Mataram, (Antara NTB)- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, bersama tim Pusdokes Kepolisian Resor setempat melakukan pengambilan sampel darah untuk keperluan tes DNA dalam rangka penyelidikan kasus dugaan asusila terhadap anak.
"Pengambilan sampel darah itu dilakukan terhadap korban, terduga pelaku pemerkosaan dan bayi yang lahir akibat dugaan perbuatan asusila," kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumbawa Barat Aliatullah saat dikonfirmasi dari Mataram, Jumat.
Proses pengambilan sampel darah itu dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa Barat pada Rabu (25/3).
Dikatakannya, kasus dugaan pemerkosaan yang mengakibatkan korban hamil lalu melahirkan itu terjadi sekitar akhir 2013 saat korban berusia 14 tahun (kelas 1 SMP).
Korban dan pelaku berasal dari kecamatan yang sama yakni Kecamatam Seteluk, Sumbawa Barat, dan terduga pelaku merupakan tetangga korban.
Kasus itu baru dilaporkan ke polisi pada bulan Juni 2014 setelah kehamilan korban memasuki usia enam bulan. Lambatnya pelaporan kasus itu, kata Alia, karena baik korban maupun keluarganya tidak menyadari kehamilan korban. Kehamilan itu diketahui oleh pihak sekolah yang akhirnya berinisiatif membawa korban ke puskesmas untuk menjalani tes kehamilan.
"Setelah diperiksa di puskesmas ternyata korban positif hamil. Dari situ korban baru menceritakan perihal pemerkosaan yang dialami kepada keluarganya," jelas Aliah.
Saat kasus itu dilaporkan, katanya, pihak terduga pelaku yang meski tidak mau mengakui perbuatannya sempat menempuh upaya damai dan menyerahkan uang damai sebesar Rp20 juta kepada pihak keluarga korban.
Tetapi sesuai Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003, kata Alia, tidak ada istilah perdamaian untuk pemerkosaan terhadap anak karena bersifat pidana murni.
"Jadi penyidik tetap melanjutkan kasus ini dan uang damai yang diserahkan terduga pelaku telah disita penyidik," katanya.
Soal proses pengambilan sampel darah yang baru dilakukan sekarang, ia menyatakan karena menunggu usia anak yang lahir akibat kasus tersebut cukup untuk diambil sampel darahnya.
"Saat sampel darah diambil Rabu (25/3), usia anak tersebut sudah memasuki lima bulan," katanya.
Pengambilan sampel darah dalam kasus serupa, kata dia, pernah dilaksanakan pada 2013 lalu.
Saat itu hasil tes DNA pelaku, korban dan anak yang lahir dari kasus pemerkosaan, dari sampel darah yang diambil identik.
"Dari hasil tes DNA itu kasusnya terbongkar dan pelaku akhirnya divonis pengadilan selama 12 tahun penjara," ucapnya. (*)
"Pengambilan sampel darah itu dilakukan terhadap korban, terduga pelaku pemerkosaan dan bayi yang lahir akibat dugaan perbuatan asusila," kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumbawa Barat Aliatullah saat dikonfirmasi dari Mataram, Jumat.
Proses pengambilan sampel darah itu dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa Barat pada Rabu (25/3).
Dikatakannya, kasus dugaan pemerkosaan yang mengakibatkan korban hamil lalu melahirkan itu terjadi sekitar akhir 2013 saat korban berusia 14 tahun (kelas 1 SMP).
Korban dan pelaku berasal dari kecamatan yang sama yakni Kecamatam Seteluk, Sumbawa Barat, dan terduga pelaku merupakan tetangga korban.
Kasus itu baru dilaporkan ke polisi pada bulan Juni 2014 setelah kehamilan korban memasuki usia enam bulan. Lambatnya pelaporan kasus itu, kata Alia, karena baik korban maupun keluarganya tidak menyadari kehamilan korban. Kehamilan itu diketahui oleh pihak sekolah yang akhirnya berinisiatif membawa korban ke puskesmas untuk menjalani tes kehamilan.
"Setelah diperiksa di puskesmas ternyata korban positif hamil. Dari situ korban baru menceritakan perihal pemerkosaan yang dialami kepada keluarganya," jelas Aliah.
Saat kasus itu dilaporkan, katanya, pihak terduga pelaku yang meski tidak mau mengakui perbuatannya sempat menempuh upaya damai dan menyerahkan uang damai sebesar Rp20 juta kepada pihak keluarga korban.
Tetapi sesuai Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003, kata Alia, tidak ada istilah perdamaian untuk pemerkosaan terhadap anak karena bersifat pidana murni.
"Jadi penyidik tetap melanjutkan kasus ini dan uang damai yang diserahkan terduga pelaku telah disita penyidik," katanya.
Soal proses pengambilan sampel darah yang baru dilakukan sekarang, ia menyatakan karena menunggu usia anak yang lahir akibat kasus tersebut cukup untuk diambil sampel darahnya.
"Saat sampel darah diambil Rabu (25/3), usia anak tersebut sudah memasuki lima bulan," katanya.
Pengambilan sampel darah dalam kasus serupa, kata dia, pernah dilaksanakan pada 2013 lalu.
Saat itu hasil tes DNA pelaku, korban dan anak yang lahir dari kasus pemerkosaan, dari sampel darah yang diambil identik.
"Dari hasil tes DNA itu kasusnya terbongkar dan pelaku akhirnya divonis pengadilan selama 12 tahun penjara," ucapnya. (*)