Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat merilis kerugian negara yang muncul dalam perkara dugaan korupsi kegiatan tambang pasir besi PT Anugrah Mitra Graha di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur dengan nilai sekitar Rp36 miliar.
"Indikasi kerugian negara dari perkara tambang pasir ini Rp36 miliar lebih," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Jumat. Terkait asal angka pasti kerugian tersebut muncul, dia mengaku belum menerima informasi lengkap dari penyidik.
Baca juga: Mantan Kadis ESDM NTB segera disidangkan terkait korupsi tambang pasir besi di Lotim
Efrien hanya memastikan bahwa nilai itu datang dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB. "Jadi, bagaimana hasil penghitungan itu muncul? nanti saja kita lihat di persidangan," ujarnya.
Kejati NTB merilis angka kerugian negara dari perkara tambang ini bertepatan dengan momentum pelimpahan tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti ke penuntut umum. Tindak lanjut pelimpahan tersebut, penuntut umum menitipkan penahanan ketiga tersangka di Lapas Kelas II A Mataram.
Dalam kasus korupsi tambang PT AMG, penyidik menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala Cabang PT AMG Kabupaten Lombok Timur berinisial RA, Direktur PT AMG berinisial PSW dan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB berinisial ZA.
Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.
Izin terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam kasus ini terungkap adanya indikasi PT AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai dengan 2022.
Menurut aturan, persetujuan RKAB tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan itu, ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.
Baca juga: Perusahaan tambang sepakat perbaiki kerusakan jalan Kaltim
Baca juga: Kemenangan Timnas U-22, Inspirasi Perusahaan Tambang AMMAN Bangkitkan Sepak Bola Sumbawa Barat
Aturannya sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian ESDM. Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual.
"Indikasi kerugian negara dari perkara tambang pasir ini Rp36 miliar lebih," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Jumat. Terkait asal angka pasti kerugian tersebut muncul, dia mengaku belum menerima informasi lengkap dari penyidik.
Baca juga: Mantan Kadis ESDM NTB segera disidangkan terkait korupsi tambang pasir besi di Lotim
Efrien hanya memastikan bahwa nilai itu datang dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB. "Jadi, bagaimana hasil penghitungan itu muncul? nanti saja kita lihat di persidangan," ujarnya.
Kejati NTB merilis angka kerugian negara dari perkara tambang ini bertepatan dengan momentum pelimpahan tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti ke penuntut umum. Tindak lanjut pelimpahan tersebut, penuntut umum menitipkan penahanan ketiga tersangka di Lapas Kelas II A Mataram.
Dalam kasus korupsi tambang PT AMG, penyidik menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala Cabang PT AMG Kabupaten Lombok Timur berinisial RA, Direktur PT AMG berinisial PSW dan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB berinisial ZA.
Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.
Izin terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam kasus ini terungkap adanya indikasi PT AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai dengan 2022.
Menurut aturan, persetujuan RKAB tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan itu, ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.
Baca juga: Perusahaan tambang sepakat perbaiki kerusakan jalan Kaltim
Baca juga: Kemenangan Timnas U-22, Inspirasi Perusahaan Tambang AMMAN Bangkitkan Sepak Bola Sumbawa Barat
Aturannya sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian ESDM. Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual.