Mataram (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) mengingatkan sekolah maupun komite sekolah untuk tidak menarik pungutan uang perpisahan menyusul banyaknya keluhan pungutan uang perpisahan dari masyarakat di beberapa sekolah menjelang berakhirnya tahun ajaran 2022/2023.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman NTB Arya Wiguna mengatakan perpisahan siswa bukan bagian dari rangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sekolah dan komite sekolah tidak boleh memfasilitasi menarik pungutan uang kepada peserta didik maupun orang tua/wali.
"Kami memahami sekolah dan orang tua/wali yang ingin merayakan kelulusan siswa. Namun, apabila kegiatan perpisahan atau wisuda dilakukan dengan cara sekolah dan komite memungut uang, pungutan uang itu termasuk tindakan mal-administrasi dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," ujarnya dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Minggu.
Ia mengatakan dasar acuan satuan pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP) untuk tidak melakukan pungutan adalah Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan.
Dalam Pasal 9 ayat (1) Pemendikbud Nomor 44 tahun2012 tersebut menyebutkan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Kemudian Pasal 181 huruf d PP Nomor 17 tahun 2010 menyebutkan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk tingkat menengah atas pungutan SMA/SMK hanya dalam bentuk Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) berdasarkan Peraturan Gubernur NTB Nomor 44 tahun 2018.
Kemudian Permendikbud RI Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah mengatur Komite Sekolah hanya dapat menggalang dana berupa sumbangan dan bantuan dan itu sama sekali tidak berkaitan dengan perpisahan atau wisuda
"Dengan demikian menurut ketentuan, tidak ada dasar hukum bagi sekolah atau komite sekolah menyelenggarakan perpisahan atau wisuda siswa dengan cara memungut uang dari siswa atau orang tua/wali," tegas Arya Wiguna.
Alasan pihak sekolah untuk mengakomodir keinginan dari sejumlah orang tua/wali siswa untuk melaksanakan acara perpisahan tentu tidak dapat diterima, jika orang tua/wali siswa ingin melaksanakan kegiatan serahkan saja kepada mereka (orang tua/wali siswa), sekolah jangan memfasilitasi hal-hal yang sifatnya pungutan apalagi inisiatif sekolah yang aktif untuk melakukan pungutan perpisahan.
"Sudah ada imbauan dari Dinas Pendidikan agar sekolah tidak menarik uang perpisahan, ya silahkan dipatuhi," ujarnya.
Oleh karena itu Ombudsman mengingatkan kepada sekolah dan Komite Sekolah untuk tidak melakukan pungutan perpisahan atau wisuda. Kalau pun sudah ada pungutan pihaknya meminta untuk segera dikembalikan.
"Terhadap uang perpisahan atau wisuda yang sudah dipungut untuk segera di kembalikan," katanya.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman NTB Arya Wiguna mengatakan perpisahan siswa bukan bagian dari rangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sekolah dan komite sekolah tidak boleh memfasilitasi menarik pungutan uang kepada peserta didik maupun orang tua/wali.
"Kami memahami sekolah dan orang tua/wali yang ingin merayakan kelulusan siswa. Namun, apabila kegiatan perpisahan atau wisuda dilakukan dengan cara sekolah dan komite memungut uang, pungutan uang itu termasuk tindakan mal-administrasi dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," ujarnya dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Minggu.
Ia mengatakan dasar acuan satuan pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP) untuk tidak melakukan pungutan adalah Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan.
Dalam Pasal 9 ayat (1) Pemendikbud Nomor 44 tahun2012 tersebut menyebutkan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Kemudian Pasal 181 huruf d PP Nomor 17 tahun 2010 menyebutkan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk tingkat menengah atas pungutan SMA/SMK hanya dalam bentuk Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) berdasarkan Peraturan Gubernur NTB Nomor 44 tahun 2018.
Kemudian Permendikbud RI Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah mengatur Komite Sekolah hanya dapat menggalang dana berupa sumbangan dan bantuan dan itu sama sekali tidak berkaitan dengan perpisahan atau wisuda
"Dengan demikian menurut ketentuan, tidak ada dasar hukum bagi sekolah atau komite sekolah menyelenggarakan perpisahan atau wisuda siswa dengan cara memungut uang dari siswa atau orang tua/wali," tegas Arya Wiguna.
Alasan pihak sekolah untuk mengakomodir keinginan dari sejumlah orang tua/wali siswa untuk melaksanakan acara perpisahan tentu tidak dapat diterima, jika orang tua/wali siswa ingin melaksanakan kegiatan serahkan saja kepada mereka (orang tua/wali siswa), sekolah jangan memfasilitasi hal-hal yang sifatnya pungutan apalagi inisiatif sekolah yang aktif untuk melakukan pungutan perpisahan.
"Sudah ada imbauan dari Dinas Pendidikan agar sekolah tidak menarik uang perpisahan, ya silahkan dipatuhi," ujarnya.
Oleh karena itu Ombudsman mengingatkan kepada sekolah dan Komite Sekolah untuk tidak melakukan pungutan perpisahan atau wisuda. Kalau pun sudah ada pungutan pihaknya meminta untuk segera dikembalikan.
"Terhadap uang perpisahan atau wisuda yang sudah dipungut untuk segera di kembalikan," katanya.