Padang (ANTARA) - Epidemiolog dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) Defriman Djafri mengatakan perlu kajian mendalam terkait efektivitas vaksin antraks, mengingat bakteri tersebut resistan terhadap cuaca dan mampu bertahan cukup lama di lingkungan.
"Pemberian vaksin ini bisa saja dilakukan, tapi harus dilihat juga sejauh mana efektivitas vaksin ini," kata Epidemiologi Unand Defriman Djafri di Padang, Senin.
Sebagai salah satu upaya pencegahan, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand tersebut menyarankan apabila masyarakat atau tenaga kesehatan menemukan hewan ternak terjangkit antraks, maka harus segera dikuburkan. Kendati demikian ia mengingatkan langkah tersebut belum bisa menjamin bakteri Bacilus Anthracis yang terdapat dalam bangkai ternak sudah lenyap atau hilang. "Meskipun sudah dikubur, sewaktu-waktu bisa saja bakteri tersebut menginfeksi yang lain," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat harus hati-hati terhadap hewan yang sudah terjangkit penyakit antraks mengingat bakteri tersebut bisa bertahan cukup lama meskipun sudah dikubur. Di satu sisi, menurut Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Sumbar tersebut, vaksinasi terhadap hewan ternak seperti sapi dan sejenisnya merupakan langkah positif untuk mencegah penyebaran bakteri Bacilus Anthracis.
Tidak hanya itu ia juga menyarankan pihak terkait dan masyarakat untuk mengkarantina suatu kawasan apabila menemukan kasus aktif antraks. Tujuannya, agar penyakit tersebut tidak menular. Sementara itu Kementerian Pertanian (Kementan) menerapkan kegiatan vaksinasi hingga surveilans pada hewan ternak sebagai strategi pengendalian penyakit antraks di Indonesia pada 2023.
Direktur Kesehatan Hewan Kementan Nuryani Zainudin mengatakan upaya pencegahan dan pengendalian dilakukan pada sumbernya melalui vaksinasi hewan di area endemi, kontrol lalu lintas hewan ternak dari daerah endemi ke daerah bebas, hingga tindakan disposal pada hewan ternak yang terinfeksi.
"Pemberian vaksin ini bisa saja dilakukan, tapi harus dilihat juga sejauh mana efektivitas vaksin ini," kata Epidemiologi Unand Defriman Djafri di Padang, Senin.
Sebagai salah satu upaya pencegahan, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand tersebut menyarankan apabila masyarakat atau tenaga kesehatan menemukan hewan ternak terjangkit antraks, maka harus segera dikuburkan. Kendati demikian ia mengingatkan langkah tersebut belum bisa menjamin bakteri Bacilus Anthracis yang terdapat dalam bangkai ternak sudah lenyap atau hilang. "Meskipun sudah dikubur, sewaktu-waktu bisa saja bakteri tersebut menginfeksi yang lain," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat harus hati-hati terhadap hewan yang sudah terjangkit penyakit antraks mengingat bakteri tersebut bisa bertahan cukup lama meskipun sudah dikubur. Di satu sisi, menurut Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Sumbar tersebut, vaksinasi terhadap hewan ternak seperti sapi dan sejenisnya merupakan langkah positif untuk mencegah penyebaran bakteri Bacilus Anthracis.
Tidak hanya itu ia juga menyarankan pihak terkait dan masyarakat untuk mengkarantina suatu kawasan apabila menemukan kasus aktif antraks. Tujuannya, agar penyakit tersebut tidak menular. Sementara itu Kementerian Pertanian (Kementan) menerapkan kegiatan vaksinasi hingga surveilans pada hewan ternak sebagai strategi pengendalian penyakit antraks di Indonesia pada 2023.
Direktur Kesehatan Hewan Kementan Nuryani Zainudin mengatakan upaya pencegahan dan pengendalian dilakukan pada sumbernya melalui vaksinasi hewan di area endemi, kontrol lalu lintas hewan ternak dari daerah endemi ke daerah bebas, hingga tindakan disposal pada hewan ternak yang terinfeksi.