Mataram, (Antara NTB) - Pengadilan Negeri Mataram, Kamis, menyidangkan kasus dugaan penyimpangan pelaksanaan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif dengan terdakwa H Mahrip, mantan Wakil Bupati Lombok Barat.
Sidang perdana itu dipimpin oleh ketua majelis hakim Sutarno dengan anggota M Idris Moh Amin dan Edward Samosir, sedangkan yang bertindak sebagai jaksa penuntut umum adalah Marollah dari Kejaksaan Negeri Mataram.
Dalam pembacaan dakwaan Mahrip, Marollah menyebutkan bahwa terdakwa diduga telah menyelewengkan uang negara sebanyak Rp431.675.000 melalui pembuatan SPPD fiktif pada masa menjabat sebagai Wakil Bupati Lombok Barat.
"Berdasarkan hasil audit yang diterima dari tim investigasi BPKP NTB, jumlah kerugian negara mencapai Rp431.675.000 terhitung sejak tahun 2009 sampai 2012," kata Marollah.
Selain hasil temuan BPKP NTB, Marollah juga menyebutkan alat bukti lainnya yakni berkas "boarding pass" maupun SPPD fiktif. Diketahui, tercatat sejak tahun 2009 sampai 2012, perjalanan dinas yang dibuat secara fiktif sebanyak 81 kali.
Setelah mendengar pembacaan dakwaan dari JPU, terdakwa mengajukan eksepsi sebelum sidang lanjutan ditetapkan. Terdakwa meminta waktu kepada majelis hakim hingga pekan depan.
Setelah melakukan musyawarah dengan majelis hakim, Sutarno menetapkan sidang lanjutan digelar pada Senin (9/2, pukul 09.00 WITA.
Menurut Edi Rahman, pengacara terdakwa, pengajuan eksepsi dilakukan karena nominal angka yang disebutkan JPU dalam dakwaan itu tidak benar.
"Klien kami ini adalah mantan wakil bupati, tidak mungkin seorang pejabat seperti dia yang mengurus tiket perjalanan dinas ke luar daerah," ucapnya.
Dijelaskannya bahwa yang mengurus tiket atau administrasi perjalanan dinas kliennya selama menjabat sebagai Wakil Bupati Lombok Barat itu adalah ajudannya. "Jadi yang mengetahui biaya perjalanan dinas, baik yang mengajukan besar anggaran maupun mengurus tiket keberangkatan adalah ajudan," katanya.
"Nanti kami akan menjelaskannya pada persidangan lanjutan," ujar Edi Rahman. (*)
Sidang perdana itu dipimpin oleh ketua majelis hakim Sutarno dengan anggota M Idris Moh Amin dan Edward Samosir, sedangkan yang bertindak sebagai jaksa penuntut umum adalah Marollah dari Kejaksaan Negeri Mataram.
Dalam pembacaan dakwaan Mahrip, Marollah menyebutkan bahwa terdakwa diduga telah menyelewengkan uang negara sebanyak Rp431.675.000 melalui pembuatan SPPD fiktif pada masa menjabat sebagai Wakil Bupati Lombok Barat.
"Berdasarkan hasil audit yang diterima dari tim investigasi BPKP NTB, jumlah kerugian negara mencapai Rp431.675.000 terhitung sejak tahun 2009 sampai 2012," kata Marollah.
Selain hasil temuan BPKP NTB, Marollah juga menyebutkan alat bukti lainnya yakni berkas "boarding pass" maupun SPPD fiktif. Diketahui, tercatat sejak tahun 2009 sampai 2012, perjalanan dinas yang dibuat secara fiktif sebanyak 81 kali.
Setelah mendengar pembacaan dakwaan dari JPU, terdakwa mengajukan eksepsi sebelum sidang lanjutan ditetapkan. Terdakwa meminta waktu kepada majelis hakim hingga pekan depan.
Setelah melakukan musyawarah dengan majelis hakim, Sutarno menetapkan sidang lanjutan digelar pada Senin (9/2, pukul 09.00 WITA.
Menurut Edi Rahman, pengacara terdakwa, pengajuan eksepsi dilakukan karena nominal angka yang disebutkan JPU dalam dakwaan itu tidak benar.
"Klien kami ini adalah mantan wakil bupati, tidak mungkin seorang pejabat seperti dia yang mengurus tiket perjalanan dinas ke luar daerah," ucapnya.
Dijelaskannya bahwa yang mengurus tiket atau administrasi perjalanan dinas kliennya selama menjabat sebagai Wakil Bupati Lombok Barat itu adalah ajudannya. "Jadi yang mengetahui biaya perjalanan dinas, baik yang mengajukan besar anggaran maupun mengurus tiket keberangkatan adalah ajudan," katanya.
"Nanti kami akan menjelaskannya pada persidangan lanjutan," ujar Edi Rahman. (*)