Lombok Barat (Antara NTB) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pemerintah menginginkan ada digital dividen untuk kebencanaan dan pendidikan dari kuota frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran di Indonesia.
"Pemerintah ingin secepatnya menerapkan `upgrade` digitalisasi dan ingin ada digital dividen," kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, pada acara peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-83 dan pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2016, di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat.
Ia mengatakan, digital dividen akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk infrastruktur "broadband", namun sebelumnya pemerintah akan melakukan kebijakan afirmatif berupa sebagian dari digital dividen dialokasikan untuk aplikasi kebencanaan.
"Kalau dari sisi teknis misalnya digital dividen ada 110 Megahertz (Mhz), kurang lebih 20 Mhz akan dialokasin untuk kebencanaan," ujarnya.
Rudiantara menambahkan, pihaknya sedang mencari cara bagaimana memberikan kemudahan kepada dunia pendidikan untuk pemanfaatan frekuensi sebagai alat penyiaran bersifat edukasi sesuai dengan undang-undang.
Televisi swasta, kata dia, boleh saja menggunakan frekuensi untuk berbisnis, tetapi jangan lupa mengenai pendidikan.
Saat ini, jumlah lembaga penyiaran swasta di Indonesia sebanyak 834 lembaga, ada yang prinsip, sudah operasional dan ada yang dalam penyesuaian, sedangkan lembaga penyiaran berbayar sebanyak 376 lembaga.
Sementara lembaga penyiaran komunitas ada 16 lembaga. Jumlah itu masih tergolong sangat kecil dalam skala nasional.
"Kami mendorong perbanyak lembaga penyiaran komunitas, khususnya untuk pendidikan, ini tantangan kita bersama," kata Rudiantara.
Dalam kesempatan itu, Menkominfo Rudiantara meminta Komisi Penyiadan Indonesia Daerah (KPID) untuk memberikan kelonggaran kepada masyarakat yang ingin membentuk lembaga penyiaran komunitas yang mengarah pada upaya memajukan pendidikan.
"Kalau ada dunia pendidikan yang minta status lembaga penyiaran komunitas tidak usah lama-lama evaluasi, beri saja, kami dari Kominfo keluarkan izin secepatnya," ujar Rudiantara. (*)
"Pemerintah ingin secepatnya menerapkan `upgrade` digitalisasi dan ingin ada digital dividen," kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, pada acara peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-83 dan pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2016, di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat.
Ia mengatakan, digital dividen akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk infrastruktur "broadband", namun sebelumnya pemerintah akan melakukan kebijakan afirmatif berupa sebagian dari digital dividen dialokasikan untuk aplikasi kebencanaan.
"Kalau dari sisi teknis misalnya digital dividen ada 110 Megahertz (Mhz), kurang lebih 20 Mhz akan dialokasin untuk kebencanaan," ujarnya.
Rudiantara menambahkan, pihaknya sedang mencari cara bagaimana memberikan kemudahan kepada dunia pendidikan untuk pemanfaatan frekuensi sebagai alat penyiaran bersifat edukasi sesuai dengan undang-undang.
Televisi swasta, kata dia, boleh saja menggunakan frekuensi untuk berbisnis, tetapi jangan lupa mengenai pendidikan.
Saat ini, jumlah lembaga penyiaran swasta di Indonesia sebanyak 834 lembaga, ada yang prinsip, sudah operasional dan ada yang dalam penyesuaian, sedangkan lembaga penyiaran berbayar sebanyak 376 lembaga.
Sementara lembaga penyiaran komunitas ada 16 lembaga. Jumlah itu masih tergolong sangat kecil dalam skala nasional.
"Kami mendorong perbanyak lembaga penyiaran komunitas, khususnya untuk pendidikan, ini tantangan kita bersama," kata Rudiantara.
Dalam kesempatan itu, Menkominfo Rudiantara meminta Komisi Penyiadan Indonesia Daerah (KPID) untuk memberikan kelonggaran kepada masyarakat yang ingin membentuk lembaga penyiaran komunitas yang mengarah pada upaya memajukan pendidikan.
"Kalau ada dunia pendidikan yang minta status lembaga penyiaran komunitas tidak usah lama-lama evaluasi, beri saja, kami dari Kominfo keluarkan izin secepatnya," ujar Rudiantara. (*)