Mataram (Antara NTB) - Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat merilis indeks demokrasi Indonesia di NTB pada 2015 mencapai 65,08 dari skala 0 sampai 100 atau meningkat 2,46 poin dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Bidang Statistik Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sunarno, di Mataram Rabu, menjelaskan indeks demokrasi Indonesia (IDI) di NTB, mengalami peningkatan pada 2015 karena aspek lembaga demokrasi meningkat cukup signifikan, yakni sebesar 19,98 persen.
"Tingkat demokrasi di NTB, memang naik, tetapi masih kategori sedang," katanya.
Angka IDI 2015 merupakan indeks komposit yang disusun dari skor beberapa aspek, yakni aspek kebebasan sipil dengan rata-rata nasional 80,30 dan NTB sebesar 51,59 poin, aspek hak-hak politik dengan rata-rata nasional 70,63 dan NTB 61,11 poin, dan aspek lembaga demokrasi rata-rata nasional 66,87 dan NTB 88,36 poin.
IDI di NTB, kata Sunarno, juga masih berada di bawah nasional sebesar 72,82 persen dari skala 0-100 pada 2015. Angka tersebut turun 0,22 poin dibanding tahun sebelumnya sebesar 73,04 persen.
Secara lebih rinci, perkembangan IDI di NTB, tahun 2015-2014 dari ketiga aspek demokrasi yang diukur, terlihat aspek kebebasan sipil dan hak-hak politik mengalami penurunan sebesar 7,14 dan 0,97 persen, berbeda dengan aspek lembaga demokrasi yang mengalami peningkatan 19,98 persen.
Dengan terjadinya peningkatan nilai IDI di NTB, menjadikan pola sebaran nilai aspek sangat fluktuatif sejak 2009-2015, baik aspek kebebasan sipil, lembaga demokrasi dan hak-hak politik.
"Khusus aspek hak-hak politik masih sangat dipengaruhi oleh aksi demonstrasi yang masih dilakukan dengan cara-cara kekerasan," ujarnya.
Dari sisi indikator, lanjut Sunarno, pada IDI 2015 masih terdapat masalah kronis, di antaranya aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama dan ancaman/penggunaan kekerasan dari satu kelompok terkait ajaran agama.
Selain itu, perempuan terpilih terhadap total anggora DPRD provinsi, demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan dan peraturan daerah yang merupakan inisiatif DPRD.
"Seluruh indikator yang masih menjadi masalah kronis perlu mendapat perhatian khusus agar nilainya dapat membaik," kata Sunarno. (*)
Kepala Bidang Statistik Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sunarno, di Mataram Rabu, menjelaskan indeks demokrasi Indonesia (IDI) di NTB, mengalami peningkatan pada 2015 karena aspek lembaga demokrasi meningkat cukup signifikan, yakni sebesar 19,98 persen.
"Tingkat demokrasi di NTB, memang naik, tetapi masih kategori sedang," katanya.
Angka IDI 2015 merupakan indeks komposit yang disusun dari skor beberapa aspek, yakni aspek kebebasan sipil dengan rata-rata nasional 80,30 dan NTB sebesar 51,59 poin, aspek hak-hak politik dengan rata-rata nasional 70,63 dan NTB 61,11 poin, dan aspek lembaga demokrasi rata-rata nasional 66,87 dan NTB 88,36 poin.
IDI di NTB, kata Sunarno, juga masih berada di bawah nasional sebesar 72,82 persen dari skala 0-100 pada 2015. Angka tersebut turun 0,22 poin dibanding tahun sebelumnya sebesar 73,04 persen.
Secara lebih rinci, perkembangan IDI di NTB, tahun 2015-2014 dari ketiga aspek demokrasi yang diukur, terlihat aspek kebebasan sipil dan hak-hak politik mengalami penurunan sebesar 7,14 dan 0,97 persen, berbeda dengan aspek lembaga demokrasi yang mengalami peningkatan 19,98 persen.
Dengan terjadinya peningkatan nilai IDI di NTB, menjadikan pola sebaran nilai aspek sangat fluktuatif sejak 2009-2015, baik aspek kebebasan sipil, lembaga demokrasi dan hak-hak politik.
"Khusus aspek hak-hak politik masih sangat dipengaruhi oleh aksi demonstrasi yang masih dilakukan dengan cara-cara kekerasan," ujarnya.
Dari sisi indikator, lanjut Sunarno, pada IDI 2015 masih terdapat masalah kronis, di antaranya aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama dan ancaman/penggunaan kekerasan dari satu kelompok terkait ajaran agama.
Selain itu, perempuan terpilih terhadap total anggora DPRD provinsi, demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan dan peraturan daerah yang merupakan inisiatif DPRD.
"Seluruh indikator yang masih menjadi masalah kronis perlu mendapat perhatian khusus agar nilainya dapat membaik," kata Sunarno. (*)