Mataram (ANTARA) - DPD PDIP Nusa Tenggara Barat mengecam dan meminta kepolisian menindak tegas pelaku persekusi yang dilakukan sekelompok warga terhadap salah satu kader-nya berinisial S (50) di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat pada Minggu (16/7).
Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDIP NTB, Raden Nuna Abriadi, Kamis, mengatakan, aksi persekusi yang viral di media sosial tersebut telah merugikan partainya. Pasalnya, anak korban yang menginjak usia 16 tahun yang katanya diduga dihamili oleh ayahnya itu, sehingga menimbulkan aksi perkusi oleh massa tersebut, justru telah membantah ayahnya melakukan pemerkosaan.
"Apapun alasannya, benar dan salahnya informasi yang beredar itu. Tidak boleh ada perbuatan barbar (persekusi) yang viral di media sosial itu. Apalagi, S adalah kader kami. Yang jelas ini mencederai rasa kemanusiaan. Apalagi si anak sudah mengakui bahwa ayahnya bukan pelaku dari tindakan pemerkosaan itu," tegas Raden Nun di kantor DPD PDIP NTB, Kamis.
Wakil Ketua Bapemperda DPRD NTB yang saat memberikan keterangan pers didampingi petinggi DPD PDIP NTB, DPC PDIP Lombok Barat dan PDIP Lombok Tengah itu, menegaskan bahwa perlu ada klarifikasi dari aparat kepolisian. Utamanya, Polres Lombok Barat.
Sebab, dalam video yang viral tersebut terkesan aparat kepolisian membiarkan warga melakukan aksi biadab pada kader PDIP di Kecamatan Sekotong itu.
Akibatnya, kini S yang juga menjabat Ketua PAC PDIP Kecamatan Sekotong masih dirawat intensif di RSUD Lombok Barat lantaran di sekujur tubuhnya mengalami luka lebam akibat pemukulan oleh massa aksi tersebut.
"Kami minta Kapolres Lombok Barat 'gentle' untuk mempertanggungjawabkan atau menarik omongannya yang mengatakan bahwa kader kami adalah diduga pelaku pemerkosa anaknya. Padahal, kasus ini masih dalam proses Lidik dan belum taraf penyidikan tapi kok berani mengatakan S adalah pelakunya," jelas Nuna meradang.
Lebih lanjut Anggota DPRD NTB Dapil Lombok Barat dan Lombok Utara itu, menyatakan pernyataan Kapolres Lombok Barat telah membuat penggiringan opini yang tidak baik pada partai PDIP.
Sebab, akibat penyataan itu, masyarakat sudah mengkaitkan PDIP sebagai partai yang enggak-enggak. Sehingga berdampak pada elektoral partai yang terganggu dan merugikan menjelang perhelatan Pemilu 2024.
"Kami minta cabut kembali pernyataan Pak Kapolres yang sudah menyimpulkan sesuatu kasus yang belum terbukti kebenarannya. Namun sudah berani umbar-umbar di media bahwa sudah disimpulkan jika kader kami adalah pelakunya," kata Nuna.
Ia memastikan bahwa PDIP NTB akan solid untuk terus mengawal kasus yang menimpa kader PDIP di Lombok Barat hingga menemui titik terang. Hal ini lantaran, hukum adalah panglima di negeri Indonesia yang harus dijunjung oleh seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Nuna, aksi persekusi yang terjadi pada kader PDIP di Sekotong, menandakan bahwa negara tidak hadir dalam melindungi warga negaranya.
Terlebih, aparat kepolisian terkesan membiarkan warga seenaknya melakukan pemukulan hingga menyebabkan kader PDIP hingga kini dirawat intensif di RSUD Lombok Barat.
"Dari hasil investigasi kami, peristiwa perkusi di Sekotong itu, sangat menodai kita semua, apalagi belum ada bukti yang valid pada kader kami," ujarnya.
Lebih lanjut Nuna mendesak agar para pelaku tindakan perkusi itu, agar diproses secara hukum. Apalagi, tanpa ada laporan secara resmi, tentunya para pelaku yang melakukan aksi main hakim sendiri yang sudah jelas terekam dalam video yang berada luas itu, tidak dibenarkan dalam posisi negara Indonesia yang menganut sistem hukum di atas segala-galanya.
Untuk itu, PDIP NTB meminta agar Polda NTB mengambil alih kasus perkusi yang menimpa kader PDIP di Sekotong.
"Kami minta para pelaku perkusi kepada kader kami yang ada di video agar di proses hukum dengan tegas dan seadil-adilnya. Mohon Pak Kapolda, kasus perkusi di Sekotong diambil alih. Ini agar ada kepastian hukum dalam penanganan-nya," ungkap Nuna.
Terkait status kader PDIP berinisial S yang sempat dipecat oleh DPC PDIP Lombok Barat, Wakil Ketua DPD PDIP NTB lainnya, Hakim Ali Niazi mengatakan, bahwa status kader tersebut masih tetap menjadi kader PDIP. Sebab, yang berhak melakukan pemecatan adalah DPP PDIP di Jakarta.
"Kami paham langkah awal DPC PDIP Lombok Barat memecat kader-nya dalam kerangka menjaga kondusifitas partai. Tapi, karena ada temuan dari hasil investigasi oleh partai yang berbeda, maka surat DPC PDIP Lombok Barat yang masih di DPD PDIP NTB, enggak kita lanjutkan alias status S masih sah sebagai kader PDIP," jelas Hakam.
Hal senada Nuna, Hakam juga menambahkan bahwa pihaknya mencintai institusi kepolisian sebagai aparat penegak hukum di Indonesia.
Namun pihaknya juga memiliki hak untuk meminta agar Komnas HAM dan Kompolnas untuk turun langsung ke wilayah Sekotong dalam rangka melakukan investigasi lanjutan untuk membongkar siapa aktor intelektual yang telah membuat kader PDIP dihakimi oleh massa seenaknya seperti itu.
"Jadi, selain kita minta Polda NTB mengambil alih kasus perkusi di Sekotong. Tadi, kami juga sudah rapat bersama DPD PDIP NTB yang diperluas dengan 10 DPC PDIP se-NTB untuk minta Komnas HAM dan Kompolnas turun menginvestigasi kasus ini. Jadi, inilah cara kami menegakkan institusi hukum agar juga bisa bekerja sesuai tupoksinya dalam menegakkan hukum yang adil pada warga negaranya," katanya.
Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDIP NTB, Raden Nuna Abriadi, Kamis, mengatakan, aksi persekusi yang viral di media sosial tersebut telah merugikan partainya. Pasalnya, anak korban yang menginjak usia 16 tahun yang katanya diduga dihamili oleh ayahnya itu, sehingga menimbulkan aksi perkusi oleh massa tersebut, justru telah membantah ayahnya melakukan pemerkosaan.
"Apapun alasannya, benar dan salahnya informasi yang beredar itu. Tidak boleh ada perbuatan barbar (persekusi) yang viral di media sosial itu. Apalagi, S adalah kader kami. Yang jelas ini mencederai rasa kemanusiaan. Apalagi si anak sudah mengakui bahwa ayahnya bukan pelaku dari tindakan pemerkosaan itu," tegas Raden Nun di kantor DPD PDIP NTB, Kamis.
Wakil Ketua Bapemperda DPRD NTB yang saat memberikan keterangan pers didampingi petinggi DPD PDIP NTB, DPC PDIP Lombok Barat dan PDIP Lombok Tengah itu, menegaskan bahwa perlu ada klarifikasi dari aparat kepolisian. Utamanya, Polres Lombok Barat.
Sebab, dalam video yang viral tersebut terkesan aparat kepolisian membiarkan warga melakukan aksi biadab pada kader PDIP di Kecamatan Sekotong itu.
Akibatnya, kini S yang juga menjabat Ketua PAC PDIP Kecamatan Sekotong masih dirawat intensif di RSUD Lombok Barat lantaran di sekujur tubuhnya mengalami luka lebam akibat pemukulan oleh massa aksi tersebut.
"Kami minta Kapolres Lombok Barat 'gentle' untuk mempertanggungjawabkan atau menarik omongannya yang mengatakan bahwa kader kami adalah diduga pelaku pemerkosa anaknya. Padahal, kasus ini masih dalam proses Lidik dan belum taraf penyidikan tapi kok berani mengatakan S adalah pelakunya," jelas Nuna meradang.
Lebih lanjut Anggota DPRD NTB Dapil Lombok Barat dan Lombok Utara itu, menyatakan pernyataan Kapolres Lombok Barat telah membuat penggiringan opini yang tidak baik pada partai PDIP.
Sebab, akibat penyataan itu, masyarakat sudah mengkaitkan PDIP sebagai partai yang enggak-enggak. Sehingga berdampak pada elektoral partai yang terganggu dan merugikan menjelang perhelatan Pemilu 2024.
"Kami minta cabut kembali pernyataan Pak Kapolres yang sudah menyimpulkan sesuatu kasus yang belum terbukti kebenarannya. Namun sudah berani umbar-umbar di media bahwa sudah disimpulkan jika kader kami adalah pelakunya," kata Nuna.
Ia memastikan bahwa PDIP NTB akan solid untuk terus mengawal kasus yang menimpa kader PDIP di Lombok Barat hingga menemui titik terang. Hal ini lantaran, hukum adalah panglima di negeri Indonesia yang harus dijunjung oleh seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Nuna, aksi persekusi yang terjadi pada kader PDIP di Sekotong, menandakan bahwa negara tidak hadir dalam melindungi warga negaranya.
Terlebih, aparat kepolisian terkesan membiarkan warga seenaknya melakukan pemukulan hingga menyebabkan kader PDIP hingga kini dirawat intensif di RSUD Lombok Barat.
"Dari hasil investigasi kami, peristiwa perkusi di Sekotong itu, sangat menodai kita semua, apalagi belum ada bukti yang valid pada kader kami," ujarnya.
Lebih lanjut Nuna mendesak agar para pelaku tindakan perkusi itu, agar diproses secara hukum. Apalagi, tanpa ada laporan secara resmi, tentunya para pelaku yang melakukan aksi main hakim sendiri yang sudah jelas terekam dalam video yang berada luas itu, tidak dibenarkan dalam posisi negara Indonesia yang menganut sistem hukum di atas segala-galanya.
Untuk itu, PDIP NTB meminta agar Polda NTB mengambil alih kasus perkusi yang menimpa kader PDIP di Sekotong.
"Kami minta para pelaku perkusi kepada kader kami yang ada di video agar di proses hukum dengan tegas dan seadil-adilnya. Mohon Pak Kapolda, kasus perkusi di Sekotong diambil alih. Ini agar ada kepastian hukum dalam penanganan-nya," ungkap Nuna.
Terkait status kader PDIP berinisial S yang sempat dipecat oleh DPC PDIP Lombok Barat, Wakil Ketua DPD PDIP NTB lainnya, Hakim Ali Niazi mengatakan, bahwa status kader tersebut masih tetap menjadi kader PDIP. Sebab, yang berhak melakukan pemecatan adalah DPP PDIP di Jakarta.
"Kami paham langkah awal DPC PDIP Lombok Barat memecat kader-nya dalam kerangka menjaga kondusifitas partai. Tapi, karena ada temuan dari hasil investigasi oleh partai yang berbeda, maka surat DPC PDIP Lombok Barat yang masih di DPD PDIP NTB, enggak kita lanjutkan alias status S masih sah sebagai kader PDIP," jelas Hakam.
Hal senada Nuna, Hakam juga menambahkan bahwa pihaknya mencintai institusi kepolisian sebagai aparat penegak hukum di Indonesia.
Namun pihaknya juga memiliki hak untuk meminta agar Komnas HAM dan Kompolnas untuk turun langsung ke wilayah Sekotong dalam rangka melakukan investigasi lanjutan untuk membongkar siapa aktor intelektual yang telah membuat kader PDIP dihakimi oleh massa seenaknya seperti itu.
"Jadi, selain kita minta Polda NTB mengambil alih kasus perkusi di Sekotong. Tadi, kami juga sudah rapat bersama DPD PDIP NTB yang diperluas dengan 10 DPC PDIP se-NTB untuk minta Komnas HAM dan Kompolnas turun menginvestigasi kasus ini. Jadi, inilah cara kami menegakkan institusi hukum agar juga bisa bekerja sesuai tupoksinya dalam menegakkan hukum yang adil pada warga negaranya," katanya.