Mataram (Antara NTB) - Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Pencatatan Sipil Nusa Tenggara Barat Husni Thamrin menyebutkan 70 persen anak di daerah itu belum memiliki akta kelahiran.
"Dari data kami jumlah anak yang memiliki akta kelahiran baru 30 persen. Jumlah ini dari 1,6 juta anak di NTB, " kata Husni Thamrin di Mataram, Selasa.
Menurut dia, ada beberapa penyebab anak-anak di daerah itu hingga saat ini belum memiliki akta kelahiran, di antaranya disebabkan perilaku masyarakat atau orang tua yang masih enggan mengurus pembuatan akta kelahiran putra putri mereka.
Selain itu, banyak warga yang masih mengeluhkan sulitnya proses pengurusan pembuatan akta kelahiran, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah kabupaten, khususnya masyarakat pedesaan.
"Kita tahu untuk membuat akta kelahiran itu cukup mudah prosesnya. Tetapi meski mudah banyak warga yang mengeluh karena panjangnya alur proses pengurusan pembuatan akta kelahiran, sehingga membuat masyarakat menjadi malas mengurus," jelasnya.
Di samping itu, kata Husni Thamrin, dari 70 persen anak yang belum memiliki akta kelahiran tersebut, terdapat kategori anak dari ibu tanpa ayah. Dalam arti, anak-anak tersebut hanya tinggal dengan ibunya tanpa ada seorang ayah.
"Biasanya anak-anak ini merupakan anak yang orang tuanya mantan tenaga kerja wanita (TKW) yang pulang setelah bekerja di luar negeri, sehingga ketika pulang ke Indonesia dan memiliki anak ada keengganan ibunya mengurus akta kelahiran anaknya karena malu tidak tahu bapaknya," tutur Husni.
Ia menyatakan, dari 10 kabupaten/kota di NTB, yaitu Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima dan kota Bima, terdapat dua kabupaten, yakni Lombok Timur dan Lombok Tengah, yang masih banyak anak belum memiliki akta kelahiran.
"Memang dua kabupaten itu memiliki jumlah penduduk yang banyak dibanding kabupaten/kota lain," ujarnya.
Husni menambahkan, sebetulnya pihaknya sudah berusaha mengajak, baik melalui sosialisasi maupun imbauan kepada masyarakat, untuk segera memiliki kesadaran mengurus pembuatan akta kelahiran putra putrinya. Mengingat, proses pembuatan akta kelahiran tanpa dipungut biaya alias gratis.
"Sosialisasi seperti ini yang terus kita galakkan di desa-desa, sehingga muncul keinginan masyarakat untuk membuatkan akta kelahiran anaknya," katanya. (*)
"Dari data kami jumlah anak yang memiliki akta kelahiran baru 30 persen. Jumlah ini dari 1,6 juta anak di NTB, " kata Husni Thamrin di Mataram, Selasa.
Menurut dia, ada beberapa penyebab anak-anak di daerah itu hingga saat ini belum memiliki akta kelahiran, di antaranya disebabkan perilaku masyarakat atau orang tua yang masih enggan mengurus pembuatan akta kelahiran putra putri mereka.
Selain itu, banyak warga yang masih mengeluhkan sulitnya proses pengurusan pembuatan akta kelahiran, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah kabupaten, khususnya masyarakat pedesaan.
"Kita tahu untuk membuat akta kelahiran itu cukup mudah prosesnya. Tetapi meski mudah banyak warga yang mengeluh karena panjangnya alur proses pengurusan pembuatan akta kelahiran, sehingga membuat masyarakat menjadi malas mengurus," jelasnya.
Di samping itu, kata Husni Thamrin, dari 70 persen anak yang belum memiliki akta kelahiran tersebut, terdapat kategori anak dari ibu tanpa ayah. Dalam arti, anak-anak tersebut hanya tinggal dengan ibunya tanpa ada seorang ayah.
"Biasanya anak-anak ini merupakan anak yang orang tuanya mantan tenaga kerja wanita (TKW) yang pulang setelah bekerja di luar negeri, sehingga ketika pulang ke Indonesia dan memiliki anak ada keengganan ibunya mengurus akta kelahiran anaknya karena malu tidak tahu bapaknya," tutur Husni.
Ia menyatakan, dari 10 kabupaten/kota di NTB, yaitu Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima dan kota Bima, terdapat dua kabupaten, yakni Lombok Timur dan Lombok Tengah, yang masih banyak anak belum memiliki akta kelahiran.
"Memang dua kabupaten itu memiliki jumlah penduduk yang banyak dibanding kabupaten/kota lain," ujarnya.
Husni menambahkan, sebetulnya pihaknya sudah berusaha mengajak, baik melalui sosialisasi maupun imbauan kepada masyarakat, untuk segera memiliki kesadaran mengurus pembuatan akta kelahiran putra putrinya. Mengingat, proses pembuatan akta kelahiran tanpa dipungut biaya alias gratis.
"Sosialisasi seperti ini yang terus kita galakkan di desa-desa, sehingga muncul keinginan masyarakat untuk membuatkan akta kelahiran anaknya," katanya. (*)