Mataram (ANTARA) - Penyidik kejaksaan mendalami adanya dugaan aliran gratifikasi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana penyertaan modal pemerintah pada Perusahaan Daerah (Perusda) Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Sumbawa Barat Rasyid Yuliansyah melalui sambungan telepon di Mataram, Jumat, mengatakan dugaan aliran gratifikasi itu muncul dari pemeriksaan tersangka EK.
"Karena itu, pasti akan kami dalami, namun untuk saat ini kami masih fokus ke pidana pokoknya," kata Rasyid.
Penasihat hukum tersangka EK, Lalu Anton Hariawan, membenarkan bahwa kliennya telah mengungkapkan ke penyidik kejaksaan terkait adanya dugaan aliran gratifikasi dari kasus tersebut.
Menurut informasi dari kliennya, Perusda Sumbawa Barat bukan hanya memberikan pinjaman modal kepada perusahaan milik kliennya inisial PAM, melainkan ada lagi perusahaan lain berinisial SP.
Kliennya menyebutkan bahwa Perusda Sumbawa Barat turut melakukan modus pidana serupa dengan perusahaan inisial SP.
Dia pun turut mempertanyakan komitmen kejaksaan dalam penanganan kasus yang tidak mengusut pinjaman modal kepada perusahaan SP.
"Mengapa ini (pinjaman perusahaan SP) tidak diusut juga? Saya berharap dengan adanya pengakuan dari klien kami, penyidik dapat mengungkap peran orang lain (tersangka)," kata dia.
Kepada Anton, tersangka EK juga mengakui telah mentransfer uang dan ada juga dalam bentuk tunai ke sejumlah karyawan Perusda Sumbawa Barat, yang nominalnya mencapai ratusan juta.
Selain adanya aliran ke karyawan perusda, ada juga aliran ke pejabat pemerintahan. Menurut keterangan EK, jelas Anton, kliennya mengirim uang dalam bentuk transfer senilai Rp1 miliar.
"Bukti transfer kepada karyawan perusda dan pejabat sudah kami perlihatkan juga ke penyidik. Bukti itu kami pegang," ujar dia.
Kejari Sumbawa Barat menetapkan status dari penanganan perkara ini ke tahap penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara pada akhir Maret 2023.
Penyidikan mengarah pada dugaan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Sangkaan pasal tersebut berkaitan dengan adanya dugaan penyalahgunaan terhadap penyertaan modal Perusda Sumbawa Barat.
Pada masa pengelolaan periode 2016 sampai 2021, perusda tercatat menerima anggaran Rp7,2 miliar. Ada pembagian keuntungan diatur dalam penyertaan modal tersebut.
Namun, selama periode enam tahun itu, perusda tercatat hanya mampu membagikan keuntungan kepada pemerintah daerah sebesar Rp386 juta. Nominal tersebut terbilang jauh dari aturan kesepakatan dalam penyertaan modal.
Tersangka dalam kasus ini berjumlah dua orang. Selain EK, penyidik menetapkan Direktur Perusda Sumbawa Barat periode 2016 sampai 2021 inisial AS sebagai tersangka.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Sumbawa Barat Rasyid Yuliansyah melalui sambungan telepon di Mataram, Jumat, mengatakan dugaan aliran gratifikasi itu muncul dari pemeriksaan tersangka EK.
"Karena itu, pasti akan kami dalami, namun untuk saat ini kami masih fokus ke pidana pokoknya," kata Rasyid.
Penasihat hukum tersangka EK, Lalu Anton Hariawan, membenarkan bahwa kliennya telah mengungkapkan ke penyidik kejaksaan terkait adanya dugaan aliran gratifikasi dari kasus tersebut.
Menurut informasi dari kliennya, Perusda Sumbawa Barat bukan hanya memberikan pinjaman modal kepada perusahaan milik kliennya inisial PAM, melainkan ada lagi perusahaan lain berinisial SP.
Kliennya menyebutkan bahwa Perusda Sumbawa Barat turut melakukan modus pidana serupa dengan perusahaan inisial SP.
Dia pun turut mempertanyakan komitmen kejaksaan dalam penanganan kasus yang tidak mengusut pinjaman modal kepada perusahaan SP.
"Mengapa ini (pinjaman perusahaan SP) tidak diusut juga? Saya berharap dengan adanya pengakuan dari klien kami, penyidik dapat mengungkap peran orang lain (tersangka)," kata dia.
Kepada Anton, tersangka EK juga mengakui telah mentransfer uang dan ada juga dalam bentuk tunai ke sejumlah karyawan Perusda Sumbawa Barat, yang nominalnya mencapai ratusan juta.
Selain adanya aliran ke karyawan perusda, ada juga aliran ke pejabat pemerintahan. Menurut keterangan EK, jelas Anton, kliennya mengirim uang dalam bentuk transfer senilai Rp1 miliar.
"Bukti transfer kepada karyawan perusda dan pejabat sudah kami perlihatkan juga ke penyidik. Bukti itu kami pegang," ujar dia.
Kejari Sumbawa Barat menetapkan status dari penanganan perkara ini ke tahap penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara pada akhir Maret 2023.
Penyidikan mengarah pada dugaan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Sangkaan pasal tersebut berkaitan dengan adanya dugaan penyalahgunaan terhadap penyertaan modal Perusda Sumbawa Barat.
Pada masa pengelolaan periode 2016 sampai 2021, perusda tercatat menerima anggaran Rp7,2 miliar. Ada pembagian keuntungan diatur dalam penyertaan modal tersebut.
Namun, selama periode enam tahun itu, perusda tercatat hanya mampu membagikan keuntungan kepada pemerintah daerah sebesar Rp386 juta. Nominal tersebut terbilang jauh dari aturan kesepakatan dalam penyertaan modal.
Tersangka dalam kasus ini berjumlah dua orang. Selain EK, penyidik menetapkan Direktur Perusda Sumbawa Barat periode 2016 sampai 2021 inisial AS sebagai tersangka.