Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengingatkan kembali aturan terkait wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. "Amendemen UUD baik usulan MPR RI maupun DPD RI harus mengikuti aturan dalam Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan dalam pasal itu disebutkan amendemen UUD harus memenuhi persyaratan-persyaratan, antara lain usul amendemen harus diajukan sepertiga dari seluruh anggota MPR RI. Saat ini anggota MPR (gabungan anggota DPR dan anggota DPD) berjumlah 711 anggota.
“Jadi minimal amendemen UUD harus diajukan 237 anggota. Kalau hanya DPD yang jumlah 136 anggota saja yang mengusulkan amandemen UUD, maka belum cukup untuk mendorong proses amendemen UUD,” katanya.
Arsul Sani memberi penjelasan tentang isu amendemen UUD NRI Tahun 1945 yang muncul dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI. Isu amendemen UUD NRI Tahun 1945 itu muncul dalam Pidato Pengantar Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Pidato Pengantar Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI pada Kamis, 16 Agustus 2023.
Arsul Sani mengatakan amendemen yang disampaikan Ketua MPR dan Ketua DPD RI terdapat perbedaan yang substansial. Ia mengatakan dalam pidato pengantar Ketua MPR, amendemen UUD NRI Tahun 1945 yang dimaksud adalah amendemen yang sifatnya terbatas, yaitu untuk menempatkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan keperluan adanya aturan-aturan konstitusional bila terjadi situasi kedaruratan yang menyebabkan pemilu tidak bisa dilaksanakan. "Aturan konstitusional itu belum ada,” katanya usai Peringatan Hari Konstitusi dan HUT Ke-78 MPR di Gedung Nusantara IV
Sedangkan amendemen dalam pidato pengantar yang disampaikan Ketua DPD RI adalah amendemen untuk kembali pada UUD 1945 yang asli (sebelum perubahan) setelah itu dilakukan adendum. “Bagi kami di MPR RI, apa yang disampaikan Ketua DPD RI adalah hak konstitusional dan pendapat DPD. Kita hormati,” katanya.
Selain itu, lanjut Arsul Sani, pasal (apa) yang diamendemen harus jelas. Amendemen UUD tidak seperti membahas UU. Pembahasan amendemen hanya sesuai usulan yang akan diamendemen. Jadi kalau tidak ada dalam proposal usulan amendemen, maka usulan lain untuk amendemen tidak bisa muncul tiba-tiba.
Baca juga: Ketua MPR Bamsoet meminta seleksi pegawai BUMN diperketat
Baca juga: Menkopolhukam mengajak semua pihak dorong pengesahan RUU masyarakat hukum adat
Arsul menambahkan Pimpinan MPR RI telah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo dan menyepakati diskursus amendemen dengan menyertakan partisipasi publik dilakukan setelah Pemilu 14 Februari 2024.
Dia menjelaskan dalam pasal itu disebutkan amendemen UUD harus memenuhi persyaratan-persyaratan, antara lain usul amendemen harus diajukan sepertiga dari seluruh anggota MPR RI. Saat ini anggota MPR (gabungan anggota DPR dan anggota DPD) berjumlah 711 anggota.
“Jadi minimal amendemen UUD harus diajukan 237 anggota. Kalau hanya DPD yang jumlah 136 anggota saja yang mengusulkan amandemen UUD, maka belum cukup untuk mendorong proses amendemen UUD,” katanya.
Arsul Sani memberi penjelasan tentang isu amendemen UUD NRI Tahun 1945 yang muncul dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI. Isu amendemen UUD NRI Tahun 1945 itu muncul dalam Pidato Pengantar Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Pidato Pengantar Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI pada Kamis, 16 Agustus 2023.
Arsul Sani mengatakan amendemen yang disampaikan Ketua MPR dan Ketua DPD RI terdapat perbedaan yang substansial. Ia mengatakan dalam pidato pengantar Ketua MPR, amendemen UUD NRI Tahun 1945 yang dimaksud adalah amendemen yang sifatnya terbatas, yaitu untuk menempatkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan keperluan adanya aturan-aturan konstitusional bila terjadi situasi kedaruratan yang menyebabkan pemilu tidak bisa dilaksanakan. "Aturan konstitusional itu belum ada,” katanya usai Peringatan Hari Konstitusi dan HUT Ke-78 MPR di Gedung Nusantara IV
Sedangkan amendemen dalam pidato pengantar yang disampaikan Ketua DPD RI adalah amendemen untuk kembali pada UUD 1945 yang asli (sebelum perubahan) setelah itu dilakukan adendum. “Bagi kami di MPR RI, apa yang disampaikan Ketua DPD RI adalah hak konstitusional dan pendapat DPD. Kita hormati,” katanya.
Selain itu, lanjut Arsul Sani, pasal (apa) yang diamendemen harus jelas. Amendemen UUD tidak seperti membahas UU. Pembahasan amendemen hanya sesuai usulan yang akan diamendemen. Jadi kalau tidak ada dalam proposal usulan amendemen, maka usulan lain untuk amendemen tidak bisa muncul tiba-tiba.
Baca juga: Ketua MPR Bamsoet meminta seleksi pegawai BUMN diperketat
Baca juga: Menkopolhukam mengajak semua pihak dorong pengesahan RUU masyarakat hukum adat
Arsul menambahkan Pimpinan MPR RI telah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo dan menyepakati diskursus amendemen dengan menyertakan partisipasi publik dilakukan setelah Pemilu 14 Februari 2024.