itu, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah menyebutkan pihaknya akan menggencarkan sosialisasi ke kantong-kantong yang potensial.

“Tentunya, Komisi Yudisial strateginya adalah melakukan sosialisasi dan penjaringan di kantong-kantong yang di situ terdapat calon-calon yang potensial,” kata Siti dalam konferensi pers yang dipantau secara dalam jaringan dari Jakarta, Senin.

Dia mengatakan KY sudah melakukan audiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Melalui audiensi itu, kata Siti, Komnas HAM diharapkan dapat membantu penjaringan terhadap calon hakim ad hoc HAM.

“Beberapa hari yang lalu,  Komisi Yudisial beraudiensi dengan Komnas HAM agar Komnas HAM ikut berkontribusi di mana kantong-kantong peserta yang berminat untuk mengikuti seleksi calon hakim ad hoc HAM,” ujar Siti.

Kendati begitu, Siti memastikan bahwa KY tetap menjaga independensi sebagai lembaga penyeleksi calon hakim. “Begitu juga kita akan lakukan terhadap calon hakim agung, baik itu pidana maupun perdata dan calon hakim agung di Kamar TUN Khusus Pajak,” kata dia.

Juru Bicara (Jubir) KY Miko Ginting mengatakan hal yang sama. Dia memastikan pihaknya tetap menjaga kemandirian lembaga untuk menghindari potensi konflik kepentingan. “Tidak mungkin misalnya Komisi Yudisial diharapkan menghubungi calon-calon tertentu secara individual untuk melakukan pendaftaran. Itu kejauhan karena nanti akan timbul pertanyaan soal konflik kepentingan,” ujar Miko.

Miko menambahkan minimnya peminat calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak dan calon hakim ad hoc HAM disebabkan oleh beberapa hal. Untuk calon hakim ad hoc HAM, kata Miko, kendala yang ditemukan adalah terkait kepastian perkara yang akan ditangani dan persoalan remunerasi.

“Itu salah satu paling utama yang menjadi kendala bagi calon-calon potensial, selain persoalan remunerasi dan seterusnya yang sedang berusaha dipecahkan oleh Mahkamah Agung maupun pemerintah,” kata dia.

Sementara itu, lanjut Miko, kendala yang kerap ditemukan bagi calon hakim Kamar TUN Khusus Pajak adalah terkait regulasi yang mengharuskan calon hakim memiliki latar belakang pendidikan hukum.

“Padahal kita tahu misalnya beberapa calon potensial itu justru memiliki dasar sarjana ekonomi atau bahkan D3 dari STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) khususnya perpajakan,” ujar Miko.

Baca juga: Kejagung hormati putusan hakim terhadap pidana korupsi terhadap Surya Darmadi
Baca juga: KPK periksa mantan Hakim Agung saksi kasus suap di MA

Miko menyebutkan dari berbagai kendala itu, KY akan mendorong sosialisasi dan pelibatan berbagai pemangku kepentingan secara lebih masif, serta tetap menjaga independensi lembaga. “Jadi, yang bisa kami lakukan memang sebisa mungkin adalah melakukan sosialisasi yang masif pada kantong-kantong calon hakim agung maupun calon hakim ad hoc (HAM) di Mahkamah Agung yang potensial,” kata dia.

 

Pewarta : Fath Putra Mulya
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024