Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat menyita aset milik Ruslan yang merupakan terpidana kasus korupsi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Lombok Utara dengan kerugian negara senilai Rp3,1 miliar.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Harun Arrasyd di Mataram, Selasa, mengatakan penyitaan aset ini merupakan tindak lanjut atas vonis pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Jadi, dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap itu, kami melakukan penyitaan terhadap aset milik terpidana yang berada di wilayah Lombok Utara," kata Harun.
Aset milik terpidana di Kabupaten Lombok Utara itu berupa sebidang tanah seluas 400 meter persegi di Desa akar-Akar, sebidang tanah seluas 4.639 meter persegi di Desa Andalan, dan sebidang tanah seluas 12.772 meter persegi di Desa Sukadana.
"Selain tanah, bangunan yang berada di atas tanah itu juga kami sita," ujarnya.
Penyitaan aset milik terpidana korupsi ditandai dengan adanya pemasangan plang pemberitahuan penyitaan oleh Tim Seksi Perampasan Barang Bukti dan Barang Rampasan serta Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram, Kamis (10/8).
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram yang menjadi dasar penyitaan aset milik terpidana tersebut tercatat dengan Nomor: 13/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mtr, tanggal 24 Juli Tahun 2017.
Dalam putusannya, hakim pengadilan menjatuhkan pidana hukuman 7 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain itu, hakim membebankan Ruslan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,1 miliar.
Hakim dalam putusan turut memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan penyitaan aset milik terpidana. Aset tersebut berupa tanah dan bangunan yang telah disita pihak kejaksaan.
Sidang pada pengadilan tingkat pertama itu berlangsung tanpa kehadiran Ruslan di hadapan majelis hakim atau in absentia, karena Ruslan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan terhitung sejak berstatus sebagai tersangka di tahap penyidikan jaksa.
Dengan status Ruslan masih DPO kejaksaan, Harun menegaskan bahwa pihaknya masih terus berupaya menelusuri keberadaannya.
Dalam pencarian, Kejari Mataram turut melibatkan Kejati NTB dan Adhyaksa Monitoring Center (AMC) Kejaksaan Agung.
"Meskipun asetnya sudah kami sita, namun terpidana masih terus kami cari sampai ketemu," ucapnya.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Harun Arrasyd di Mataram, Selasa, mengatakan penyitaan aset ini merupakan tindak lanjut atas vonis pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Jadi, dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap itu, kami melakukan penyitaan terhadap aset milik terpidana yang berada di wilayah Lombok Utara," kata Harun.
Aset milik terpidana di Kabupaten Lombok Utara itu berupa sebidang tanah seluas 400 meter persegi di Desa akar-Akar, sebidang tanah seluas 4.639 meter persegi di Desa Andalan, dan sebidang tanah seluas 12.772 meter persegi di Desa Sukadana.
"Selain tanah, bangunan yang berada di atas tanah itu juga kami sita," ujarnya.
Penyitaan aset milik terpidana korupsi ditandai dengan adanya pemasangan plang pemberitahuan penyitaan oleh Tim Seksi Perampasan Barang Bukti dan Barang Rampasan serta Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram, Kamis (10/8).
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram yang menjadi dasar penyitaan aset milik terpidana tersebut tercatat dengan Nomor: 13/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mtr, tanggal 24 Juli Tahun 2017.
Dalam putusannya, hakim pengadilan menjatuhkan pidana hukuman 7 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain itu, hakim membebankan Ruslan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,1 miliar.
Hakim dalam putusan turut memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan penyitaan aset milik terpidana. Aset tersebut berupa tanah dan bangunan yang telah disita pihak kejaksaan.
Sidang pada pengadilan tingkat pertama itu berlangsung tanpa kehadiran Ruslan di hadapan majelis hakim atau in absentia, karena Ruslan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan terhitung sejak berstatus sebagai tersangka di tahap penyidikan jaksa.
Dengan status Ruslan masih DPO kejaksaan, Harun menegaskan bahwa pihaknya masih terus berupaya menelusuri keberadaannya.
Dalam pencarian, Kejari Mataram turut melibatkan Kejati NTB dan Adhyaksa Monitoring Center (AMC) Kejaksaan Agung.
"Meskipun asetnya sudah kami sita, namun terpidana masih terus kami cari sampai ketemu," ucapnya.