Mataram (ANTARA) - Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat, Made Slamet meminta pemerintah provinsi lebih kreatif menggali sumber pendapatan asli daerah menyikapi kebijakan pengalihan dana transfer ke daerah (TKD) pada tahun 2026 oleh pemerintah pusat.
"Pemerintah daerah tidak terlalu risau dengan pengalihan dana TKD. Justru ini harus menjadi momentum untuk mendorong kemandirian daerah melalui inovasi dan penguatan PAD," ujarnya di Mataram, Rabu.
Ketua Fraksi Persatuan Perjuangan Restorasi (FPPR) DPRD NTB ini mengatakan bahwa pemotongan dana transfer tidak saja dialami Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Namun juga dialami semua provinsi dan pemda di Indonesia. Khusus di NTB, pemotongan TKD memicu, APBD yang semula berjumlah Rp6,2 triliun, dipastikan turun menjadi menjadi sekitar Rp5,4 triliun lebih.
"Kita tidak boleh selamanya bisa bergantung pada dana transfer pusat. Ini karena semua daerah mengalami kondisi serupa. Yang harus mulai kita lakukan sesuai ajaran Bung Karno. Yakni, kita harus "Berdikari" atau berdiri di kaki sendiri sebagai prinsip yang harus diterapkan Pemprov NTB," tegas Made Slamet.
Baca juga: Realisasi PAD NTB tahun 2025 tembus 103,04 persen
Made Slamet, menegaskan bahwa Pemprov NTB harus lebih kreatif dengan menggali sumber-sumber yang dimiliki untuk menjadi PAD.
"Kalau PAD kita kuat, ketergantungan terhadap dana transfer pusat bisa dikurangi," katanya.
Menurut dia, NTB memiliki potensi yang sangat besar, bahkan disebutnya melebihi provinsi tetangga seperti Bali. Namun, potensi tersebut belum dikelola secara maksimal.
"Kita punya potensi alam, sumber daya alam, dan budaya yang luar biasa. Tapi belum dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber PAD. Ini soal pengelolaan dan manajemen," terang Made.
Anggota Komisi V DPRD ini, menyoroti sektor pariwisata dan pertambangan sebagai dua sektor strategis yang belum optimal.
Padahal, banyak tambang rakyat yang justru dikelola secara ilegal oleh pihak luar daerah sehingga tidak memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan daerah.
"Tambang-tambang ilegal ini merusak lingkungan dan tidak memberi manfaat bagi daerah. Padahal, potensi tambang rakyat saja bisa mencapai 3 hingga 4 triliun rupiah per tahun jika dikelola dengan baik," ujarnya.
Baca juga: Perda Retribusi NTB direvisi untuk tingkatkan pendapatan daerah di APBD 2026
Lebih lanjut dikatakannya bahwa, selain pengelolaan sumber daya alam. Hal lain, berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) juga harus diperhatikan. Sebab, lanjut Made, pembangunan SDM di NTB belum dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Padahal, SDM adalah kunci utama menaikkan grade provinsi.
"Kalau ini tidak ditangani secara mendasar, masyarakat kita hanya akan jadi penonton di daerahnya sendiri," kata Made.
Made juga mengingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada dana transfer pusat berpotensi menghambat stabilitas pembangunan daerah ke depan.
"Kalau terus bergantung, pembangunan tidak akan stabil. Daerah bisa jadi seperti boneka yang mudah dimainkan," ucapnya.
Untuk itu, Made Selamet mendorong pemerintah daerah, termasuk Gubernur NTB, untuk lebih serius dalam mengelola potensi daerah, baik alam, budaya, maupun SDM, agar NTB benar-benar bisa mandiri secara fiskal.
"Kelola SDM dengan baik, kelola sumber daya alam dan budaya dengan tepat dan berkelanjutan. Itu kuncinya," katanya.
Baca juga: Optimalisasi PAD, Pemprov NTB telusuri aset daerah yang terlantar
Diketahui dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran (APBD) NTB tahun 2026 turun Rp5,4 triliun lantaran pengalihan dana TKD oleh pemerintah pusat sebesar Rp1 triliun lebih.
Dalam KUA-PPAS 2026 pendapatan asli daerah (PAD) dianggarkan naik sebesar 5,39 persen yang semula pada APBD 2025 berjumlah Rp2,8 triliun lebih menjadi sebesar Rp2,9 triliun lebih.
Sementara, pendapatan transfer yang berasal dari pemerintah pusat dianggarkan turun sebesar 29,01 persen yang semula pada APBD 2025 berjumlah Rp3,4 triliun lebih menjadi Rp2,4 triliun lebih.
Untuk belanja daerah tahun anggaran 2026 direncanakan sebesar Rp5,5 triliun. Belanja daerah pada RAPBD 2026 berkurang sebesar Rp940 miliar dari anggaran pada APBD 2025 sejumlah Rp6,4 triliun.
Sedangkan belanja daerah pada RAPBD 2026 berkurang sebesar 14,47 persen dari tahun sebelumnya. Dalam rancangan KUA dan PPAS tahun 2026, terdapat defisit anggaran sekitar Rp65,92 miliar.
Baca juga: Tiga BLUD digerakkan, DKP NTB genjot PAD dari laut dan perikanan
Pemprov NTB diminta kreatif gali sumber PAD sikapi pengalihan TKD
Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Made Slamet. ANTARA/Nur Imansyah.