Jakarta (ANTARA) - Kepala Tim Kerja Alat Kesehatan (alkes) Dalam Negeri dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Silvia mengungkapkan baru sekitar 25 persen alkes produksi lokal yang menguasai pasar dalam negeri.
"Hanya 14.208 izin edar alkes dalam negeri yang sekarang ada di Indonesia, dibandingkan dengan produk impor sebanyak 54.127 izin edar dari luar negeri, atau hanya sekitar 25 persen dari alat kesehatan yang beredar di Indonesia," katanya dalam diskusi terkait tata laksana produksi alkes yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Eva menjelaskan seluruh izin edar alkes dalam negeri terdiri atas 422 jenis produk yang dibuat oleh 821 produsen. Sementara seluruh izin edar alkes luar negeri terdiri atas 1.549 jenis produk impor, yang diimpor oleh 4.290 distributor alkes luar negeri di Indonesia.
Lebih lanjut dia menerangkan pada 2020 neraca perdagangan alkes di Indonesia mengalami defisit sebanyak Rp23,8 triliun, dengan rincian alkes impor sebesar Rp40,1 triliun dan alkes ekspor sebanyak Rp16,3 triliun.
"Ini memang menjadi satu tantangan buat kita, bagaimana kita bisa memiliki alat kesehatan yang diproduksi sendiri, demi ketahanan alat kesehatan yang memang menjadi tujuan pertama," ujarnya.
Oleh karena itu, Pemerintah sedang berupaya menggalakkan produksi alkes dalam negeri untuk meningkatkan ketahanan alkes di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya produksi alkes dalam tiga tahun terakhir, dengan persentase sebanyak 76,61 persen.
Salah satu upaya tersebut diwujudkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyediakan sejumlah program fasilitator produksi alkes dalam negeri. Salah satunya, adalah melalui Program Fasilitasi Pengujian Produk Inovasi Bidang Kesehatan (PPIK).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Industri BRIN Mulyadi Sinung Harjono mengatakan pihaknya hadir untuk menyelesaikan tantangan dalam melakukan uji pra-klinik dan klinik di Indonesia. "Tujuannya adalah mengurangi beban risiko pengujian produk inovasi kesehatan, bagi industri yang akan memanfaatkan hasil riset dan inovasi," ujar Mulyadi.
Dia mengatakan Program Fasilitasi PPIK juga mendorong sinergisme dan kolaborasi Pemerintah, Lembaga, Perguruan Tinggi, Rumah Sakit, dan/atau industri dalam kerangka pemanfaatan hasil riset dan inovasi.
Baca juga: Puluhan dokumen terkait pengadaan alkes di RSUD Sumbawa disita
Baca juga: Gakeslab tekankan peran distributor daerah kemandirian Alkes
Mulyadi berharap Program Fasilitasi PPIK dapat dimanfaatkan oleh industri alkes dalam negeri untuk dapat meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga pasar dalam negeri mampu dikuasai oleh industri lokal.*
"Hanya 14.208 izin edar alkes dalam negeri yang sekarang ada di Indonesia, dibandingkan dengan produk impor sebanyak 54.127 izin edar dari luar negeri, atau hanya sekitar 25 persen dari alat kesehatan yang beredar di Indonesia," katanya dalam diskusi terkait tata laksana produksi alkes yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Eva menjelaskan seluruh izin edar alkes dalam negeri terdiri atas 422 jenis produk yang dibuat oleh 821 produsen. Sementara seluruh izin edar alkes luar negeri terdiri atas 1.549 jenis produk impor, yang diimpor oleh 4.290 distributor alkes luar negeri di Indonesia.
Lebih lanjut dia menerangkan pada 2020 neraca perdagangan alkes di Indonesia mengalami defisit sebanyak Rp23,8 triliun, dengan rincian alkes impor sebesar Rp40,1 triliun dan alkes ekspor sebanyak Rp16,3 triliun.
"Ini memang menjadi satu tantangan buat kita, bagaimana kita bisa memiliki alat kesehatan yang diproduksi sendiri, demi ketahanan alat kesehatan yang memang menjadi tujuan pertama," ujarnya.
Oleh karena itu, Pemerintah sedang berupaya menggalakkan produksi alkes dalam negeri untuk meningkatkan ketahanan alkes di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya produksi alkes dalam tiga tahun terakhir, dengan persentase sebanyak 76,61 persen.
Salah satu upaya tersebut diwujudkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyediakan sejumlah program fasilitator produksi alkes dalam negeri. Salah satunya, adalah melalui Program Fasilitasi Pengujian Produk Inovasi Bidang Kesehatan (PPIK).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Industri BRIN Mulyadi Sinung Harjono mengatakan pihaknya hadir untuk menyelesaikan tantangan dalam melakukan uji pra-klinik dan klinik di Indonesia. "Tujuannya adalah mengurangi beban risiko pengujian produk inovasi kesehatan, bagi industri yang akan memanfaatkan hasil riset dan inovasi," ujar Mulyadi.
Dia mengatakan Program Fasilitasi PPIK juga mendorong sinergisme dan kolaborasi Pemerintah, Lembaga, Perguruan Tinggi, Rumah Sakit, dan/atau industri dalam kerangka pemanfaatan hasil riset dan inovasi.
Baca juga: Puluhan dokumen terkait pengadaan alkes di RSUD Sumbawa disita
Baca juga: Gakeslab tekankan peran distributor daerah kemandirian Alkes
Mulyadi berharap Program Fasilitasi PPIK dapat dimanfaatkan oleh industri alkes dalam negeri untuk dapat meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga pasar dalam negeri mampu dikuasai oleh industri lokal.*