MUI apresiasi pernyataan Presiden Prabowo ajak koruptor untuk bertobat

id presiden prabowo,koruptor,koruptor tobat,mui,pemberantasan korupsi,korupsi haram

MUI apresiasi pernyataan Presiden Prabowo ajak koruptor untuk bertobat

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi. (ANTARA/HO-MUI)

Jakarta (ANTARA) -

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi ajakan Presiden Prabowo Subianto kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan hasil curian mereka ke negara.
"Saya pribadi memberikan apresiasi ajakan Presiden Prabowo kepada para pihak yang merasa melakukan tindak pidana korupsi untuk mengembalikan hasil curiannya," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, Jumat.
Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, Kamis, menyebut dia memberi kesempatan koruptor tobat selama mereka mengembalikan hasil curian kepada negara.
Presiden menyebut kesempatan bertobat itu diberikan dalam waktu minggu-minggu dan bulan-bulan ini tanpa menyebutkan waktu spesifik. Kendati memberi kesempatan, Zainut mengingatkan agar Presiden Prabowo menindak tegas apabila koruptor yang telah diberi pengampunan tetap membandel. Hal tersebut, kata Zainut, menunjukkan kuatnya komitmen Presiden dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menurut dia, langkah Presiden itu merupakan terobosan hukum yang cukup berani dan simpatik. Presiden ingin memulai gerakan bersih-bersih memberantas korupsi dengan membuka kesempatan kepada koruptor untuk bertobat.
"Jika sudah diberi kesempatan bertobat tidak dimanfaatkan dengan baik, maka penegakan hukum akan diberlakukan secara tegas," kata dia.

Baca juga: Soal kasus Gus Miftah, Cholil Nafis: Pentingnya jaga lisan dalam komunikasi publik

Meskipun demikian MUI meminta langkah Presiden tersebut harus tetap didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. "Harus ada payung hukum yang bisa dipertanggungjawabkan terhadap langkah Presiden tersebut," katanya.
Menurutnya, langkah Presiden sudah sejalan dengan hasil keputusan Mukernas IV MUI 2024 yakni mendorong agar Presiden RI memimpin langsung pemberantasan korupsi.
Apalagi Indonesia dalam status darurat korupsi dan hendaknya memperkuat KPK sebagai lembaga negara yang independen. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan fatwa terkait korupsi yaitu Fatwa Nomor 4/Munas VI/MUI/2000.

Dalam fatwa tersebut,MUI mendefinisikan korupsi atau ghulul sebagai tindakan mengambil sesuatu yang berada di bawah kekuasaan dengan cara yang tidak benar menurut Islam.

"MUI memfatwakan bahwa korupsi dan suap adalah tindakan yang haram hukumnya," kata dia.