Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memotivasi para pengurus pesantren harus dapat menjadikan para santri sebagai seorang sarjana bahkan dokter. Mahfud mengatakan pemerintah mendukung kemajuan pesantren dan pendidikan Islam, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
"Untuk itu, pesantren harus bisa melahirkan sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana teknik, dan dokter yang hebat-hebat. Pesantren tidak boleh melahirkan teroris. Jangan konfrontatif terhadap negara karena menganggap pemerintah bukan Islam," kata Mahfud MD menyampaikan isi pidato kuncinya dalam Halaqoh Ulama Nasional Rabithah Maahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Rabu, sebagaimana diunggah dalam akun Instagram resminya @mohmahfudmd.
Dalam acara itu, Mahfud meminta pesantren dan para santri untuk tidak menjauh dari pemerintah karena mereka merupakan bagian dari warga negara yang harus bersama-sama memajukan bangsa.
"Saya mengajak pesantren untuk tidak menjauhkan diri dari pemerintah karena pesantren dan santri adalah bagian dari pemerintah. Mari menjadi warga dari sebuah negara yang inklusif dan kosmopolit, bersatu dalam keberbedaan, dan bersama-bersama memajukan bangsa dan negara ini," katanya.
Pada kesempatan itu, Mahfud juga menjelaskan posisi pesantren, santri, dan umat Islam dalam memandang negara. "Saya bicara tentang keberadaan pesantren dan bagaimana santri serta umat Islam memandang negara. Saya sampaikan umat Islam dulu memang dipandang sebelah mata, lembaga pendidikannya dianggap kelas dua atau kelas tiga, tetapi kini umat Islam telah mengalami peningkatan mobilitas sosial. Institusi pendidikan Islam sekarang sudah sangat maju. Kita sudah punya 27 Universitas Islam Negeri (UIN) yang hebat-hebat, sejajar dan tidak kalah dengan kampus-kampus negeri mentereng," kata Mahfud.
Halaqoh Ulama Nasional merupakan acara yang mempertemukan utusan pesantren-pesantren NU dari seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan itu pada tahun ini bertempat di Pondok Pesantren Sunan Drajad pimpinan Kiai Haji Profesor Abdul Gofur.
Dalam acara yang mengangkat tema "Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning" itu turut dihadiri Ketua Umum PBNU Kiai Haji Yahya Cholil Staquf, para pengurus dan tokoh NU, di antaranya Masdar Farid Mas’udi dan Ulil Abshar Abdalla.
Kegiatan Halaqoh pada tahun ini pun turut dirangkai dengan Musabaqah Qira’atil Kutub Nasional (MQKN) yang diikuti 2.195 santri dan pengurus pondok pesantren, serta mahasantri Ma'had Aly dari 35 provinsi.
Baca juga: Ridwan Kamil sebut Pesantren Al Zaytun dibantu miliaran rupiah, Kemenag tepis
Baca juga: Prabowo tawarkan beasiswa saat bertemu santri berpretasi
"Pergelaran MQKN ini menjadi bagian penting dari proses kaderisasi ulama dan tokoh masyarakat pada masa depan," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama M. Ali Ramdhani dalam siaran tertulisnya di Jakarta, Selasa (11/7).
"Untuk itu, pesantren harus bisa melahirkan sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana teknik, dan dokter yang hebat-hebat. Pesantren tidak boleh melahirkan teroris. Jangan konfrontatif terhadap negara karena menganggap pemerintah bukan Islam," kata Mahfud MD menyampaikan isi pidato kuncinya dalam Halaqoh Ulama Nasional Rabithah Maahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Rabu, sebagaimana diunggah dalam akun Instagram resminya @mohmahfudmd.
Dalam acara itu, Mahfud meminta pesantren dan para santri untuk tidak menjauh dari pemerintah karena mereka merupakan bagian dari warga negara yang harus bersama-sama memajukan bangsa.
"Saya mengajak pesantren untuk tidak menjauhkan diri dari pemerintah karena pesantren dan santri adalah bagian dari pemerintah. Mari menjadi warga dari sebuah negara yang inklusif dan kosmopolit, bersatu dalam keberbedaan, dan bersama-bersama memajukan bangsa dan negara ini," katanya.
Pada kesempatan itu, Mahfud juga menjelaskan posisi pesantren, santri, dan umat Islam dalam memandang negara. "Saya bicara tentang keberadaan pesantren dan bagaimana santri serta umat Islam memandang negara. Saya sampaikan umat Islam dulu memang dipandang sebelah mata, lembaga pendidikannya dianggap kelas dua atau kelas tiga, tetapi kini umat Islam telah mengalami peningkatan mobilitas sosial. Institusi pendidikan Islam sekarang sudah sangat maju. Kita sudah punya 27 Universitas Islam Negeri (UIN) yang hebat-hebat, sejajar dan tidak kalah dengan kampus-kampus negeri mentereng," kata Mahfud.
Halaqoh Ulama Nasional merupakan acara yang mempertemukan utusan pesantren-pesantren NU dari seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan itu pada tahun ini bertempat di Pondok Pesantren Sunan Drajad pimpinan Kiai Haji Profesor Abdul Gofur.
Dalam acara yang mengangkat tema "Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning" itu turut dihadiri Ketua Umum PBNU Kiai Haji Yahya Cholil Staquf, para pengurus dan tokoh NU, di antaranya Masdar Farid Mas’udi dan Ulil Abshar Abdalla.
Kegiatan Halaqoh pada tahun ini pun turut dirangkai dengan Musabaqah Qira’atil Kutub Nasional (MQKN) yang diikuti 2.195 santri dan pengurus pondok pesantren, serta mahasantri Ma'had Aly dari 35 provinsi.
Baca juga: Ridwan Kamil sebut Pesantren Al Zaytun dibantu miliaran rupiah, Kemenag tepis
Baca juga: Prabowo tawarkan beasiswa saat bertemu santri berpretasi
"Pergelaran MQKN ini menjadi bagian penting dari proses kaderisasi ulama dan tokoh masyarakat pada masa depan," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama M. Ali Ramdhani dalam siaran tertulisnya di Jakarta, Selasa (11/7).