Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, mengajak semua pihak untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat.
"Melalui konferensi ini, kita dorong bersama-sama, MPR, DPR, bersama saya, nanti akan mencoba kita dorong masuk Prolegnas. Karena kalau didiskusikan terus, masalahnya tambah," katanya saat membuka konferensi internasional di Jakarta, Senin.
Tetapi, kata dia, jika RUU itu cepat diputuskan dan ternyata ada kekeliruan, masih dapat diperbaiki kembali. Karena, jika hanya menunggu kapan lengkapnya RUU itu, pasti tidak akan selesai. "Tapi kalau diputuskan, jadi keliru, itu bisa diperbaiki. Ini keliru, tadi belum lengkap, perbaiki saja," katanya menegaskan.
Hal itu disampaikan Mahfud saat menjadi pembicara kunci dalam konferensi internasional dengan tema, pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat dalam perspektif nasional dan internasional. Konferensi itu diselenggarakan MPR RI bersama Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Mahfud menjelaskan keinginan untuk membuat undang-undang hukum adat sudah dimulai sejak tahun 2002 lalu. Selanjutnya di tahun 2014, telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas), tetapi sampai saat ini tidak ada perkembangan lagi. Bahkan, dia mengingatkan jika pembahasan RUU itu tidak perlu menunggu selesai Pemilu, atau berharap adanya dampak elektoral ke partai.
"Tidak ada kaitan politik elektoral, siapapun bangsa Indonesia, kalau punya jiwa nasionalisme, suka pada undang-undangnya, apapun partai politiknya, harusnya segera dibahas," katanya menegaskan.
Menurut dia, jika RUU dibiarkan berlarut-larut, maka persoalan di masyarakat adat semakin banyak. Dia mencontohkan, aset tanah, hutan, sungai yang dimiliki masyarakat adat banyak yang hilang, karena tergerus investasi. "Investasi itu diperlukan daripada tanah terlantar, tapi harus ada dong undang-undangnya yang menjamin kelangsungan dan hak konstitusional masyarakat hukum adat," katanya menegaskan.
Baca juga: Menkopulhukam mengingatkan kasus Kabasarnas harus fokus pada penanganan korupsi
Baca juga: Mahfud MD apresiasi Pentas Seni Muslim Xinjiang
Sementara itu, Ketua Umum APHA mengatakan konferensi internasional itu merupakan upaya untuk membahas kembali serta mendesak pembahasan RUU masyarakat hukum adat. Dia menjelaskan pertemuan antara APHA dan beberapa fraksi di DPR RI, hanya satu fraksi yang sudah menyatakan kesiapan untuk melanjutkan pembahasan kembali RUU itu.
"Ini merupakan upaya kami untuk mempercepat pembahasan RUU," ujarnya.
"Melalui konferensi ini, kita dorong bersama-sama, MPR, DPR, bersama saya, nanti akan mencoba kita dorong masuk Prolegnas. Karena kalau didiskusikan terus, masalahnya tambah," katanya saat membuka konferensi internasional di Jakarta, Senin.
Tetapi, kata dia, jika RUU itu cepat diputuskan dan ternyata ada kekeliruan, masih dapat diperbaiki kembali. Karena, jika hanya menunggu kapan lengkapnya RUU itu, pasti tidak akan selesai. "Tapi kalau diputuskan, jadi keliru, itu bisa diperbaiki. Ini keliru, tadi belum lengkap, perbaiki saja," katanya menegaskan.
Hal itu disampaikan Mahfud saat menjadi pembicara kunci dalam konferensi internasional dengan tema, pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat dalam perspektif nasional dan internasional. Konferensi itu diselenggarakan MPR RI bersama Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Mahfud menjelaskan keinginan untuk membuat undang-undang hukum adat sudah dimulai sejak tahun 2002 lalu. Selanjutnya di tahun 2014, telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas), tetapi sampai saat ini tidak ada perkembangan lagi. Bahkan, dia mengingatkan jika pembahasan RUU itu tidak perlu menunggu selesai Pemilu, atau berharap adanya dampak elektoral ke partai.
"Tidak ada kaitan politik elektoral, siapapun bangsa Indonesia, kalau punya jiwa nasionalisme, suka pada undang-undangnya, apapun partai politiknya, harusnya segera dibahas," katanya menegaskan.
Menurut dia, jika RUU dibiarkan berlarut-larut, maka persoalan di masyarakat adat semakin banyak. Dia mencontohkan, aset tanah, hutan, sungai yang dimiliki masyarakat adat banyak yang hilang, karena tergerus investasi. "Investasi itu diperlukan daripada tanah terlantar, tapi harus ada dong undang-undangnya yang menjamin kelangsungan dan hak konstitusional masyarakat hukum adat," katanya menegaskan.
Baca juga: Menkopulhukam mengingatkan kasus Kabasarnas harus fokus pada penanganan korupsi
Baca juga: Mahfud MD apresiasi Pentas Seni Muslim Xinjiang
Sementara itu, Ketua Umum APHA mengatakan konferensi internasional itu merupakan upaya untuk membahas kembali serta mendesak pembahasan RUU masyarakat hukum adat. Dia menjelaskan pertemuan antara APHA dan beberapa fraksi di DPR RI, hanya satu fraksi yang sudah menyatakan kesiapan untuk melanjutkan pembahasan kembali RUU itu.
"Ini merupakan upaya kami untuk mempercepat pembahasan RUU," ujarnya.