Jakarta (ANTARA) - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyediakan mobil listrik atau electric vehicle (EV) sebagai kendaraan dinas untuk seluruh pejabat Eselon I dan II di lingkungan kementeriannya guna mendukung transisi energi.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, langkah ini dalam rangka mengakselerasi transisi energi. Penggunaan mobil listrik secara langsung memberikan penghematan yang signifikan dibandingkan dengan kendaraan konvensional.
Menurut Erick, ditinjau dari pagu fasilitas Standar Biaya Masukan (SBM) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdapat penghematan sekitar 60 persen.
"Ini sebenarnya menghemat 60 persen," ujar Erick saat pemberian mobil listrik di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu.
Erick menyebut, adopsi kendaraan listrik ke depannya tidak hanya untuk pejabat Eselon I dan II saja, tetapi juga sebagai kendaraan operasional di seluruh perusahaan BUMN. Langkah-langkah tersebut sejalan dengan amanat Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kampanye penggunaan mobil listrik sebagai kendaraan operasional, menurut Erick Thohir, tidak terlepas dari kebijakan besar Indonesia untuk memimpin di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT). Salah satu program akselerasi EBT adalah diwujudkan lewat sistem kelistrikan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Di IKN pemerintah membangun solar panel berkapasitas 50 MW dan akan dikembangkan menjadi 80 MW.
Artinya, IKN akan jadi kota pertama di Indonesia yang sepenuhnya menggunakan listrik hijau. Kemudian, pemerintah beberapa waktu lalu juga telah meresmikan PLTS Terapung Cirata berkapasitas 192 MWp.
Baca juga: Perlunya integrasi subsidi antar moda angkutan
Baca juga: Kementerian BUMN siap mendukung Aquabike lewat penyediaan infrastruktur
"Sebenarnya 145 MW, tapi ada hitungannya itu 192 MW peak (MWp). Dengan kelebaran 20 persen, itu bisa menuju 800 MW, itu lumayan, belum lagi hidronya," kata Erick.
Erick menegaskan proyek energi baru dan terbarukan harus punya manfaat yang besar bagi negara, utamanya menjaga agar tarif listrik tidak memberatkan masyarakat.
"Hal seperti ini yang harus dijaga. Makanya transisi energi kita mundur 10 tahun dibandingkan negara lain karena kita baru menjadi negara industri di era Pak Jokowi ini," ucap Erick.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, langkah ini dalam rangka mengakselerasi transisi energi. Penggunaan mobil listrik secara langsung memberikan penghematan yang signifikan dibandingkan dengan kendaraan konvensional.
Menurut Erick, ditinjau dari pagu fasilitas Standar Biaya Masukan (SBM) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdapat penghematan sekitar 60 persen.
"Ini sebenarnya menghemat 60 persen," ujar Erick saat pemberian mobil listrik di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu.
Erick menyebut, adopsi kendaraan listrik ke depannya tidak hanya untuk pejabat Eselon I dan II saja, tetapi juga sebagai kendaraan operasional di seluruh perusahaan BUMN. Langkah-langkah tersebut sejalan dengan amanat Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kampanye penggunaan mobil listrik sebagai kendaraan operasional, menurut Erick Thohir, tidak terlepas dari kebijakan besar Indonesia untuk memimpin di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT). Salah satu program akselerasi EBT adalah diwujudkan lewat sistem kelistrikan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Di IKN pemerintah membangun solar panel berkapasitas 50 MW dan akan dikembangkan menjadi 80 MW.
Artinya, IKN akan jadi kota pertama di Indonesia yang sepenuhnya menggunakan listrik hijau. Kemudian, pemerintah beberapa waktu lalu juga telah meresmikan PLTS Terapung Cirata berkapasitas 192 MWp.
Baca juga: Perlunya integrasi subsidi antar moda angkutan
Baca juga: Kementerian BUMN siap mendukung Aquabike lewat penyediaan infrastruktur
"Sebenarnya 145 MW, tapi ada hitungannya itu 192 MW peak (MWp). Dengan kelebaran 20 persen, itu bisa menuju 800 MW, itu lumayan, belum lagi hidronya," kata Erick.
Erick menegaskan proyek energi baru dan terbarukan harus punya manfaat yang besar bagi negara, utamanya menjaga agar tarif listrik tidak memberatkan masyarakat.
"Hal seperti ini yang harus dijaga. Makanya transisi energi kita mundur 10 tahun dibandingkan negara lain karena kita baru menjadi negara industri di era Pak Jokowi ini," ucap Erick.