Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya menegaskan poster event Turnamen antar Sekolah Sepak Bola (SSB) se-Jatim memperebutkan Piala Wali Kota dan Ketua DPRD setempat yang kini beredar di media sosial (medsos) adalah tidak benar alias hoaks.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kota Surabaya M. Fikser dalam keterangannya di Surabaya, Kamis, mengatakan, poster dengan latar belakang warna merah dan putih, yang menyertakan foto Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi beserta Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono itu telah disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
"Poster itu saya pastikan tidak benar alias hoaks. Pemkot Surabaya tidak menggelar acara tersebut. Poster itu adalah ulah orang yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Fikser menyayangkan beredarnya poster yang meresahkan masyarakat itu. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak menanggapi maupun menyebarkan poster tersebut karena itu hoaks. Terlebih, terdapat tulisan mengenai total hadiah, serta mencantumkan tata cara pembayaran pendaftaran melalui nomor rekening dari salah satu instansi Bank.
"Pastinya meresahkan masyarakat, maka saya mengimbau agar masyarakat tidak menyebarkan maupun menanggapi poster hoaks tersebut," ujarnya.
Fikser menjelaskan, sejauh ini, setiap gelaran olahraga yang diadakan oleh Pemkot Surabaya tidak dipungut biaya alias gratis. Sebab, Pemkot Surabaya tengah fokus pada pembibitan atlet-atlet muda di Kota Pahlawan.
Menurutnya, dengan mencantumkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, tentunya sangat merugikan masyarakat. Sebab Pemkot Surabaya selalu memfasilitasi para atlet. Bahkan, pemkot tidak pernah memungut biaya apapun dalam program pembangunan SDM, baik melalui olahraga, maupun yang lainnya.
Oleh sebab itu, Fikser kembali mengimbau kepada masyarakat agar tidak menyebarkan konten berupa postingan poster serupa sebelum melakukan kroscek terlebih dahulu. Menurut dia, hal tersebut justru akan memberikan ruang bagi para pelaku penyebar hoaks atau disinformasi yang meresahkan masyarakat.
Fikser juga menjelaskan undang-undang pelaku penyebaran hoaks yang masuk dalam hukum pidana. Bagi penyebar hoaks, akan dikenai sanksi hukum yang mengatur tentang hoaks yakni UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.
Baca juga: Sejak Januari, ANTARA memproduksi 33.500 berita terkait COVID-19
Baca juga: Ganjar ajak warga NTB jangan buat berita hoaks
Mengacu pada Pasal 28 Ayat 1 dan Pasal 45A Ayat 1, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat dipidana. Ancaman hukuman yang dapat dikenakan pada pelaku adalah penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
"Sekali lagi kami mengimbau semua pihak terutama warganet untuk tidak menyebarkan konten atau informasi yang bisa membuat masyarakat berharap, namun ternyata informasi itu tidak benar," katanya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kota Surabaya M. Fikser dalam keterangannya di Surabaya, Kamis, mengatakan, poster dengan latar belakang warna merah dan putih, yang menyertakan foto Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi beserta Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono itu telah disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
"Poster itu saya pastikan tidak benar alias hoaks. Pemkot Surabaya tidak menggelar acara tersebut. Poster itu adalah ulah orang yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Fikser menyayangkan beredarnya poster yang meresahkan masyarakat itu. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak menanggapi maupun menyebarkan poster tersebut karena itu hoaks. Terlebih, terdapat tulisan mengenai total hadiah, serta mencantumkan tata cara pembayaran pendaftaran melalui nomor rekening dari salah satu instansi Bank.
"Pastinya meresahkan masyarakat, maka saya mengimbau agar masyarakat tidak menyebarkan maupun menanggapi poster hoaks tersebut," ujarnya.
Fikser menjelaskan, sejauh ini, setiap gelaran olahraga yang diadakan oleh Pemkot Surabaya tidak dipungut biaya alias gratis. Sebab, Pemkot Surabaya tengah fokus pada pembibitan atlet-atlet muda di Kota Pahlawan.
Menurutnya, dengan mencantumkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, tentunya sangat merugikan masyarakat. Sebab Pemkot Surabaya selalu memfasilitasi para atlet. Bahkan, pemkot tidak pernah memungut biaya apapun dalam program pembangunan SDM, baik melalui olahraga, maupun yang lainnya.
Oleh sebab itu, Fikser kembali mengimbau kepada masyarakat agar tidak menyebarkan konten berupa postingan poster serupa sebelum melakukan kroscek terlebih dahulu. Menurut dia, hal tersebut justru akan memberikan ruang bagi para pelaku penyebar hoaks atau disinformasi yang meresahkan masyarakat.
Fikser juga menjelaskan undang-undang pelaku penyebaran hoaks yang masuk dalam hukum pidana. Bagi penyebar hoaks, akan dikenai sanksi hukum yang mengatur tentang hoaks yakni UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.
Baca juga: Sejak Januari, ANTARA memproduksi 33.500 berita terkait COVID-19
Baca juga: Ganjar ajak warga NTB jangan buat berita hoaks
Mengacu pada Pasal 28 Ayat 1 dan Pasal 45A Ayat 1, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat dipidana. Ancaman hukuman yang dapat dikenakan pada pelaku adalah penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
"Sekali lagi kami mengimbau semua pihak terutama warganet untuk tidak menyebarkan konten atau informasi yang bisa membuat masyarakat berharap, namun ternyata informasi itu tidak benar," katanya.