Seperti
kue mata kebo dari
Yogyakarta. Kue ini terbuat dari
tepung ketan yang berisi unti (parutan kelapa bercampur gula merah) berwarna
merah dan hijau kemudian disiram dengan
adonan putih yang terbuat dari tepung beras. Adonan ini kemudian dibungkus
dengan daun pisang kemudian dikukus. Dinamakan mata kebo lantaran
bentuknya yang seperti mata. Namun, di Jawa Timur, kue ini lebih dikenal dengan
sebutan
cocor bebek.
Lain
ceritanya dengan kue grendel
cilacap. Kue khas dari Cilacap, Jawa
Tengah ini selain untuk pelipur dahaga juga mengandung unsur
filosofi hidup orang Jawa. Pada jenang grendul, bahan-bahannya terdapat tepung
gaplek, air santan kelapa, gula tebu, kemudian tepung gaplek (pati telo) dibuat
brendul-brendul atau bulat-bulat yang selanjutnya disebut grendul. Apabila
diaduk grendulnya berputar mengikuti arah adukan. Disinyalir hal tersebut
memiliki makna untuk memutar roda kehidupan. Jadi jenang grendul ini
menggambarkan makna kehidupan itu seperti cakra penggilingan atau seperti roda yang berputar kadang di
atas dan di bawah atau naik turun.
Gulaku
sebagai salah satu produk nasional kebanggaan Indonesia, melihat betapa
pentingnya untuk melestarikan kekayaan bangsa yang salah satunya terwujud dalam
keanekaragaman kuliner Indonesia yang kaya akan cita rasa dan cerita. Untuk
itu, Gulaku tergerak untuk turut melestarikan jajanan tradisional Indonesia
melalui program ‘Jajanan Manis Bersama GULAKU’ dengan kegiatan gebrak pasar
tradisional dan ke komunitas perempuan lainnya.
Program
ini berlangsung selama bulan Mei – Agustus 2016 di sejumlah pasar tradisional
Jabodetabek seperti Pasar Lenteng Agung, Pasar Ciracas, Pasar Embrio, dan Pasar
Musi dan juga beberapa kelurahan disekitar pasar. Demikian dikatakan Communication Officer Gulaku Fiter Cahyono, Senin (16/5), di Jakarta.
“Ini
merupakan kepedulian Gulaku untuk ikut ambil bagian dalam melestarikan warisan
kuliner asli Indonesia agar tidak pudar diterjang serbuan makanan
internasional,” jelas Fiter. Makanan tradisional yang akan dipromosikan antara
lain, kue mata kebo, amparan tatak, kue sikaporo, putri kandisi, kue awuk-awuk, kue lumpang, lapek bugis, dan lain-lain.
Hampir
setiap daerah memiliki penganan khas. “Masyarakat harus digelorakan untuk
mengonsumsi jajanan milik sendiri, di tengah MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN),
kuliner warisan leluhur dapat bersaing dengan makanan asing lainnya. Jajanan
tradisional tidak sekadar nikmat dan mengenyangkan, namun mengandung filosofi
adiluhung,” tutur Fiter Cahyono
Lebih jauh
Fiter Cahyono mengungkapkan, tujuan program ini adalah untuk melestarikan
jajanan tradisional Indonesia dan mengajak masyarakat untuk lebih mencintai dan
menghargai kuliner nusantara yang tidak ternilai harganya agar tetap hidup
ditengah masyarakat
Indonesia sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari budaya luhur
bangsa.
“Selain
itu harapannya melalui kegiatan ini, Gulaku dapat membantu meluruskan pemahaman
masyarakat awam tentang gula,” pungkas Fiter Cahyono.
Gulaku Peduli
Dengan
maraknya berbagai jajanan modern yang tersedia saat ini, Gulaku percaya bahwa
kuliner Indonesia harus mendapatkan tempat yang sejajar bahkan lebih tinggi
dari jajanan populer lainnya yang berasal dari luar negeri. Maka dari itu,
Gulaku mengajak segenap elemen masyarakat bergandeng tangan terus menghidupkan
makanan tradisional. Kondisi seperti ini menjadi tantangan jajanan tradisional
untuk bisa tetap menunjukkan eksistensinya. Melestarikan budaya kuliner asli
Indonesia harus diturunkan dari generasi ke generasi.
Sehubungan
dengan itu, promosi diharapkan merata keseluruh kalangan dan akan dimulai dari
kaum perempuan, khususnya Ibu-Ibu, sebagai agen penggerak pelestari kuliner
Nusantara untuk lebih memperkenalkan jajanan manis khas Indonesia yang terkenal
dengan cita rasanya kepada keluarga. Selain itu, memilih bahan pangan yang
berkualitas dan alami akan menghasilkan kue bercita-rasa sempurna, aman
dikonsumsi, dan penampilannya pun cantik sehingga menggugah selera. Target
utama program ini adalah seluruh lapisan masyarakat Indonesia khususnya Ibu-ibu
karena merupakan influencers paling
efektif dalam keluarga dan masyarakat sekitar. Selain
melestarikan jajanan manis khas Indonesia, program “Jajanan Manis Bersama
Gulaku” juga dipersembahkan sebagai bentuk kepedulian kepada para mitra di pasar tradisional.
Sebagai “Gula Rakyat”, Gulaku ingin mendorong ibu-ibu untuk kembali ke pasar
tradisional melalui program Grebek Pasar dalam bentuk demo masak jajanan khas
tradisional, kompetisi memasak antar komunitas ibu-ibu, dan kampanye untuk
membeli produk lokal berkualitas. Jadi, ini juga sekaligus turut mendukung program pemerintah
“Gerakan Ayo Kembali ke Pasar Tradisional.
Dari sisi
kualitas bahan pangan, kegiatan kunjungan ke komunitas ibu-ibu juga merupakan
bagian dari edukasi masyarakat. Gulaku ingin mengomunikasikan bahwa penggunaan
gula murni Gulaku berkualitas akan sangat
mempengaruhi rasa, tampilan dan kualitas jajanan tradisional. Hasil
akhir jajanan lebih enak, berpenampilan menarik, dan aman dikonsumsi. Sebab
Gulaku memiliki rasa manis alami sesuai dengan cita-rasa lidah Indonesia. Gula
alami Gulaku memang bahan dasar yang tepat untuk bahan makanan apa pun. Ini
juga kampanye untuk mengonsumsi bahan
pangan bersih dan alami tanpa bahan pengawet ataupun perwarna.
Tentang Gula
Gula
merupakan salah satu kebutuhan pokok sebagai pemanis makanan maupun minuman.
Pemanis itu sendiri ada dua yaitu, pemanis alami terbuat dari tebu alami
menjadi gula, dan pemanis buatan seperti terbuat dari sakarin, jagung, bit, dan
bahan-bahan lain. Pemanis buatan atau sakarin dapat memberikan efek negatif
seperti menyebabkan diare, alergi, pusing, dan iritasi kulit. Sedangkan Gulaku
merupakan pemanis alami karena terbuat dari 100% gula tebu yang hanya
mengandung bahan alami sehingga aman dikonsumsi langsung dan tidak memberikan
efek negatif.
Di
Indonesia, pemakaian gula lazim sebagai bahan pemanis alami untuk membuat kue,
jajanan tradisional, cookies, cake, dan banyak lagi. Dibandingkan gula
lain, kualitas Gulaku telah teruji
karena terbuat dari 100% tebu alami, murni, bersih, dan berkualitas tinggi.
Gulaku juga tidak mengandung zat pemanis buatan, pengawet ataupun perwarna
dalam proses pembuatan. Untuk
menjaga kemurnian, Gulaku dikemas secara higienis melalui proses pengepakan
berteknologi tinggi dan tidak tersentuh tangan manusia, sehingga gula yang
dihasilkan dijamin bebas dari kontaminasi apa pun dan bermutu sangat tinggi.
Gulaku
menerapkan mekanisme quality control
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan International Standard
Operation (ISO). Hal ini berbeda dengan kondisi “gula kiloan” yang melewati proses
pengemasan secara manual sehingga rawan kontaminasi. Selain itu, di pasaran
juga beredar gula mentah (raw sugar /
gula biang) yang dikemas secara kiloan. Gula mentah dalam artiannya hanya
mengalami 1x proses penyaringan dan belum layak dikonsumsi langsung karena
dapat mengakibatkan batuk dan sakit leher.
Proses pengemasan gula kiloan di pasaran pada umumnya dilakukan secara
manual, sehingga sulit dijamin kebersihan dan higienitasnya dan bisa saja ada
kotoran atau kontaminasi material lainnya masuk ke dalam gula dan terkonsumsi
masyarakat. Selain itu, pengemasan manual banyak mengakibatkan timbangan yang
tidak akurat dan merugikan konsumen.
Gulaku
hadir dalam berbagai macam ukuran kemasan
sesuai dengan kebutuhan
sehari-hari masyarakat. Takarannya pun pas untuk berbagai makanan dan minuman
bermutu tinggi dan higienitasnya tidak perlu diragukan lagi. Hasil gula dari Gulaku melalui proses empat
tahap produksi untuk menjamin kebersihan, higienitas, kemurnian, dan alami.(*)
Gulaku Peduli Pelestarian Makanan Tradisional
Salah satu jenis jajanan tradisional "Kue Rintak Bangka"
Mataram, (Antara NTB) - Kuliner merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat. Menilik jajanan tradisional, sama halnya dengan membaca
kultur masyarakat Indonesia dengan ragam kebudayaannya. Beragam jajanan
tradisional biasanya terkait dengan upacara adat. Perkembangan selanjutnya,
jajanan ini dibuat tak hanya untuk kepentingan upacara tetapi menjadi bagian
dari panganan sehari-hari.