Jakarta (ANTARA) - Dua seniman seni instalasi asal Indonesia, Herry Dono dan almarhum Krisna Murti, menampilkan dua karya seni instalasi dalam rangkaian Pameran Seni Instalasi “See You, See Me” di Museum Galeri Nasional Singapura.
”Pemerintah Indonesia mengapresiasi inisiatif National Galery Museum Singapura yang menampilkan karya-karya perupa Indonesia untuk dinikmati kembali oleh masyarakat di Singapura," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura IGAK Satrya Wibawa melalui rilis pers KBRI yang diterima di Jakarta, Minggu.
Igak mengatakan video instalasi pada awalnya memang dianggap sebagai sebuah kemewahan bagi seniman di Indonesia. Tapi dalam perkembangannya, video instalasi justru mendapat tempat dan fungsi sangat luas di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Kurasi dan Koleksi Museum Galeri Nasional Singapura Horikawa Lisa mengatakan pameran tersebut bertujuan membawa pengunjung dan penikmat seni untuk kembali ke masa lalu untuk mengetahui dan menjelajahi sejarah seni instalasi video.
Pameran yang digelar pada 14 Oktober-4 Februari 2024 di the Ngee Ann Kongsi Concourse Galeri itu, menurut Horikawa, menawarkan pandangan menarik pada saat-saat penting ketika instalasi video pertama kali muncul pada sekitar 1980 dan 1990, dan dipentaskan serta direkonstruksi di Asia Tenggara.
"Pameran ini menggabungkan instalasi, pertunjukan, partisipasi penonton bersama dengan video, menghasilkan bentuk seni baru sebagai hasil dari pendekatan multidisiplin mereka," kata Horikawa.
Dalam pameran tersebut, seniman Herry Dono menampilkan ulang karyanya pada 1992 berjudul “Hoping to hear from you soon” yang tercatat sebagai salah satu karya pertama di Indonesia yang menampilkan proyeksi video. Karya instalasi tersebut melakukan eksplorasi simbolik hubungan antara video atau moving image dan wayang kulit di Yogyakarta. Instalasi itu mengambil bentuk kain penutup warung di pinggir jalan yang dilengkapi gambar menu, atau suguhan warung tersebut, seperti ayam, nasi, lele, dilengkapi dengan kata-kata unik selayaknya warung pinggir jalan.
Pada layar itu diproyeksikan video yang menampakkan siluet dua orang sedang duduk dan saling berbisik. "Ini menggambarkan bagaimana warung di masa Orde Baru menjadi tempat diskusi dan diskursus isu sosial dan politik,” kata Herry, yang meraih belasan penghargaan atas karya seninya di level nasional dan internasional.
Sementara itu, karya almarhum Krisna Murti juga ditampilkan dalam pameran karena merupakan salah satu dari sedikit karya instalasi seni berupa video yang pernah muncul di Asia Tenggara. Krisna, yang meninggal pada Juni 2023, merupakan salah satu pelopor instalasi video dan video art di Indonesia. Pada pameran ini, karyanya pada 1993, yang dibuat ulang pada 2013 dengan judul "12 hours in the life of Agung Rai, the Dancer," ditampilkan.
Baca juga: Kolaborasi seniman Bandung dan Lombok hipnotis penonton di Taman Budaya NTB
Baca juga: FKSM 2023 libatkan komunitas seni media di seluruh Indonesia
Karya itu menampilkan perpaduan materi alam berupa serpihan kayu dan daun yang menimbun televisi yang menampilkan video keseharian maestro tari Bali, Agung Rai.
”Pemerintah Indonesia mengapresiasi inisiatif National Galery Museum Singapura yang menampilkan karya-karya perupa Indonesia untuk dinikmati kembali oleh masyarakat di Singapura," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura IGAK Satrya Wibawa melalui rilis pers KBRI yang diterima di Jakarta, Minggu.
Igak mengatakan video instalasi pada awalnya memang dianggap sebagai sebuah kemewahan bagi seniman di Indonesia. Tapi dalam perkembangannya, video instalasi justru mendapat tempat dan fungsi sangat luas di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Kurasi dan Koleksi Museum Galeri Nasional Singapura Horikawa Lisa mengatakan pameran tersebut bertujuan membawa pengunjung dan penikmat seni untuk kembali ke masa lalu untuk mengetahui dan menjelajahi sejarah seni instalasi video.
Pameran yang digelar pada 14 Oktober-4 Februari 2024 di the Ngee Ann Kongsi Concourse Galeri itu, menurut Horikawa, menawarkan pandangan menarik pada saat-saat penting ketika instalasi video pertama kali muncul pada sekitar 1980 dan 1990, dan dipentaskan serta direkonstruksi di Asia Tenggara.
"Pameran ini menggabungkan instalasi, pertunjukan, partisipasi penonton bersama dengan video, menghasilkan bentuk seni baru sebagai hasil dari pendekatan multidisiplin mereka," kata Horikawa.
Dalam pameran tersebut, seniman Herry Dono menampilkan ulang karyanya pada 1992 berjudul “Hoping to hear from you soon” yang tercatat sebagai salah satu karya pertama di Indonesia yang menampilkan proyeksi video. Karya instalasi tersebut melakukan eksplorasi simbolik hubungan antara video atau moving image dan wayang kulit di Yogyakarta. Instalasi itu mengambil bentuk kain penutup warung di pinggir jalan yang dilengkapi gambar menu, atau suguhan warung tersebut, seperti ayam, nasi, lele, dilengkapi dengan kata-kata unik selayaknya warung pinggir jalan.
Pada layar itu diproyeksikan video yang menampakkan siluet dua orang sedang duduk dan saling berbisik. "Ini menggambarkan bagaimana warung di masa Orde Baru menjadi tempat diskusi dan diskursus isu sosial dan politik,” kata Herry, yang meraih belasan penghargaan atas karya seninya di level nasional dan internasional.
Sementara itu, karya almarhum Krisna Murti juga ditampilkan dalam pameran karena merupakan salah satu dari sedikit karya instalasi seni berupa video yang pernah muncul di Asia Tenggara. Krisna, yang meninggal pada Juni 2023, merupakan salah satu pelopor instalasi video dan video art di Indonesia. Pada pameran ini, karyanya pada 1993, yang dibuat ulang pada 2013 dengan judul "12 hours in the life of Agung Rai, the Dancer," ditampilkan.
Baca juga: Kolaborasi seniman Bandung dan Lombok hipnotis penonton di Taman Budaya NTB
Baca juga: FKSM 2023 libatkan komunitas seni media di seluruh Indonesia
Karya itu menampilkan perpaduan materi alam berupa serpihan kayu dan daun yang menimbun televisi yang menampilkan video keseharian maestro tari Bali, Agung Rai.