Mataram (Antara NTB)- Penjabat Wali Kota Mataram Hj Putu Selly Andayani akan menyerahkan hasil temuan Ombudsman Nusa Tenggara Barat terkait indikasi pungutan liar dalam proses pengurusan sertifikat tanah melalui program prona yang dilakukan aparat kelurahan setempat.
"Jabatan saya ini tinggal beberapa hari saja, jadi tindak lanjut dari temuan Ombudsman tersebut akan saya serahkan kepada wali kota definitif yang akan dilantik 17 Februari 2016," katanya di Mataram, Rabu.
Dalam hal ini, sambungnya, penjabat hanya bisa memberikan pembinaan karena penjabat tidak memiliki kewenangan terhadap hal tersebut.
Termasuk untuk menindaklanjuti ke jalur hukum, 6sebab temuan itu sifatnya masih diduga.
"Selain itu, investigasi yang dilakukan oleh Ombudsman baru tiga kelurahan dari 50 kelurahan yang ada," sebutnya.
Dari informasi, kata Selly, kelebihan dana yang diambil dari proses pengurusan prona tersebut digunakan untuk perbaikan gedung kantor lurah.
Hal itu semestinya tidak dilakukan oleh aparat kelurahan karena anggaran perbaikan kantor lurah ada di kecamatan di bawah koordinasi Bagian Pemerintahan Setda Kota Mataram.
Di sisi lain, dalam hal pengawasan kalangan DPRD kota Mataram juga harus memiliki andil, agar berbagai indikasi penyimpangan termasuk pungutan liar bisa diantisipasi.
"Jangan semuanya diserahkan ke penjabat, karena saya hanya menjabat enam bulan sementara mereka sudah menjabat bertahun-tahun," ujarnya.
Asisten Bidang Laporan Ombudsman RI Perwakilan NTB Sahabudin sebelumnya mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan sejak bulan September hingga awal tahun 2016 yang saat ini sedang berproses, masyarakat sasaran program prona membayar prona bervariasi.
"Ada yang membayar Rp500 ribu, Rp1 juta hingga Rp1,5 juta," sebutnya.
Padahal, kata dia, berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 4 tahun 2015, menyebutkan penerbitan prona bagi masyarakat menengah dan miskin diberikan gratis untuk pengurusan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Karena itu, semua biaya penerbitan prona di BPN sudah ditanggung oleh APBN melalui DIPA BPN masing-masing daerah," sebutnya.
Tetapi, lanjutnya, pemohon atau sasaran prona harus melengkapi berbagai syarat yang ditentukan dengan menggunakan biaya sendiri.
Syarat tersebut antara lain, matrai, alas hak berupa surat atau dokumen jual beli/surat ahli waris, dan patok tanah. (*)
"Jabatan saya ini tinggal beberapa hari saja, jadi tindak lanjut dari temuan Ombudsman tersebut akan saya serahkan kepada wali kota definitif yang akan dilantik 17 Februari 2016," katanya di Mataram, Rabu.
Dalam hal ini, sambungnya, penjabat hanya bisa memberikan pembinaan karena penjabat tidak memiliki kewenangan terhadap hal tersebut.
Termasuk untuk menindaklanjuti ke jalur hukum, 6sebab temuan itu sifatnya masih diduga.
"Selain itu, investigasi yang dilakukan oleh Ombudsman baru tiga kelurahan dari 50 kelurahan yang ada," sebutnya.
Dari informasi, kata Selly, kelebihan dana yang diambil dari proses pengurusan prona tersebut digunakan untuk perbaikan gedung kantor lurah.
Hal itu semestinya tidak dilakukan oleh aparat kelurahan karena anggaran perbaikan kantor lurah ada di kecamatan di bawah koordinasi Bagian Pemerintahan Setda Kota Mataram.
Di sisi lain, dalam hal pengawasan kalangan DPRD kota Mataram juga harus memiliki andil, agar berbagai indikasi penyimpangan termasuk pungutan liar bisa diantisipasi.
"Jangan semuanya diserahkan ke penjabat, karena saya hanya menjabat enam bulan sementara mereka sudah menjabat bertahun-tahun," ujarnya.
Asisten Bidang Laporan Ombudsman RI Perwakilan NTB Sahabudin sebelumnya mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan sejak bulan September hingga awal tahun 2016 yang saat ini sedang berproses, masyarakat sasaran program prona membayar prona bervariasi.
"Ada yang membayar Rp500 ribu, Rp1 juta hingga Rp1,5 juta," sebutnya.
Padahal, kata dia, berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 4 tahun 2015, menyebutkan penerbitan prona bagi masyarakat menengah dan miskin diberikan gratis untuk pengurusan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Karena itu, semua biaya penerbitan prona di BPN sudah ditanggung oleh APBN melalui DIPA BPN masing-masing daerah," sebutnya.
Tetapi, lanjutnya, pemohon atau sasaran prona harus melengkapi berbagai syarat yang ditentukan dengan menggunakan biaya sendiri.
Syarat tersebut antara lain, matrai, alas hak berupa surat atau dokumen jual beli/surat ahli waris, dan patok tanah. (*)