Mataram (Antara NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menginginkan revisi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah mengakomodasi kepentingan investasi yang bisa menggerakkan perekonomian.
"Kami memberi catatan khusus, bahwa rencana tata ruang wilayah (RTRW) itu harus mengakomodir soal berinvestasi, jangan dibalik investasi yang harus menyesuaikan tata ruang," kata Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BKPMPT) Nusa Tenggara Barat (NTB) Ridwansyah di Mataram, Jumat.
Ia mengatakan revisi Perda RTRW bisa dilakukan setelah regulasi tersebut berjalan selama lima tahun.
Pemerintah daerah di NTB yang sudah menerapkan Perda RTRW selama lima tahun, yakni Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kota Mataram, dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
Untuk itu, Ridwansyah berharap kepada tim penyusun revisi Perda RTRW untuk mencermati dinamika dan rencana-rencana pembangunan, baik skala regional maupun nasional.
"Penataan ruang itu harus mengarah kepada bagaimana mampu menarik investasi sebesar-besarnya," ujarnya.
Ia menyebutkan berbagai rencana pembangunan skala besar di NTB, seperti pembangunan pelabuhan "Global Hub" Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara.
Selain itu, rencana pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 500 megawatt (MW), sebagai bagian dari program pemerintah pusat membangun pembangkit listrik berkapasitas 35 ribu MW.
Selain itu, program hilirisasi produk sapi, jagung, dan rumput laut (pijar) yang merupakan komoditas unggulan NTB dan menjadi fokus pemerintah daerah sejak 2009.
Ia mengingatkan masyarakat jangan sampai hanya diminta memproduksi tetapi tidak dipikirkan di mana lokasi untuk industrinya.
"Jadi Perda RTRW harus sedikit komprehensif karena investasi di NTB dan di Indonesia sedang dipacu, tata ruang harus mampu menyediakan ruang, bukan justru orang sudah membangun lalu menyalahi tata ruang lalu itu menjadi masalah," katanya.
Koordinator World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Regional Nusa Tenggara Ridha Hakim menginginkan transparansi revisi Perda RTRW di provinsi dan kabupaten/kota agar tidak ada pelanggaran aturan.
"Kami berharap pembahasan revisi tata ruang atau proses perizinan investasi sesuai tata ruang karena tata ruang itu semacam kitab suci bagi arah pembangunan," katanya. (*)
"Kami memberi catatan khusus, bahwa rencana tata ruang wilayah (RTRW) itu harus mengakomodir soal berinvestasi, jangan dibalik investasi yang harus menyesuaikan tata ruang," kata Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BKPMPT) Nusa Tenggara Barat (NTB) Ridwansyah di Mataram, Jumat.
Ia mengatakan revisi Perda RTRW bisa dilakukan setelah regulasi tersebut berjalan selama lima tahun.
Pemerintah daerah di NTB yang sudah menerapkan Perda RTRW selama lima tahun, yakni Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kota Mataram, dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
Untuk itu, Ridwansyah berharap kepada tim penyusun revisi Perda RTRW untuk mencermati dinamika dan rencana-rencana pembangunan, baik skala regional maupun nasional.
"Penataan ruang itu harus mengarah kepada bagaimana mampu menarik investasi sebesar-besarnya," ujarnya.
Ia menyebutkan berbagai rencana pembangunan skala besar di NTB, seperti pembangunan pelabuhan "Global Hub" Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara.
Selain itu, rencana pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 500 megawatt (MW), sebagai bagian dari program pemerintah pusat membangun pembangkit listrik berkapasitas 35 ribu MW.
Selain itu, program hilirisasi produk sapi, jagung, dan rumput laut (pijar) yang merupakan komoditas unggulan NTB dan menjadi fokus pemerintah daerah sejak 2009.
Ia mengingatkan masyarakat jangan sampai hanya diminta memproduksi tetapi tidak dipikirkan di mana lokasi untuk industrinya.
"Jadi Perda RTRW harus sedikit komprehensif karena investasi di NTB dan di Indonesia sedang dipacu, tata ruang harus mampu menyediakan ruang, bukan justru orang sudah membangun lalu menyalahi tata ruang lalu itu menjadi masalah," katanya.
Koordinator World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Regional Nusa Tenggara Ridha Hakim menginginkan transparansi revisi Perda RTRW di provinsi dan kabupaten/kota agar tidak ada pelanggaran aturan.
"Kami berharap pembahasan revisi tata ruang atau proses perizinan investasi sesuai tata ruang karena tata ruang itu semacam kitab suci bagi arah pembangunan," katanya. (*)