Lombok Barat (Antara NTB) - Masyarakat di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, berinisiatif membentuk "awik-awik" atau hukum adat untuk melindungi kelestarian Taman Wisata Perairan Gita Nada di Kecamatan Sekotong.

"Kami sudah menyiapkan rencana membuat awik-awik yang nantinya disahkan menjadi peraturan desa dengan melibatkan semua pihak, terutama kelompok masyarakat pengawas," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Barat, H Subandi, di Lombok Barat, Jumat.

Luas kawasan konservasi TWP Gita Nada mencapai 21.556 hektare yang telah dijadikan sebagai target wilayah konservasi, meliputi target sumber daya (bioekologis), diantaranya ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove dan ekosistem padang lamun.

Untuk target sosial, budaya dan ekonomi meliputi dukungan dalam pengelolaan kepatuhan terhadap zonasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Wilayah TWP Gita Nada, kata Subandi, juga akan dibagi dalam tiga zonasi, meliputi zona inti, zona pemanfaatan dan zona perikanan berkelanjutan.

TWP Gita Nada memiliki potensi flora dan fauna laut, seperti hiu martil, penyu dan mangrove.

Potensi hiu martil (Sphyrnidae) sering ditemukan di Gili Spatang, karena wilayah perairan ini cukup subur.

Sementara penyu sering ditemukan di perairan Gili Nanggu. Oleh sebab itu, berbagai kegiatan terkait dengan pengelolaan penyu sudah banyak dilakukan.

"Kami juga sudah melakukan sosialisasi kepada kelompok masyarakat khususnya nelayan untuk berperan melindungi keberadaan penyu," ujar Subandi.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Barat juga memanfaatkan mangrove sebagai ekowisata di kawasan TWP Gita Nada.

Menurut Subandi, pemanfaatannya sudah mulai berjalan baik dengan membuat jalur jelajah.

Melihat potensi hutan bakau untuk ekowisata, pihaknya mengharapkan partisipasi masyarakat untuk ikut serta menjaga dan melindungi keberadaan hutan bakau.

Sebab, tumbuhan itu tidak saja berfungsi sebagai tempat berkembang biaknya berbagai jenis ikan, tetapi juga untuk melindungi daratan dari bahaya tsunami, air laut pasang dan abrasi.

"Mudahan dengan adanya hukum adat, kelestarian flora dan fauna yang ada di TWP Gita Nada akan tetap terjaga secara berkelanjutan," katanya.

Secara terpisah, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Suko Wardono, mengapresiasi upaya Pemerintah Kabupaten Lombok Barat yang memfasilitasi masyarakat membentuk peraturan adat untuk melindungi kawasan konservasi perairan laut.

BPSPL Denpasar, kata dia, juga terus mendorong masyarakat Kabupaten Lombok Barat yang menjadi wilayah kerjanya untuk melakukan pemanfaatan sumber daya ikan secara bijaksana dengan menerapkan beberapa regulasi, terutama yang terkait biota laut yang telah dilindungi dan terancam punah.

"Dengan begitu program yang telah dicanangkan oleh pemerintah dalam hal ini program perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan terutama jenis ikan yang telah dilindungi dapat berjalan dengan baik," katanya. (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024