Jakarta (ANTARA) - Tatkala bertanding di Jakarta International Stadium, Jumat ini pukul 15.30 WIB, baik Jerman maupun Spanyol sama-sama memburu gelar juara Piala Dunia U-17 perdana mereka.

Lima bulan lalu, Jerman menjuarai Euro U-17 tahun ini, sedangkan Spanyol hanya sampai semifinal setelah dijegal Prancis. Namun, dalam babak kualifikasi Euro U-17 itu, Jerman dan Spanyol pernah bertemu pada Maret. Spanyol menang 4-3 berkat gol bunuh diri bek kanan Jerman Eric Da Silva Moreira.

Penampilan terbaik Matador Muda dalam Piala Dunia U-17 adalah empat kali runner up dalam kurun waktu 1991-2017, sedangkan Tim Panser satu kali mencapai runner up pada 1985.

Jerman selalu menang dalam empat pertandingan Piala Dunia U-17 2023 sejauh ini, tapi mereka sering agak kesulitan mengembangkan permainan saat menghadapi tim-tim ngotot berorientasi menekan seperti Meksiko dan Amerika Serikat yang sebenarnya bisa menjadi ujian sebelum menghadapi Spanyol.

Spanyol sendiri menjadi tim terakurat dalam menyalurkan bola dibandingkan dengan tim mana pun dalam turnamen ini. Mereka memenangkan tiga dari empat pertandingan terdahulunya, sedangkan satunya lagi berakhir seri kala ditantang Uzbekistan dalam fase grup.

Halaman berikut: Jerman kontra Spanyol memainkan dua filosofi bermain sepak bola yang berbeda Dua filosofi berbeda

Walaupun ini pertemuan antara dua tim junior, partai ini boleh disebut pembuktian untuk dua filosofi sepak bola yang berbeda. Penampilan tim muda Spanyol sepanjang Piala Dunia U-17 2023 merepresentasikan filosofi tiki-taka yang sudah merasuk semua tingkatan sepak bola Spanyol, termasuk U-17 mereka.

Faktanya, pelatih Jose Maria Lana setia memasang formasi 4-3-3 sepanjang Piala Dunia U-17 di Indonesia ini. Spanyol U-17 memang mempraktikkan tiki-taka yang diadopsi La Roja sejak 2006 ketika tim seniornya ditukangi Luis Aragones.

Tiki-taka menekankan umpan-umpan pendek dan sentuhan satu dua (one-two touch) untuk mempertahankan penguasaan bola selama mungkin. Dengan cara ini, Spanyol mendominasi permainan dengan penguasaan bola rata-rata tinggi yang sering di atas 70 persen.

Selama Piala Dunia U-17 2023 Spanyol adalah tim yang paling lama menguasai bola dengan proporsi dan tingkat efektivitas tertinggi. Pola 4-3-3 yang dipasangnya membuat Spanyol bisa menerapkan filosofi itu dengan lebih mudah lagi.

Sebaliknya, sepak bola Jerman didasarkan kepada etos kerja dan efisiensi. Pemain-pemain mereka mungkin tak begitu terampil menguasai bola, namun secara teknis sangat kuat.

Jerman bermain lebih pragmatis dengan menunggu lawan melakukan kesalahan. Dua bek sayapnya acap menjadi tumpuan, baik sebagai dirigen serangan, maupun kala membantu membentuk pertahanan yang solid.

Filosofi sepak bola itu terlihat sepanjang tim muda Jerman beraksi dalam Piala Dunia U-17 edisi 2023 di Indonesia.

Dari empat pertandingan terdahulu, Jerman mengambil pendekatan pragmatis, yang sepertinya disesuaikan dengan karakter dan jenis permainan lawan.

Jika tim lawan memiliki catatan berorientasi menekan, maka Jerman memasang unit yang menguatkan lini belakang dalam formasi lima gelandang lewat pola 4-5-1, seperti saat menghadapi Meksiko pada fase grup dan Amerika Serikat pada 16 besar.

Pragmatisme itu malah membuat Jerman tampil mengesankan, dengan empat kali menang dari empat pertandingan setelah memasukkan 12 gol dan kemasukan 4 gol.

Ajang para gelandang

Pelatih Spanyol Jose Maria Lana kemungkinan memasang lagi formasi 4-3-3 yang sejauh ini efektif menciptakan keseimbangan antara pemain menyerang dan bertahan. Tiga gelandang yang dipasangnya efektif menjaga pertahanan tapi juga cepat membantu serangan.

Lana kemungkinan menempatkan lagi Pau Prim, Juan Hernandez dan Quim Junyent sebagai trio gelandang. Prim akan lebih ke kiri, Junyent ke kanan, sedangkan Hernandez menjadi jangkar di tengah.

Mereka akan bertarung melawan gelandang-gelandang Jerman yang berusaha naik menyerang, tapi juga akan siap menyokong trisula serangan yang mungkin akan terdiri dari Pablo Lopez di sayap kiri, Marc Guiu di tengah dan di Daniel Yanez di sayap kanan.

Untuk menopang pergerakan sayap-sayapnya dan sekaligus mengawal dua palang pintu, Pau Cubarsi dan Andreas Cuenca yang selama ini kokoh melindungi penjaga gawang Raul Jimenez, bek kiri Dani Munoz dan bek kanan Hector Fort bakal kembali dipasang sebagai starter.

Menghadapi tim ofensif seperti Spanyol, Jerman mutlak memiliki pertahanan solid, yang didukung lapangan tengah yang kuat. Untuk itu pelatih Christian Wuck akan cenderung memasang kembali formasi 4-5-1 atau 4-2-3-1, untuk memberikan stabilitas di pertahanan dan menutup celah pertahanan sehingga tak bisa dieksploitasi Spanyol.

Formasi ini menuntut Wuck memiliki pemain-pemain kombatif yang ngotot memperebutkan bola, selain agresif dan cepat dalam bergerak. Kualifikasi seperti itu dimiliki gelandang-gelandang seperti Robert Ramsak, Fayssal Harchaoui, Charles Herrmann, Noah Darvich, dan Paris Brunner. Ramsak dan Harchaoui akan lebih ke tengah, untuk melapis pertahanan, sementara trio Charles Herrmann, Noah Darvich, dan Paris Brunner berorientasi ke depan.

Wuck juga kemungkinan masih akan mengandalkan dua bek sayap Maximilian Hennig dan Eric Da Silva Moreira untuk melapis pertahanan dan membantu serangan dari kedua sayap, begitu ada momen serangan.

Tapi kali ini, seperti dalam laga melawan Meksiko dan Amerika Serikat, keduanya mungkin bakal lebih sibuk menghalau serangan dari kedua sayap Spanyol. Mereka akan lebih ketat mengapit Fin Jeltch dan David Odugu yang menjadi palang pintu untuk kiper Max Scmitt sehingga pertahanan terlindung lebih kuat lagi.

Dari catatan laga-laga sebelumnya dalam turnamen ini dan filosofi sepak bola yang dianut kedua tim, pertandingan ini bakal menjadi ajang adu kecerdikan dan kekuatan para gelandang yang sejauh ini berperan besar untuk gol-gol yang diciptakan kedua tim.

Meskipun bakal menjadi tim yang lebih menekan, Spanyol harus ekstra awas terhadap striker Max Moerstedt yang sejauh ini sudah mencetak tiga gol untuk Jerman. Sebaliknya, Jerman harus mencermati hidupnya semua lini permainan Spanyol, termasuk bek kanan Hector Frot yang bersama Quim Junyent dan pemain sayap Daniel Yanez, rajin meneror sektor kiri permainan lawan.

Spanyol juga memilik peneror di sektor tengah pertahanan lawan, pada diri Marc Guiu yang bersama Quim Junyent sudah mencetak dua gol. Jerman bisa saja meniru Prancis kala semifinal Euro U-17 2023 ketika menaklukkan Spanyol 3-1 setelah memasang pola 4-3-3. Namun, pragmatisme Jerman cenderung membuat mereka memasang formasi yang berbeda dari Spanyol.

Baca juga: Pelatih timnas U-17 Prancis masih buta kekuatan Uzbekistan
Baca juga: Pelatih Timnas Inggris U-17 menilai pertandingan lawan Iran berjalan keras

Ketidaksamaan itu sendiri bisa menjadi jaminan untuk hadirnya pertandingan seru tapi alot yang bukan tak mungkin ditentukan oleh adu penalti. Pemenang pertandingan ini akan menghadapi pemenang laga Brazil melawan Argentina, dalam semifinal yang dimainkan di Stadion Manahan, Solo, pada 28 November.



 

Pewarta : Jafar M Sidik
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024