Banda Aceh (ANTARA) - Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Prof Marwan mengingatkan para mukim (penduduk tetap) dan masyarakat hukum adat di Aceh dapat menjaga wilayah hutan adat yang telah ditetapkan atau diakui negara harus dilestarikan. "Selamat kepada Imum Mukim (pemimpin mukim) atas penetapan ini, kami berharap hutan adat tersebut dapat terus dilestarikan," kata Prof Marwan, di Banda Aceh, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan Prof Marwan setelah mendampingi para Imum Mukim di Aceh untuk menerima surat keputusan (SK) penetapan hutan adat Aceh dari Presiden Jokowi terhadap delapan kemukiman dari tiga kabupaten di Aceh.
Prof Marwan berharap pelestarian hutan adat tersebut penting dilestarikan secara berkelanjutan sebagai upaya meningkatkan ekonomi masyarakat hukum adat di wilayah itu sendiri. Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah resmi mengakui keberadaan delapan hutan adat mukim di tiga kabupaten di Aceh yakni Kabupaten Pidie, Aceh Jaya dan Bireuen.
Kata Prof Marwan, pengesahan wilayah hutan adat ini sebagai sejarah penting atas perjuangan masyarakat hukum adat di Aceh untuk mendapatkan kepastian hak atas hutan adatnya secara formal. "Alhamdulillah, USK dapat berperan dalam penetapan hutan adat yang diperjuangkan selama tujuh tahun lamanya ini," ujarnya.
Dirinya menyampaikan semua pihak yang telah ikut terlibat mendorong penetapan hutan adat Aceh tersebut yakni peneliti PRHIA USK, pendamping jaringan komunitas masyarakat adat (JKMA) Aceh, Aceh Green Conservation, Pemerintah Aceh, DLHK Aceh, dan pemerintah daerah.
"Kemudian kepada Imuem mukim, tokoh masyarakat, pemuda, tokoh adat, insan pers dan seluruh pihak yang mendorong lahirnya hutan adat di Aceh ini," katanya.
Dirinya juga mengucapkan terima kasih atas peran strategis Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar karena telah mendukung penuh usulan penetapan hutan adat melalui surat nomor 291/206 tertanggal 21 Desember 2022 kepada Menteri LHK. "Kita apresiasi Wali Nanggroe yang telah merekomendasikan secara resmi ke Menteri LHK setelah menerima hasil kajian tim PRHIA USK," ujar Prof Marwan.
Sementara itu, Ketua PRHIA USK Banda Aceh Dr Azhari mengatakan setelah diterbitkan SK penetapan hutan adat itu, maka masih ada tugas lainnya yaitu mengisi dan melanjutkannya agar benar-benar dapat memberikan hasil maksimal.
PRHIA bersedia mendampingi serta menjembatani dengan berbagai pemanku kepentingan atau stakeholders lain agar legalitas hutan adat Aceh ini dapat menjadi model dalam meningkatkan perekonomian masyarakat hukum adat dengan tetap memperhatikan kearifan lokal dan hukum adat.
Baca juga: Sektor pertanian perikanan kehutanan topang ekonomi Sumbar
Baca juga: Penghargaan Kalpataru kepada 10 pahlawan lingkungan
“Penguatan kelembagaan mukim, koordinasi dengan kelembagaan gampong, dan stakeholders terkait lainnya penting segera dilakukan. Kami siap menjembatani untuk kemaslahatan bersama," demikian Dr Azhari.
Pernyataan itu disampaikan Prof Marwan setelah mendampingi para Imum Mukim di Aceh untuk menerima surat keputusan (SK) penetapan hutan adat Aceh dari Presiden Jokowi terhadap delapan kemukiman dari tiga kabupaten di Aceh.
Prof Marwan berharap pelestarian hutan adat tersebut penting dilestarikan secara berkelanjutan sebagai upaya meningkatkan ekonomi masyarakat hukum adat di wilayah itu sendiri. Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah resmi mengakui keberadaan delapan hutan adat mukim di tiga kabupaten di Aceh yakni Kabupaten Pidie, Aceh Jaya dan Bireuen.
Kata Prof Marwan, pengesahan wilayah hutan adat ini sebagai sejarah penting atas perjuangan masyarakat hukum adat di Aceh untuk mendapatkan kepastian hak atas hutan adatnya secara formal. "Alhamdulillah, USK dapat berperan dalam penetapan hutan adat yang diperjuangkan selama tujuh tahun lamanya ini," ujarnya.
Dirinya menyampaikan semua pihak yang telah ikut terlibat mendorong penetapan hutan adat Aceh tersebut yakni peneliti PRHIA USK, pendamping jaringan komunitas masyarakat adat (JKMA) Aceh, Aceh Green Conservation, Pemerintah Aceh, DLHK Aceh, dan pemerintah daerah.
"Kemudian kepada Imuem mukim, tokoh masyarakat, pemuda, tokoh adat, insan pers dan seluruh pihak yang mendorong lahirnya hutan adat di Aceh ini," katanya.
Dirinya juga mengucapkan terima kasih atas peran strategis Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar karena telah mendukung penuh usulan penetapan hutan adat melalui surat nomor 291/206 tertanggal 21 Desember 2022 kepada Menteri LHK. "Kita apresiasi Wali Nanggroe yang telah merekomendasikan secara resmi ke Menteri LHK setelah menerima hasil kajian tim PRHIA USK," ujar Prof Marwan.
Sementara itu, Ketua PRHIA USK Banda Aceh Dr Azhari mengatakan setelah diterbitkan SK penetapan hutan adat itu, maka masih ada tugas lainnya yaitu mengisi dan melanjutkannya agar benar-benar dapat memberikan hasil maksimal.
PRHIA bersedia mendampingi serta menjembatani dengan berbagai pemanku kepentingan atau stakeholders lain agar legalitas hutan adat Aceh ini dapat menjadi model dalam meningkatkan perekonomian masyarakat hukum adat dengan tetap memperhatikan kearifan lokal dan hukum adat.
Baca juga: Sektor pertanian perikanan kehutanan topang ekonomi Sumbar
Baca juga: Penghargaan Kalpataru kepada 10 pahlawan lingkungan
“Penguatan kelembagaan mukim, koordinasi dengan kelembagaan gampong, dan stakeholders terkait lainnya penting segera dilakukan. Kami siap menjembatani untuk kemaslahatan bersama," demikian Dr Azhari.