Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menelusuri keterlibatan Bank Sinarmas terkait perkara korupsi kerja sama operasional (KSO) tahun 2013 dalam pengelolaan aset Pemerintah Kabupaten Lombok Barat untuk pembangunan pusat perbelanjaan Lombok City Center.
"Jadi, ini perkara 'kan sudah masuk persidangan. Untuk soal itu (keterlibatan Bank Sinarmas), kami dalami dan lihat petunjuk dari fakta-fakta yang terungkap nantinya di persidangan," kata Kepala Kejati NTB Enen Saribanon di Mataram, Kamis.
Bank Sinarmas dalam perkara ini bertindak sebagai pihak yang menerima agunan dari PT Bliss Pembangunan Sejahtera berupa sertifikat Hak Guna Bangunan (sHGB) lahan seluas 4,8 hektare di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Lombok Barat yang merupakan aset pemerintah daerah.
PT Bliss menyerahkan sHGB tersebut sebagai agunan usai mendapat persetujuan dari pemegang saham PT Tripat, Perusahaan Daerah Lombok Barat. Penyerahan aset tersebut sebagai bagian dari tindak lanjut KSO antara PT Tripat dengan PT Bliss.
Keterlibatan Bank Sinarmas dalam perkara ini turut tercantum dalam dakwaan jaksa penuntut umum yang telah dibacakan ke hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram untuk terdakwa Zaini Arony, mantan Bupati Lombok Barat; Lalu Azriel Sopandi, Direktur Utama PT Tripat; dan Isabel Tanihaha, Direktur PT Bliss, pada Selasa (10/6).
Dalam dakwaan terungkap bahwa akibat Bank Sinarmas menerima sHGB sebagai agunan dan mencairkan dana kredit kepada PT Bliss senilai Rp263 miliar pada akhir tahun 2015 itu menjadi salah satu perbuatan pidana dari ketiga terdakwa.
Bahkan, akibat dari PT Bliss yang tidak melanjutkan pengelolaan LCC terhitung sejak akhir tahun 2017, menimbulkan tunggakan kredit senilai Rp531 miliar sehingga sHGB yang menjadi agunan terancam diambil alih oleh Bank Sinarmas sebagai pemberi dana kredit kepada PT Bliss.
Baca juga: Kejaksaan temukan kekurangan spesifikasi proyek Labuhan Haji Lombok Timur
Namun, dalam perkara ini kejaksaan pada tahap penyidikan sudah mengambil langkah hukum tegas dengan menyita lahan yang menjadi agunan pada Bank Sinarmas.
Menurut Enen, lahan yang berstatus aset daerah merupakan bagian pelanggaran pidana dan bertentangan dengan Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan barang milik negara atau daerah tidak dapat digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Perihal isu pihak bank swasta ini tidak ikut terseret dalam perkara karena ada kabar jaksa yang masuk tim penyidik dan penuntut umum mendapatkan beasiswa dari Bank Sinarmas, Enen menepis tudingan tersebut.
Baca juga: Polisi periksa puluhan saksi korupsi masker COVID-19 di Sumbawa
"Itu tidak benar. Tidak ada hubungannya dengan beasiswa yang diberikan ke jaksa. Beda itu. Kami tetap menjaga independensi dalam setiap penanganan perkara," ujarnya.
Dalam perkara ini aset daerah yang dijadikan sebagai agunan ke Bank Sinarmas turut menjadi bagian dari nilai kerugian keuangan negara. Dari perhitungan ahli, kerugian mencapai Rp38 miliar lebih.