Medan (ANTARA) - Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumatera Utara Poppy M Hutagalung menyebutkan faktor cuaca yang kurang mendukung menjadi penyebab kenaikan harga beras di wilayahnya dalam beberapa bulan terakhir.
“Permasalahannya beruntun, cuaca ekstrem, banjir juga, khususnya sekitar sini, sehingga ada gangguan produksi. Ada juga kerusakan infrastruktur karena banjir mempengaruhi kuantitas panen,” katanya usai meninjau sejumlah kilang padi di Kabupaten Deliserdang, Kamis.
Poppy menuturkan, tim mengecek dua kilang padi di Kabupaten Deliserdang. Hasilnya diketahui memang kilang padi kesulitan mendapatkan gabah. "Pada bulan Maret beberapa daerah di Sumut terkena banjir seperti di Sei Rampah termasuk Tanjung Morawa. Banjir membuat sebagian besar petani padi mengalami gagal panen, dan di daerah-daerah lainnya belum memasuki masa panen sehingga terjadi kelangkaan gabah," kata Poppy.
Namun, kata dia, saat ini kondisinya sudah mulai membaik setelah langkah yang diambil pemerintah mengintervensi harga dan juga masuknya masa panen. "Dari dua kilang yang kita datangi harga gabah sudah turun ke angka Rp5.800 per kg. Di bulan Juli sampai September itu sampai Rp7.000, sehingga mau tidak mau beras juga naik. Kita harap tetap stabil karena sebentar lagi akan ada hari besar,” sebutnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Disperindag ESDM Sumut Yosi Sukmono mengatakan, untuk mengantisipasi kenaikan harga terjadi kembali perlu komunikasi yang kuat antara pemerintah, petani dan pelaku usaha. Sehingga bisa diantisipasi sesegera mungkin sebelum berdampak besar bagi masyarakat.
“Pemprov Sumut akan terus melanjutkan langkah-langkah strategis, kita harus solid lintas sektor termasuk KPPU, BI, Satgas Pangan, Bulog, petani dan pelaku usaha, ketika ada sesuatu yang kurang beres di sana, apa yang harus kita lakukan, kita bincangkan dan kita lakukan langkah bersama,” kata Yosi.
Sementara itu, pengusaha kilang padi, Hadi, mengatakan akibat banjir dan kegagalan panen kilang-kilang padi membuat pengusaha berebut membeli gabah karena harus memenuhi permintaan pelanggan.
Baca juga: Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul pastikan stok beras cukup
Baca juga: Perum Bulog NTB minta perketat pengawasan pembeli beras SPHP
"Ini yang membuat harga gabah meningkat karena beberapa kilang berani menaikkan harganya. Rebutan, jadi petani menjual gabahnya ke kilang yang berani pasang harga paling tinggi. Kalau kita tidak beli pelanggan kita bisa marah, pindah ke kilang lainnya, mau tidak mau kita harus ikut menaikkan harga,” kata Hadi.
“Permasalahannya beruntun, cuaca ekstrem, banjir juga, khususnya sekitar sini, sehingga ada gangguan produksi. Ada juga kerusakan infrastruktur karena banjir mempengaruhi kuantitas panen,” katanya usai meninjau sejumlah kilang padi di Kabupaten Deliserdang, Kamis.
Poppy menuturkan, tim mengecek dua kilang padi di Kabupaten Deliserdang. Hasilnya diketahui memang kilang padi kesulitan mendapatkan gabah. "Pada bulan Maret beberapa daerah di Sumut terkena banjir seperti di Sei Rampah termasuk Tanjung Morawa. Banjir membuat sebagian besar petani padi mengalami gagal panen, dan di daerah-daerah lainnya belum memasuki masa panen sehingga terjadi kelangkaan gabah," kata Poppy.
Namun, kata dia, saat ini kondisinya sudah mulai membaik setelah langkah yang diambil pemerintah mengintervensi harga dan juga masuknya masa panen. "Dari dua kilang yang kita datangi harga gabah sudah turun ke angka Rp5.800 per kg. Di bulan Juli sampai September itu sampai Rp7.000, sehingga mau tidak mau beras juga naik. Kita harap tetap stabil karena sebentar lagi akan ada hari besar,” sebutnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Disperindag ESDM Sumut Yosi Sukmono mengatakan, untuk mengantisipasi kenaikan harga terjadi kembali perlu komunikasi yang kuat antara pemerintah, petani dan pelaku usaha. Sehingga bisa diantisipasi sesegera mungkin sebelum berdampak besar bagi masyarakat.
“Pemprov Sumut akan terus melanjutkan langkah-langkah strategis, kita harus solid lintas sektor termasuk KPPU, BI, Satgas Pangan, Bulog, petani dan pelaku usaha, ketika ada sesuatu yang kurang beres di sana, apa yang harus kita lakukan, kita bincangkan dan kita lakukan langkah bersama,” kata Yosi.
Sementara itu, pengusaha kilang padi, Hadi, mengatakan akibat banjir dan kegagalan panen kilang-kilang padi membuat pengusaha berebut membeli gabah karena harus memenuhi permintaan pelanggan.
Baca juga: Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul pastikan stok beras cukup
Baca juga: Perum Bulog NTB minta perketat pengawasan pembeli beras SPHP
"Ini yang membuat harga gabah meningkat karena beberapa kilang berani menaikkan harganya. Rebutan, jadi petani menjual gabahnya ke kilang yang berani pasang harga paling tinggi. Kalau kita tidak beli pelanggan kita bisa marah, pindah ke kilang lainnya, mau tidak mau kita harus ikut menaikkan harga,” kata Hadi.