Mataram (ANTARA) - Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan jumlah keluarga berisiko stunting di daerah itu pada 2023 turun menjadi 7.041 dari 11.980 keluarga pada 2022.
Kepala DP2KB Kota Mataram Muhammad Carnoto di Mataram, Rabu, mengatakan penurunan tersebut sejalan dengan penurunan kasus stunting pada 2023 dari 14,7 menjadi 11,98 persen.
"Alhamdulillah melalui berbagai upaya pendampingan keluarga berisiko stunting bisa turun signifikan. Semoga tahun ini penurunan bisa lebih cepat," katanya.
Dia menjelaskan suatu keluarga terdata menjadi berisiko stunting karena masuk kriteria 4T, yakni terlalu dekat (jarak kelahiran), terlalu sering (melahirkan), terlalu muda (hamil), dan terlalu tua (hamil).
"Karena itu, untuk mengentaskan keluarga berisiko stunting kita akan terus melaksanakan berbagai program pendampingan agar mereka tidak melahirkan keturunan stunting," katanya.
Saat ini, DP2KB memiliki pendamping keluarga berisiko stunting 391 tim, di mana satu tim terdiri atas TP PKK, kader, dan tenaga kesehatan.
"Peran mereka kita maksimalkan agar fokus melakukan pencegahan stunting," katanya.
Ia mengatakan upaya pencegahan keluarga berisiko stunting juga dilakukan dengan pembentukan Duta GenRe (Generasi Berencana) yang ditempatkan di 50 kelurahan se-Kota Mataram, masing-masing dua orang, yakni satu putri dan satu putra.
"Duta GenRe ini menjadi figur teladan serta motivator di kalangan remaja di sekitarnya, mereka berperan memberikan wawasan kepada generasi muda tentang kesehatan reproduksi serta menciptakan remaja yang bebas narkoba, seks bebas, HIV/AIDS, dan lainnya," katanya.
Baca juga: TKN Fanta bersama TPS sisir potensi stunting
Baca juga: Menkes Budi Gunadi soroti penggunaan alat antropometri belum maksimal
Pihaknya juga mengoptimalkan fungsi Kampung Keluarga Berkualitas (KB) sebagai wadah pengendalian melalui program pemberdayaan keluarga. Ia mengharapkan keluarga berisiko stunting tidak melahirkan anak-anak yang stunting. Tugas DP2KB, antara lain mencegah keluarga berisiko stunting agar tidak melahirkan anak-anak stunting.
"Kalau yang sudah stunting akan ditangani OPD lain, seperti Dinas Kesehatan dengan pemberian makanan tambahan," katanya.
Kepala DP2KB Kota Mataram Muhammad Carnoto di Mataram, Rabu, mengatakan penurunan tersebut sejalan dengan penurunan kasus stunting pada 2023 dari 14,7 menjadi 11,98 persen.
"Alhamdulillah melalui berbagai upaya pendampingan keluarga berisiko stunting bisa turun signifikan. Semoga tahun ini penurunan bisa lebih cepat," katanya.
Dia menjelaskan suatu keluarga terdata menjadi berisiko stunting karena masuk kriteria 4T, yakni terlalu dekat (jarak kelahiran), terlalu sering (melahirkan), terlalu muda (hamil), dan terlalu tua (hamil).
"Karena itu, untuk mengentaskan keluarga berisiko stunting kita akan terus melaksanakan berbagai program pendampingan agar mereka tidak melahirkan keturunan stunting," katanya.
Saat ini, DP2KB memiliki pendamping keluarga berisiko stunting 391 tim, di mana satu tim terdiri atas TP PKK, kader, dan tenaga kesehatan.
"Peran mereka kita maksimalkan agar fokus melakukan pencegahan stunting," katanya.
Ia mengatakan upaya pencegahan keluarga berisiko stunting juga dilakukan dengan pembentukan Duta GenRe (Generasi Berencana) yang ditempatkan di 50 kelurahan se-Kota Mataram, masing-masing dua orang, yakni satu putri dan satu putra.
"Duta GenRe ini menjadi figur teladan serta motivator di kalangan remaja di sekitarnya, mereka berperan memberikan wawasan kepada generasi muda tentang kesehatan reproduksi serta menciptakan remaja yang bebas narkoba, seks bebas, HIV/AIDS, dan lainnya," katanya.
Baca juga: TKN Fanta bersama TPS sisir potensi stunting
Baca juga: Menkes Budi Gunadi soroti penggunaan alat antropometri belum maksimal
Pihaknya juga mengoptimalkan fungsi Kampung Keluarga Berkualitas (KB) sebagai wadah pengendalian melalui program pemberdayaan keluarga. Ia mengharapkan keluarga berisiko stunting tidak melahirkan anak-anak yang stunting. Tugas DP2KB, antara lain mencegah keluarga berisiko stunting agar tidak melahirkan anak-anak stunting.
"Kalau yang sudah stunting akan ditangani OPD lain, seperti Dinas Kesehatan dengan pemberian makanan tambahan," katanya.