Trenggalek, Jatim (ANTARA) - Perajin batik tulis di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, berupaya mempertahankan eksistensi usaha tradisional mereka dengan terus berproduksi sembari memasukkan corak tambahan di atas motif lokal yang menjadi ciri khas batik Menak Sopal, agar bisa bersaing di pasaran dan menyasar pangsa milenial.
"Batik biasanya banyak di minati oleh orang tua. Namun disini kami mengombinasikan motif batik khas Trenggalek yakni cengkeh dengan berbagai ornamen seperti gambar jaranan Turonggo Yakso biar anak muda sekarang lebih berminat," kata Soekono, salah satu pemilik UKM batik tulis Rahayu di Trenggalek, Minggu.
Tak hanya memasukkan unsur baru guna menyasar pasar milenial, Soekono dan perajin batik di Trenggalek juga kerap memanfaatkan media sosial seperti facebook, instagram, youtube dan tiktok untuk memasarkan produk-produk mereka.
"Jalur whatsapp juga kami gunakan, terutama untuk melayani pelanggan dan pecinta batik di lingkup lokal Trenggalek maupun luar daerah," katanya.
Di sentra batik tulis Rahayu milik Soekono, tak kurang dari 18 perajin batik tulis ikut terlibat dalam kegiatan produksi. Sehari UKM ini mampu menghasilkan 7-8 potong kain batik tulis siap jual.
"Alhamdulillah sebulan rata-rata kami masih bisa produksi sekitar 180 potong. Semoga dengan menambah unsur kekinian pada produk batik kami ini bisa memperluas pasar. Penjualan naik yang tentu juga akan diikuti dengan produksi yang juga meningkat tentunya," kata Soekono.
Kendati mulai berimprovisasi di tengah persaingan ketat era modernisasi, Soekono memastikan mereka memilih untuk terus mempertahankan eksistensi batik tradisional khas Bumi Menak Sopal. "Batik di sini sudah ada sejak 1972. Belajar membatik ini merupakan warisan dari keluarga kami, alhamdulillah sampai saat ini masih bisa bertahan," katanya.
Konsistensi untuk terus mempertahankan batik khas daerah itu rupanya sukses menciptakan pangsa pasar tersendiri di tengah gempuran batik-batik pabrikan maupun industri skala besar hingga impor.
Salah satu kekhasan corak serta motif yang dimiliki menjadi daya tarik para pengagum batik. Kekhasan itu di antaranya menyematkan dua produk unggulan Trenggalek, yaitu cengkeh dan manggis.
Strategi pembatik konvensional itu pun berpengaruh cukup besar terhadap segi pendapatan. Omzet batik yang awalnya sempat meredup, kembali pulih dan mengalami peningkatan. Bahkan dalam sebulan, rata-rata satu pengusaha batik bisa menghasilkan sekitar 180 potong kain batik, mulai dari batik tulis maupun batik cap.
Baca juga: Banyuwangi klaim industri batik terus tumbuh dan maju
Baca juga: Desainer nasional membawa batik naik kelas
"Awalnya kita buat batik tulis, sampai saat ini masih banyak yang minat motif itu. Di sini ada sekitar 15 perajin batik yang membantu memproduksi," katanya.
"Batik biasanya banyak di minati oleh orang tua. Namun disini kami mengombinasikan motif batik khas Trenggalek yakni cengkeh dengan berbagai ornamen seperti gambar jaranan Turonggo Yakso biar anak muda sekarang lebih berminat," kata Soekono, salah satu pemilik UKM batik tulis Rahayu di Trenggalek, Minggu.
Tak hanya memasukkan unsur baru guna menyasar pasar milenial, Soekono dan perajin batik di Trenggalek juga kerap memanfaatkan media sosial seperti facebook, instagram, youtube dan tiktok untuk memasarkan produk-produk mereka.
"Jalur whatsapp juga kami gunakan, terutama untuk melayani pelanggan dan pecinta batik di lingkup lokal Trenggalek maupun luar daerah," katanya.
Di sentra batik tulis Rahayu milik Soekono, tak kurang dari 18 perajin batik tulis ikut terlibat dalam kegiatan produksi. Sehari UKM ini mampu menghasilkan 7-8 potong kain batik tulis siap jual.
"Alhamdulillah sebulan rata-rata kami masih bisa produksi sekitar 180 potong. Semoga dengan menambah unsur kekinian pada produk batik kami ini bisa memperluas pasar. Penjualan naik yang tentu juga akan diikuti dengan produksi yang juga meningkat tentunya," kata Soekono.
Kendati mulai berimprovisasi di tengah persaingan ketat era modernisasi, Soekono memastikan mereka memilih untuk terus mempertahankan eksistensi batik tradisional khas Bumi Menak Sopal. "Batik di sini sudah ada sejak 1972. Belajar membatik ini merupakan warisan dari keluarga kami, alhamdulillah sampai saat ini masih bisa bertahan," katanya.
Konsistensi untuk terus mempertahankan batik khas daerah itu rupanya sukses menciptakan pangsa pasar tersendiri di tengah gempuran batik-batik pabrikan maupun industri skala besar hingga impor.
Salah satu kekhasan corak serta motif yang dimiliki menjadi daya tarik para pengagum batik. Kekhasan itu di antaranya menyematkan dua produk unggulan Trenggalek, yaitu cengkeh dan manggis.
Strategi pembatik konvensional itu pun berpengaruh cukup besar terhadap segi pendapatan. Omzet batik yang awalnya sempat meredup, kembali pulih dan mengalami peningkatan. Bahkan dalam sebulan, rata-rata satu pengusaha batik bisa menghasilkan sekitar 180 potong kain batik, mulai dari batik tulis maupun batik cap.
Baca juga: Banyuwangi klaim industri batik terus tumbuh dan maju
Baca juga: Desainer nasional membawa batik naik kelas
"Awalnya kita buat batik tulis, sampai saat ini masih banyak yang minat motif itu. Di sini ada sekitar 15 perajin batik yang membantu memproduksi," katanya.