Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meningkatkan kewaspadaan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (faskes) di Yogyakarta terhadap potensi penyebaran spora antraks dari hewan ternak ke manusia.
"Bakteri penyebab antraks apabila kontak dengan udara akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu, bahkan sanggup bertahan selama puluhan tahun di dalam tanah," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis.
Imran mengatakan antraks merupakan penyakit zoonosis disebabkan bakteri Bacillus Anthracis yang menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba dan lainnya, serta bisa menular pada manusia.
Ada empat jenis antraks pada manusia, yang paling umum di Indonesia adalah antraks kulit (cutaneous) dengan risiko kematian berkisar 25 persen karena pengaruh sayatan atau luka lecet hingga bakteri masuk ke dalam jaringan kulit.
Berikutnya adalah antraks paru-paru dengan potensi kematian mencapai 80 persen akibat spora antraks yang terhirup ke pernapasan dan mencapai dinding alveoli. Antraks juga mampu menyerang saluran pencernaan dengan potensi kematian 25 hingga 75 persen. Bakteri masuk ke tubuh penderita usai mengonsumsi daging dari hewan yang tertular dan tidak dimasak dengan sempurna.
Terakhir, adalah antraks injeksi sebagai jenis baru yang menyerupai antraks kulit. Kasus itu ditemukan pada pengguna narkoba melalui jarum suntik. Imran mengatakan transmisi antraks terjadi karena pengaruh spora sebagai pelindung bakteri saat berada di dalam tanah hingga sanggup bertahan selama lebih dari 40 tahun.
Kemudian spora masuk ke tubuh manusia lewat luka maupun makanan dan minuman mengandung spora antraks. Bakteri tersebut juga bisa dimakan oleh hewan ternak. "Pada saat hewan itu mati, nanti sporanya juga waktu dikubur akan bisa masuk lagi, sehingga butuh penanganan lebih intensif lagi," katanya.
Imran mengatakan Yogyakarta merupakan kawasan endemis antraks yang baru-baru ini memicu kematian tiga warga di Kabupaten Gunung Kidul akibat mengonsumsi daging mengandung bakteri antraks. Atas dasar itu, Kemenkes menerbitkan surat imbauan kepada seluruh faskes di Yogyakarta untuk meningkatkan kewaspadaan melalui peran surveilans dan tata laksana kasus antraks.
Baca juga: Kerja sama Kemenkes-PMDA perkuat hubungan Indonesia-Jepang
Baca juga: Angka stunting bisa ditekan dengan efektivitas anggaran
Ketentuan itu berlaku di wilayah Kulon Progo, Bantul, Kota Yogyakarta, Sleman, dan Gunung Kidul. Kemenkes juga membentuk Tim Satgas Terpadu One Health dari perwakilan dinas kesehatan, dinas peternakan, dan dinas lingkungan hidup untuk melakukan penyelidikan epidemiologi. "Kami juga memberikan pengobatan kepada pasien yang terkonfirmasi positif serta melakukan vaksinasi hewan ternak, dekontaminasi, hingga pembatasan mobilisasi hewan ternak," katanya.
Berita Terkait
Gunungkidul Yogyakarta turunkan tim survei warga suspek antraks
Jumat, 8 Maret 2024 10:42
Gubernur Jateng Ganjar minta daerah perbatasan waspadai masuknya antraks
Selasa, 11 Juli 2023 19:19
Gunungkidul Yogyakarta menyiapkan ranperda kompensasi ternak mati antraks
Selasa, 11 Juli 2023 9:09
Riau antisipasi penularan antraks pada hewan ternak
Selasa, 11 Juli 2023 8:45
Perlu kajian mendalam efektivitas vaksin antraks di Sumbar
Senin, 10 Juli 2023 17:55
27 warga di Gunung Kidul dinyatakan positif antraks
Rabu, 15 Januari 2020 16:21
Ratusan gajah di Botswana mati terserang wabah Antraks
Rabu, 23 Oktober 2019 15:56
PEMKOT MATARAM ANTISIPASI HEWAN KURBAN TERKENA ANTRAKS
Kamis, 3 November 2011 16:20