Mataram (Antara NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong pemerintah pusat untuk menerapkan ujian nasional berbasis komputer atau "computer base test" (CBT) pada 2016 sebagai upaya mengantisipasi kebocoran soal akibat ulah oknum tidak bertanggung jawab.
"Cara agar siswa tidak lagi terpengaruh dengan kebocoran kunci jawaban adalah pastikan tahun 2016 pelaksanaan ujian nasional (UN) harus menerapkan CBT," kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga NTB Rosiadi Sayuti di Mataram, Selasa.
Di NTB sendiri, menurut mantan Asisten Tata Praja dan Pemerintahan Setda NTB itu, pelaksanaan UN tahun 2016 menggunakan sistim CBT sudah 100 persen siap, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia.
"Dari sisi penyediaan alat seperti teknologi dan sumber daya untuk menjalankan CBT kita sudah siap, bahkan boleh dipastikan sudah tidak ada masalah. Tinggal keputusan pemerintah untuk menjalankan itu," jelasnya.
Rosiadi tidak memungkiri jika pelaksanaan UN tahun ini di provinsi itu juga terjadi kebocoran kunci jawaban.
"Kalau temuan kebocoran soal maupun kunci jawaban UN itu pasti selalu ada seperti sekarang. Tetapi, meskipun terjadi seperti itu, terpenting bagaimana agar anak kita tidak terpengaruh dengan kebocoran yang tidak jelas itu," ucapnya.
Bahkan, kata dia, pihaknya mengaku kesulitan mengatasi maupun mencegah agar pelaksanaan UN tidak terjadi kecurangan maupun kebocoran.
Menurut dia, adanya kecurangan diduga tidak terlepas dari perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab, yang hanya mencari keuntungan dengan mengorbankan pendidikan dan para siswa.
"Persoalan kebocoran ini sesuatu yang sudah terjadi setiap tahun. Selalu jadi preseden buruk dan menjadi lagu lama yang berulang-ulang secara terus menerus. Ini membuat para siswa menjadi terpengaruh meskipun bocoran yang mereka dapatkan belum tentu 100 persen benar," katanya.
Karena itu, untuk meminimalkan terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan UN tersebut, dia berharap pemerintah menggunakan CBT tersebut, sehingga apa yang terjadi dalam pelaksanaan di tahun ini tidak terjadi lagi di 2016.
"Tugas sekarang, pemerintah, pihak sekolah dan para guru memastikan tidak ada kebocoran. Guru yang menjadi pengawas melakukan pengawasan secara ketat, tidak membiarkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyontek. Kalau itu dibiarkan maka yang salah adalah pengawas atau gurunya," katanya. (*)
"Cara agar siswa tidak lagi terpengaruh dengan kebocoran kunci jawaban adalah pastikan tahun 2016 pelaksanaan ujian nasional (UN) harus menerapkan CBT," kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga NTB Rosiadi Sayuti di Mataram, Selasa.
Di NTB sendiri, menurut mantan Asisten Tata Praja dan Pemerintahan Setda NTB itu, pelaksanaan UN tahun 2016 menggunakan sistim CBT sudah 100 persen siap, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia.
"Dari sisi penyediaan alat seperti teknologi dan sumber daya untuk menjalankan CBT kita sudah siap, bahkan boleh dipastikan sudah tidak ada masalah. Tinggal keputusan pemerintah untuk menjalankan itu," jelasnya.
Rosiadi tidak memungkiri jika pelaksanaan UN tahun ini di provinsi itu juga terjadi kebocoran kunci jawaban.
"Kalau temuan kebocoran soal maupun kunci jawaban UN itu pasti selalu ada seperti sekarang. Tetapi, meskipun terjadi seperti itu, terpenting bagaimana agar anak kita tidak terpengaruh dengan kebocoran yang tidak jelas itu," ucapnya.
Bahkan, kata dia, pihaknya mengaku kesulitan mengatasi maupun mencegah agar pelaksanaan UN tidak terjadi kecurangan maupun kebocoran.
Menurut dia, adanya kecurangan diduga tidak terlepas dari perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab, yang hanya mencari keuntungan dengan mengorbankan pendidikan dan para siswa.
"Persoalan kebocoran ini sesuatu yang sudah terjadi setiap tahun. Selalu jadi preseden buruk dan menjadi lagu lama yang berulang-ulang secara terus menerus. Ini membuat para siswa menjadi terpengaruh meskipun bocoran yang mereka dapatkan belum tentu 100 persen benar," katanya.
Karena itu, untuk meminimalkan terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan UN tersebut, dia berharap pemerintah menggunakan CBT tersebut, sehingga apa yang terjadi dalam pelaksanaan di tahun ini tidak terjadi lagi di 2016.
"Tugas sekarang, pemerintah, pihak sekolah dan para guru memastikan tidak ada kebocoran. Guru yang menjadi pengawas melakukan pengawasan secara ketat, tidak membiarkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyontek. Kalau itu dibiarkan maka yang salah adalah pengawas atau gurunya," katanya. (*)