Mataram (ANTARA) - Perseroan Terbatas Anugrah Mitra Graha (PT AMG) terungkap mengalihkan izin usaha pertambangan (IUP) pasir besi pada blok Dedalpak di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, ke seorang warga Republik Rakyat Tiongkok bernama Deng Yaohong.
Pengalihan hak IUP tanpa persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI atau Gubernur NTB itu terungkap dalam pemeriksaan Dicky Prasetyo Adi sebagai ahli audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat dalam sidang lanjutan perkara korupsi tambang PT AMG di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin.
"Jadi, dari hasil klarifikasi ini PT AMG melalui direktur Po Suwandi memberikan hak IUP kepada pihak lain, yaitu Deng Yaohong seorang warga negara dari Tiongkok," kata Dicky dalam sidang dengan terdakwa Po Suwandi dan Rinus Adam Wakum.
Ia menyampaikan hal demikian sesuai dengan hasil klarifikasi terdakwa Rinus Adam Wakum dalam proses audit PKKN pada tanggal 2 Februari 2023.
Kepada tim audit, kata dia, Rinus mengaku kontrak kesepakatan pengalihan hak kelola tambang pasir besi pada blok Dedalpak itu berlangsung pada tanggal 6 September 2021.
"Po Suwandi selaku Direktur PT AMG sebagai pihak pertama yang hanya menerima royalti saja dan Deng Yaohong sebagai pihak kedua yang mendapatkan hak melakukan penambangan di blok Dedalpak. Semuanya diurus oleh Rinus," ujarnya.
Dicky melanjutkan bahwa Rinus saat memberikan keterangan tambahan pada tanggal 11 Mei 2023 menyatakan pengelolaan tambang PT AMG pada blok Dedalpak oleh Deng Yaohong itu sudah berjalan lebih dahulu dari pada kontrak kesepakatan.
Hal tersebut, kata dia sudah berjalan sejak 2020. Namun, kontrak kesepakatan dibuat tertulis pada tahun 2021. Rinus mengakui uang hasil penjualan produk tambang yang berada di bawah kelola Deng Yaohong itu masuk ke rekening miliknya.
"Itu sudah kami cek melalui rekening koran BCA milik Rinus. Dalam periode 2021 dan 2022 itu ada sekitar Rp40,3 miliar uang yang masuk dari nilai penjualan. Yang ditransfer ke rekeninv Deng Yaohong itu Rp10 miliar," ucap dia.
Terkait dengan munculnya keterlibatan warga Tiongkok ini, Dicky mengaku belum sempat meminta klarifikasi kepada yang bersangkutan.
Adanya pengalihan hak IUP tersebut, Dicky mengungkapkan bahwa PT AMG telah melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Ketentuan soal larangan pengalihan IUP tanpa persetujuan menteri itu ada disebutkan dalam Pasal 66 huruf k," ujarnya.
Dalam Pasal 66 huruf k Permen ESDM RI Nomor 7 Tahun 2020 menyebutkan bahwa pemegang IUP atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dilarang mengalihkan IUP atau IUPK-nya kepada pihak lain tanpa persetujuan menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
"Aturan itu juga masuk menjadi salah satu reviu kami dalam menentukan audit PKKN," kata Dicky.
Dari hasil audit PKKN, BPKP NTB merilis kerugian negara dari kegiatan penambangan pasir besi tanpa persetujuan rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI ini sebesar Rp36,4 miliar.
Angka tersebut muncul dari nilai penjualan pasir besi setelah dikurangi dengan biaya pengangkutan dari lokasi tambang sampai ke pelabuhan dan biaya bongkar muat di pelabuhan.
Pengalihan hak IUP tanpa persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI atau Gubernur NTB itu terungkap dalam pemeriksaan Dicky Prasetyo Adi sebagai ahli audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat dalam sidang lanjutan perkara korupsi tambang PT AMG di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin.
"Jadi, dari hasil klarifikasi ini PT AMG melalui direktur Po Suwandi memberikan hak IUP kepada pihak lain, yaitu Deng Yaohong seorang warga negara dari Tiongkok," kata Dicky dalam sidang dengan terdakwa Po Suwandi dan Rinus Adam Wakum.
Ia menyampaikan hal demikian sesuai dengan hasil klarifikasi terdakwa Rinus Adam Wakum dalam proses audit PKKN pada tanggal 2 Februari 2023.
Kepada tim audit, kata dia, Rinus mengaku kontrak kesepakatan pengalihan hak kelola tambang pasir besi pada blok Dedalpak itu berlangsung pada tanggal 6 September 2021.
"Po Suwandi selaku Direktur PT AMG sebagai pihak pertama yang hanya menerima royalti saja dan Deng Yaohong sebagai pihak kedua yang mendapatkan hak melakukan penambangan di blok Dedalpak. Semuanya diurus oleh Rinus," ujarnya.
Dicky melanjutkan bahwa Rinus saat memberikan keterangan tambahan pada tanggal 11 Mei 2023 menyatakan pengelolaan tambang PT AMG pada blok Dedalpak oleh Deng Yaohong itu sudah berjalan lebih dahulu dari pada kontrak kesepakatan.
Hal tersebut, kata dia sudah berjalan sejak 2020. Namun, kontrak kesepakatan dibuat tertulis pada tahun 2021. Rinus mengakui uang hasil penjualan produk tambang yang berada di bawah kelola Deng Yaohong itu masuk ke rekening miliknya.
"Itu sudah kami cek melalui rekening koran BCA milik Rinus. Dalam periode 2021 dan 2022 itu ada sekitar Rp40,3 miliar uang yang masuk dari nilai penjualan. Yang ditransfer ke rekeninv Deng Yaohong itu Rp10 miliar," ucap dia.
Terkait dengan munculnya keterlibatan warga Tiongkok ini, Dicky mengaku belum sempat meminta klarifikasi kepada yang bersangkutan.
Adanya pengalihan hak IUP tersebut, Dicky mengungkapkan bahwa PT AMG telah melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Ketentuan soal larangan pengalihan IUP tanpa persetujuan menteri itu ada disebutkan dalam Pasal 66 huruf k," ujarnya.
Dalam Pasal 66 huruf k Permen ESDM RI Nomor 7 Tahun 2020 menyebutkan bahwa pemegang IUP atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dilarang mengalihkan IUP atau IUPK-nya kepada pihak lain tanpa persetujuan menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
"Aturan itu juga masuk menjadi salah satu reviu kami dalam menentukan audit PKKN," kata Dicky.
Dari hasil audit PKKN, BPKP NTB merilis kerugian negara dari kegiatan penambangan pasir besi tanpa persetujuan rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI ini sebesar Rp36,4 miliar.
Angka tersebut muncul dari nilai penjualan pasir besi setelah dikurangi dengan biaya pengangkutan dari lokasi tambang sampai ke pelabuhan dan biaya bongkar muat di pelabuhan.