Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Bima, Nusa Tenggara Barat, mengajukan upaya hukum kasasi terkait dengan vonis bebas tiga terdakwa korupsi pemotongan dana bantuan sosial (bansos) kebakaran untuk warga terdampak di Kabupaten Bima.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Andi Sudirman melalui sambungan telepon, Selasa, membenarkan bahwa pihaknya sudah mengajukan upaya hukum kasasi dengan memberikan pernyataan secara resmi melalui Pengadilan Negeri Mataram.
"Iya, penuntut umum sudah menyatakan kasasi ke pengadilan," kata Andi.
Tindak lanjut dari adanya pernyataan upaya hukum lanjutan tersebut, dia mengatakan bahwa penuntut umum kini telah merampungkan materi memori kasasi.
"Kalau tidak ada halangan, pada hari Rabu (10/5) kami akan serahkan memori kasasi ke pengadilan," ujarnya.
Tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Bima Septian Heri Saputra sebelumnya menyampaikan bahwa dalam putusan majelis hakim untuk tiga terdakwa ada sejumlah fakta persidangan yang tidak masuk sebagai bahan pertimbangan.
Salah satu fakta tersebut, kata dia, berkaitan dengan tidak adanya surat pertanggungjawaban pencairan dana bansos tahap pertama yang menjadi syarat pencairan tahap kedua.
"Jadi, kalau tidak ada syarat itu, dana tahap kedua tidak bisa dicairkan. Akan tetapi, pada faktanya seluruh dana sudah cair tanpa surat pertanggungjawaban pencairan tahap pertama. Itu ada dalam fakta persidangan," ujar Heri.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa penuntut umum mesti melihat secara lengkap putusan milik tiga terdakwa tersebut. Hal itu pun dikatakan Heri sebagai bagian dari persiapan upaya hukum kasasi.
Tiga terdakwa yang mendapat vonis bebas dari majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram adalah mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima Andi Sirajudin bersama Ismud, mantan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminam Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima Ismud dan Sukardin yang berperan sebagai pendamping penyaluran dana bansos.
Adapun susunan majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas terhadap tiga terdakwa adalah Mukhlasuddin sebagai hakim ketua dengan anggota Mahyudin Igo dan Fadhli Hanra.
Hakim dalam putusan, Senin (17/4), menyatakan bahwa tidak ada menemukan fakta yang berkaitan dengan bukti ketiga terdakwa menerima uang hasil pemotongan dana bansos kebakaran.
Hakim pun menilai uang Rp105 juta itu sebagai bentuk keikhlasan para penerima kepada pihak dinas yang telah membantu membuatkan surat pertanggungjawaban pencairan dana tahap pertama.
Pemberian uang secara ikhlas kepada pihak dinas itu pun dinilai terjadi usai para penerima bantuan menerima kiriman dana ke masing-masing rekening perbankan.
Penuntut umum sebelumnya meminta hakim agar menjatuhkan pidana hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada terdakwa Ismud dan Sukardin.
Khusus Andi Sirajudin, penuntut umum meminta agar hakim menjatuhkan pidana hukuman selama 3 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menuntut hukuman demikian dengan menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 dan 12e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Andi Sudirman melalui sambungan telepon, Selasa, membenarkan bahwa pihaknya sudah mengajukan upaya hukum kasasi dengan memberikan pernyataan secara resmi melalui Pengadilan Negeri Mataram.
"Iya, penuntut umum sudah menyatakan kasasi ke pengadilan," kata Andi.
Tindak lanjut dari adanya pernyataan upaya hukum lanjutan tersebut, dia mengatakan bahwa penuntut umum kini telah merampungkan materi memori kasasi.
"Kalau tidak ada halangan, pada hari Rabu (10/5) kami akan serahkan memori kasasi ke pengadilan," ujarnya.
Tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Bima Septian Heri Saputra sebelumnya menyampaikan bahwa dalam putusan majelis hakim untuk tiga terdakwa ada sejumlah fakta persidangan yang tidak masuk sebagai bahan pertimbangan.
Salah satu fakta tersebut, kata dia, berkaitan dengan tidak adanya surat pertanggungjawaban pencairan dana bansos tahap pertama yang menjadi syarat pencairan tahap kedua.
"Jadi, kalau tidak ada syarat itu, dana tahap kedua tidak bisa dicairkan. Akan tetapi, pada faktanya seluruh dana sudah cair tanpa surat pertanggungjawaban pencairan tahap pertama. Itu ada dalam fakta persidangan," ujar Heri.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa penuntut umum mesti melihat secara lengkap putusan milik tiga terdakwa tersebut. Hal itu pun dikatakan Heri sebagai bagian dari persiapan upaya hukum kasasi.
Tiga terdakwa yang mendapat vonis bebas dari majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram adalah mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima Andi Sirajudin bersama Ismud, mantan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminam Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima Ismud dan Sukardin yang berperan sebagai pendamping penyaluran dana bansos.
Adapun susunan majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas terhadap tiga terdakwa adalah Mukhlasuddin sebagai hakim ketua dengan anggota Mahyudin Igo dan Fadhli Hanra.
Hakim dalam putusan, Senin (17/4), menyatakan bahwa tidak ada menemukan fakta yang berkaitan dengan bukti ketiga terdakwa menerima uang hasil pemotongan dana bansos kebakaran.
Hakim pun menilai uang Rp105 juta itu sebagai bentuk keikhlasan para penerima kepada pihak dinas yang telah membantu membuatkan surat pertanggungjawaban pencairan dana tahap pertama.
Pemberian uang secara ikhlas kepada pihak dinas itu pun dinilai terjadi usai para penerima bantuan menerima kiriman dana ke masing-masing rekening perbankan.
Penuntut umum sebelumnya meminta hakim agar menjatuhkan pidana hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada terdakwa Ismud dan Sukardin.
Khusus Andi Sirajudin, penuntut umum meminta agar hakim menjatuhkan pidana hukuman selama 3 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menuntut hukuman demikian dengan menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 dan 12e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.