Mataram, 20/6 (ANTARA) - Biaya untuk pembuatan akte kelahiran para calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai Rp900 ribu, karena harus melewati prosesi itsbat atau pengesahan nikah orangtuanya.
"Biaya pembuatan akte kelahiran yang mencapai Rp900 ribu itu dikeluhkan para calon TKI, sehingga kami surati Gubernur NTB agar ada dispensasi, atau kemudahan peroleh dokumen kenal lahir itu," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) NTB H Muazzim Akbar, di Mataram, Rabu.
Muazzim mengatakan, calon TKI diwajibkan mengurus akte kelahiran sebagai persyaratan utama pengurusan paspor, karena identitas diri yang tertera dalam ijasah berbeda dengan data kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK).
Bahkan, ada ijasah yang tidak dicantumkan tanggal lahir, sehingga tidak bisa dijadikan acuan oleh pihak imigrasi untuk menerbitkan paspor.
Hal itu disebabkan oleh kelalaian orangtua/wali atau calon TKI tersebut saat pengisian identitas diri pada dokumen resmi itu.
"Makanya, pihak imigrasi mengharuskan pengurusan akte kelahiran, dan menjadi rumit ketika orangtua dari calon TKI itu tidak memiliki buku nikah. Solusinya, tentu istbat nikah dan biayanya mencapai Rp900 ribu," ujarnya.
Prosesi itsbat nikah diawali dengan permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sahnya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum. Pihak yang mengajukan itsbat nikah dari pihak suami yakni anak, dan dari pihak istri yakni orang tua/wali nikah.
Menurut Muazzim, Apjati NTB merasa penting untuk menyurati Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, agar ada dispensasi biaya pengurusan akte kelahiran, atau kemudahan memperoleh dokumen kenal lahir itu.
Akte kelahiran yang harus ditebus dengan harga Rp900 ribu bisa saja diganti dengan surat keterangan kenal lahir yang diterbitkan aparat desa atau kecamatan kemudian disahkan oleh wali kota atau bupati.
"Kalau bisa pakai surat keterangan kenal lahir, maka biayanya murah dan prosesnya pun cepat. Kalau proses pengurusan akte kelahiran saja rumut dan butuh waktu lama, maka minat menjadi TKI surut," ujarnya.
Muazzim mengaku sudah menyurati Gubernur NTB sejak awal 2012, namun hingga kini belum ditanggapi Gubernur NTB.
Ia pun sudah menanyakannya kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB H Mokhlis, namun belum diperoleh kejelasan, meskipun Mokhlis mengaku sudah menyusun konsep surat untuk ditandatangani Gubernur NTB.
"Kalau terus terulur, maka minat TKI juga surut pada akhirnya remitan dari para pahlawan devisa menurun karena jumlah TKI yang diberangkatkan pun semakin kurang," ujarnya. (*)