Mataram (Antara NTB) - Himpunan Pramuwisata Nusa Tenggara Barat mengambil pelajaran dari bencana meletusnya Gunung Barujari, di Pulau Lombok, agar ke depannya para pramuwisata mempersiapkan diri jika terjadi peristiwa yang menyebabkan mereka menganggur.
"Meletusnya Gunung Barujari harus menjadi pelajaran bagi kita semua, tidak hanya `porter` dan `guide`, tapi semua pihak, terutama pelaku pariwisata," kata Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Nusa Tenggara Barat (NTB) H Ainuddin, di Mataram, Rabu.
Akibat letusan Gunung Barujari, kata dia, Bandara Internasional Lombok yang melayani rute penerbangan domestik dan internasional ditutup selama sepekan karena asap dan abu vulkanik membahayakan jalur penerbangan.
Dampak dari penutupan bandara tersebut, para wisatawan menunda, bahkan ada yang membatalkan rencana berwisata ke Pulau Lombok.
Namun, ada juga wisatawan yang datang melalui jalur laut menggunakan kapal cepat dari Bali. Tapi jumlahnya tidak signifikan di banding yang datang menggunakan moda transportasi udara.
Ainuddin menambahkan berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan selama sepekan itu berimplikasi terhadap pendapatan "guide" atau pramuwisata karena terbatasnya orang yang membutuhkan jasa mereka.
Sementara jumlah pramuwisata yang menjadi anggota HPI NTB mencapai 600-an orang yang tersebar di 10 kabupaten/kota.
"Rata-rata dalam sehari satu orang pramuwisata bisa memperoleh Rp500 hingga Rp700 ribu dari jasa dan 'fee'. Hitung saja kalau sepekan bandara ditutup sudah berapa pendapatan pramuwisata yang hilang," ujarnya.
Kondisi yang sama, kata dia, juga dihadapi para "porter" atau kuli angkut barang para pendaki Gunung Rinjani. Mereka saat ini masih menganggur, meskipun bandara sudah dibuka.
Para "porter" tersebut tidak bisa menjalankan aktivitasnya selama pemerintah masih menutup jalur pendakian Gunung Rinjani karena erupsi Gunung Barujari masih terjadi terus-menerus.
Dengan kondisi tersebut, menurut Ainuddin, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, terlebih "porter" belum masuk menjadi bagian dari HPI NTB.
"Kita hanya bisa bersabar. Makanya ini jadi pelajaran bagi pramuwisata dan `porter` agar penghasilan yang diperoleh ketika dalam kondisi normal, sebagiannya ditabung. Besok-besok kalau ada peristiwa yang berdampak terhadap pariwisata, ada yang diandalkan untuk biaya hidup," katanya.
Gunung Barujari dengan ketinggian 2.376 meter dari permukaan laut (mdpl) dan berada di sisi timur kaldera Gunung Rinjani meletus pada Minggu, 25 Oktober 2015, sekitar pukul 10.45 WITA, dan hingga saat ini masih mengeluarkan asap disertai abu vulkanik.
Gunung Barujari juga disebut anak Gunung Rinjani (3.726 mdpl) oleh masyarakat Pulau Lombok karena terbentuk di area Danau Segara Anak Gunung Rinjani pada 1944. (*)
"Meletusnya Gunung Barujari harus menjadi pelajaran bagi kita semua, tidak hanya `porter` dan `guide`, tapi semua pihak, terutama pelaku pariwisata," kata Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Nusa Tenggara Barat (NTB) H Ainuddin, di Mataram, Rabu.
Akibat letusan Gunung Barujari, kata dia, Bandara Internasional Lombok yang melayani rute penerbangan domestik dan internasional ditutup selama sepekan karena asap dan abu vulkanik membahayakan jalur penerbangan.
Dampak dari penutupan bandara tersebut, para wisatawan menunda, bahkan ada yang membatalkan rencana berwisata ke Pulau Lombok.
Namun, ada juga wisatawan yang datang melalui jalur laut menggunakan kapal cepat dari Bali. Tapi jumlahnya tidak signifikan di banding yang datang menggunakan moda transportasi udara.
Ainuddin menambahkan berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan selama sepekan itu berimplikasi terhadap pendapatan "guide" atau pramuwisata karena terbatasnya orang yang membutuhkan jasa mereka.
Sementara jumlah pramuwisata yang menjadi anggota HPI NTB mencapai 600-an orang yang tersebar di 10 kabupaten/kota.
"Rata-rata dalam sehari satu orang pramuwisata bisa memperoleh Rp500 hingga Rp700 ribu dari jasa dan 'fee'. Hitung saja kalau sepekan bandara ditutup sudah berapa pendapatan pramuwisata yang hilang," ujarnya.
Kondisi yang sama, kata dia, juga dihadapi para "porter" atau kuli angkut barang para pendaki Gunung Rinjani. Mereka saat ini masih menganggur, meskipun bandara sudah dibuka.
Para "porter" tersebut tidak bisa menjalankan aktivitasnya selama pemerintah masih menutup jalur pendakian Gunung Rinjani karena erupsi Gunung Barujari masih terjadi terus-menerus.
Dengan kondisi tersebut, menurut Ainuddin, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, terlebih "porter" belum masuk menjadi bagian dari HPI NTB.
"Kita hanya bisa bersabar. Makanya ini jadi pelajaran bagi pramuwisata dan `porter` agar penghasilan yang diperoleh ketika dalam kondisi normal, sebagiannya ditabung. Besok-besok kalau ada peristiwa yang berdampak terhadap pariwisata, ada yang diandalkan untuk biaya hidup," katanya.
Gunung Barujari dengan ketinggian 2.376 meter dari permukaan laut (mdpl) dan berada di sisi timur kaldera Gunung Rinjani meletus pada Minggu, 25 Oktober 2015, sekitar pukul 10.45 WITA, dan hingga saat ini masih mengeluarkan asap disertai abu vulkanik.
Gunung Barujari juga disebut anak Gunung Rinjani (3.726 mdpl) oleh masyarakat Pulau Lombok karena terbentuk di area Danau Segara Anak Gunung Rinjani pada 1944. (*)