Sumbawa Barat (Antara NTB) - Bupati Sumbawa Barat KH Zulkifli Muhadli menyatakan kesiapannya untuk kembali mencalonkan diri sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat pada pemilihan kepala daerah tahun 2017.
Hal itu dikemukakan "Kyai Zul", sapaan akrab KH Zulkifli Muhadli, di Taliwang, Selasa. Ia pada pilgub NTB 2013 juga menjadi calon gubernur. Namun dalam pemilihan kalah dari Gubernur NTB saat ini, TGH M Zainul Majdi.
Kiai yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai bupati Sumbawa Barat pada 13 Agustus 2015 ini, mengakui masih banyak "hutang" yang belum tuntas diselesaikannya kepada masyarakat selama 10 tahun kepemimpinannya sebagai bupati.
"Saya melihat masih ada hutang terhadap dakwah, itu yang harus saya tebus. Tebusnya bisa dengan dua cara, pertama dengan kembali memimpin daerah sebagai gubernur NTB atau dengan dengan tidak memimpin daerah secara formal tapi bergerak dalam bidang yang lain, baik ekonomi, sosial budaya. Tinggal kita lihat mana yang lebih bermanfaat," katanya.
Dia menyatakan, dirinya siap lahir batin untuk kembali mencalonkan diri sebagai bakal calon Gubernur NTB. Karena, untuk urusan kemampuan dan kesiapan, menjadi gubernur relatif lebih mudah dibandingkan dengan menjadi bupati atau wali kota. Sebab, gubernur tidak punya rakyat.
"Yang punya rakyat itu ya bupati dan wali kota. Gubernur itu tugasnya berkoordinasi, memfasilitasi, tidak seberat menjadi bupati atau wali kota. Jadi kalau orang bertanya apakah saya siap, saya sangat siap untuk memimpin provinsi," tegasnya.
Terkait kepemimpinan untuk lima tahun ke depan di Sumbawa Barat pascadirinya, Kiai Zul menyatakan kekuatan utama pemimpin itu di hati. Pemimpin harus punya rasa cinta kepada rakyat yang tidak dibuat-buat, bukan sekadar "lips service" atau basa basi. Itu syarat utama. Baru yang kedua mencintai pekerjaannya agar tidak menjadi beban.
Selanjutnya, pemimpin, tuturnya, juga harus bisa mengimplementasikan filosofi danau, bukan filosofi sungai. Kalau sungai menurutnya, hanya dialiri oleh air beserta berbagai macam benda yang hanyut di dalamnya termasuk kotoran, tetapi sekadar mengalir. Tetapi danau menampung semuanya.
Begitu pula Bupati, banyak kritikan, hujatan, pujian juga dan lain sebagainya. Bupati harus bisa menampung itu, mencarikan solusinya dan bersabar.
"Selama saya memimpin sangat banyak kekurangan. Untuk infrastruktur memang sudah jauh lebih baik daripada 10 tahun lalu. Tetapi pekerjaan terberat sesungguhnya adalah membangun karakter masyarakat. Masih banyak pemuda yang belum bisa mandiri dan belum terbiasa bekerja keras. Banyak pula masyarakat yang belum disiplin terhadap aturan, misalnya di jalan raya. Ini memang kecil, tetapi sesungguhnya menjadi tanggungjawab pemimpin," jelas dia. (*)
Hal itu dikemukakan "Kyai Zul", sapaan akrab KH Zulkifli Muhadli, di Taliwang, Selasa. Ia pada pilgub NTB 2013 juga menjadi calon gubernur. Namun dalam pemilihan kalah dari Gubernur NTB saat ini, TGH M Zainul Majdi.
Kiai yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai bupati Sumbawa Barat pada 13 Agustus 2015 ini, mengakui masih banyak "hutang" yang belum tuntas diselesaikannya kepada masyarakat selama 10 tahun kepemimpinannya sebagai bupati.
"Saya melihat masih ada hutang terhadap dakwah, itu yang harus saya tebus. Tebusnya bisa dengan dua cara, pertama dengan kembali memimpin daerah sebagai gubernur NTB atau dengan dengan tidak memimpin daerah secara formal tapi bergerak dalam bidang yang lain, baik ekonomi, sosial budaya. Tinggal kita lihat mana yang lebih bermanfaat," katanya.
Dia menyatakan, dirinya siap lahir batin untuk kembali mencalonkan diri sebagai bakal calon Gubernur NTB. Karena, untuk urusan kemampuan dan kesiapan, menjadi gubernur relatif lebih mudah dibandingkan dengan menjadi bupati atau wali kota. Sebab, gubernur tidak punya rakyat.
"Yang punya rakyat itu ya bupati dan wali kota. Gubernur itu tugasnya berkoordinasi, memfasilitasi, tidak seberat menjadi bupati atau wali kota. Jadi kalau orang bertanya apakah saya siap, saya sangat siap untuk memimpin provinsi," tegasnya.
Terkait kepemimpinan untuk lima tahun ke depan di Sumbawa Barat pascadirinya, Kiai Zul menyatakan kekuatan utama pemimpin itu di hati. Pemimpin harus punya rasa cinta kepada rakyat yang tidak dibuat-buat, bukan sekadar "lips service" atau basa basi. Itu syarat utama. Baru yang kedua mencintai pekerjaannya agar tidak menjadi beban.
Selanjutnya, pemimpin, tuturnya, juga harus bisa mengimplementasikan filosofi danau, bukan filosofi sungai. Kalau sungai menurutnya, hanya dialiri oleh air beserta berbagai macam benda yang hanyut di dalamnya termasuk kotoran, tetapi sekadar mengalir. Tetapi danau menampung semuanya.
Begitu pula Bupati, banyak kritikan, hujatan, pujian juga dan lain sebagainya. Bupati harus bisa menampung itu, mencarikan solusinya dan bersabar.
"Selama saya memimpin sangat banyak kekurangan. Untuk infrastruktur memang sudah jauh lebih baik daripada 10 tahun lalu. Tetapi pekerjaan terberat sesungguhnya adalah membangun karakter masyarakat. Masih banyak pemuda yang belum bisa mandiri dan belum terbiasa bekerja keras. Banyak pula masyarakat yang belum disiplin terhadap aturan, misalnya di jalan raya. Ini memang kecil, tetapi sesungguhnya menjadi tanggungjawab pemimpin," jelas dia. (*)